Rabu, 02 Juni 2010

Kegagalan meraih khusyu’

Kegagalan meraih khusyu’

Selama ini, kita selalu berpendapat bahwa khusyu’ itu sangat sulit dicapai. Ketika shalat, pikiran sering pergi kemana-mana. Karena itu, lalu muncullah cara mengatasinya yaitu dengan konsentrasi. Konsentrasi pikiran seolah-olah telah menjadi kunci mencapai khusyu’. Maka tidak mengherankan jika pelajaran shalat khusyu' pada umumnya ditujukan untuk membantu mengarahkan konsentrasi pikiran, seperti misalnya melihat titik di tempat sujud, menerjemahkan bacaan, menghadirkan Allah, dan lain-lain. Cara-cara tersebut terlihat meyakinkan, tetapi kenyataannya tidak memberi terlalu banyak manfaat. Melihat tempat sujud membantu agar pandangan kita tidak melirik kekiri dan kanan, tetapi tidak mampu menahan pikiran kita yang suka melompat ke kiri dan kanan. Jika khusyu’ dapat diperoleh dengan mengerti arti bacaannya, ketika saya pergi ke Mekkah, ternyata orang-orang Arab pun terlihat tidak lebih khusyu’ daripada kita. Ada yang matanya melirik ke kiri-kanan, ada yang sibuk merapihkan tutup kepalanya, dan lain-lain. Padahal mereka tentu mengerti arti bacaannya. Mencoba “menghadirkan” Allah, malah menambah kebingungan kita sendiri. Di dalam Al Qur’an dinyatakan, bahwa Allah tidak bisa diserupakan apapun juga (QS Asy Syuura [42] : 11). Jadi apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah, maka itu pasti salah. Anehnya, cara-cara tersebut, meskipun terbukti gagal sebagai metoda mencapai khusyu', tetapi terus-menerus diajarkan oleh orang tua ke anaknya, oleh guru ke muridnya, demikian dari generasi ke generasi. Agak konyol memang. Ketika usaha khusyu’ melalui konsentrasi gagal, maka muncullah persyaratan-persyaratan lain. Ada yang mengatakan, bahwa untuk khusyu’ kita harus suci, bersih dari perbuatan dosa. Persyaratan ini sempat pula membuat saya pesimis, karena ternyata banyak ustadz-ustadz yang saya kenal secara pribadi sebagai orang yang shaleh, bisa berbahasa Arab, tinggi ilmu agamanya, ternyata mengalami masalah pula dengan shalat khusyu’. Kalau mereka saja yang tinggi ilmu agamanya, banyak berdzikir dan menjaga perbuatannya saja sering tidak khusyu’, bagaimana dengan saya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar