Minggu, 02 Oktober 2011

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM Entrepeneurship

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM ENTREPRENEURSHIP

created and published: http//referensiagama.blogspot.com

by sariono sby

BAB : I

Pendahuluan

Pendidikan di negeri ini sedang dalam sorotan. Banyak citra negatif yang dialamatkan kepada pendidikan kita saat ini. Mulai dari rendahnya moralitas bangsa di tengah persaingan, ketidakmampuan menyediakan tenaga kerja yang kompetitif, ketidakmampuan mengelola dan membangun jatidiri bangsa serta standar prestasi yang masih kalah jauh dibandingkan dengan bangsa lain. Semuanya seolah hendak ditimpakan kepada dunia pendidikan sebagai kambing hitam.

Menuding pendidikan sebagai satu-satunya penyebab kegagalan dan keterpurukan tersebut memang bukanlah sikap yang bijak dan realistis, tetapi membebaskan dunia pendidikan seolah tanpa dosa justru semakin tidak realistis. Bagaimanapun, pendidikan kita memang sedang terpuruk. Banyak persoalan yang seharusnya menjadi wilayah garap dunia pendidikan memang belum dapat diselesaikan.

Salah satu sebab dari munculnya persoalan pendidikan di atas adalah langkanya mental entrepreneurship di kalangan pemimpin pendidikan, para guru, dan bahkan mentalitas ini juga jarang disemaikan kepada anak didik. Sehingga, mentalitas tenaga terdidik yang mestinya lebih mandiri, kreatif dan kompetitif ternyata tidak dimiliki. Hal ini yang mengakibatkan pendidikan justru lebih sering menciptakan mental ketergantungan baru.

Kepemimpinan kepala sekolah mutlak membutuhkan mentalitas entrepreneurship. Dengan mentalitas ini, lembaga pendidikan akan menjadi lebih mandiri, kompetitif dan kreatif. Entrepreneurship tidak hanya berkonotasi mandiri dalam pengelolaan finansial dalam lembaga pendidikan, akan tetapi juga berkaitan dengan kemandirian kurikulum, budaya pendidikan dan ciri atau karakter yang dikembangkan.

Jiwa entrepreneurship juga sangat menentukan keberhasilan seorang pemimpin, di samping pengetahuan yang mumpuni, keuletan dalam berusaha serta dayang dukung manajerial yang baik. Seorang entrepreneur sejati adalah orang yang pantang menyerah dengan keadaan, tidak bergantung kepada pihak lain, cenderung inovatif dan yang pasti kompetitif.

Daya saing yang lemah dan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang rendah sesungguhnya banyak disebabkan dari absennya mentalitas entrepreneurship ini. Mentalitas ini mampu meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.[1] Dengan tidak hadirnya mentalitas ini, sumber daya alam dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak lantas menjadikan bangsa ini berjaya dibandingkan dengan bangsa lain yang tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia. Inilah yaang menyebabkan Indonesia kalah dengan bangsa lain, termasuk Singapura, Korea Selatan, Hongkong, Jepang, bahkan Vietnam, sekalipun negara-negara ini tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia. Bahkan, negara-negara ini jauh lebih makmur dan sejahtera dibandingkan Indonesia.[2]

Persaingan global yang semakin tidak mengenal kompromi mengharuskan seorang pemimpin pendidikan harus mengembangkan diri dengan sikap mental yang positif ini. Mental ini mutlak dibutuhkan untuk mengkreasi dan memajukan pendidikan agar lebih maju dan bermutu serta mampu bersaing dengan bangsa lain di tengah persaingan global.

BAB : II

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM

Entrepeneurship

A. Kepemimpinan kepala sekolah.

Definisi atau batasan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berbeda – beda anatara satu dengan yang lain, hal ini disebabkan karena sudut padang mereka yang berbeda.

Seperti yang dikemukakan oleh Koman Wardana, Niwayan Mujiati, Ana Agung A.Suryati yang dkutip oleh Dr. M. Arifin MM, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain, agar orang tersebut berprilaku seperti yang dikehendaki.”[3]

Sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, mebuat struktur, memfasilitasi aktifitas, dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi.”[4]

Sedangkan pengertian Kepala Sekolah memiliki makna yang umum. Pengertian kepala sekolah berlaku bagi seluruh pengelola lembaga pendidikan yang bisa meliputi kepala sekolah, kepala madrasah, direktur akademi, ketua sekolah tinggi, rektor institut atau universitas, kyai pesantren dan sebagainya.”[5]

Sebagai Pemimpin pendidikan atau pemimpin lembaga pendidikan, kepala sekolah membawahi atau mengendalikan banyak orang sebagai bawahan yang secara struktural maupun tradisional mengikuti langkah-langkah pemimpinnya dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran / pendidikan sampai tahap evaluasi.

Karena itu dalam konteks MBS, kepala sekola dituntut untuk memiliki kemapuan :

1. Menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses pembelajaran,

2. Kepala Administrasi,

3. Sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pembelajaran,

4. Mengatur, mengorganisisr dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah.[6]

Lebih lanjut bahwa kepala sekolah sebagi kepala administrasi bertugas untuk membangun manajemen sekolah serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan sekolah. Dalam hal ini menurut pendapat Sanusi bahwa “ perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang statis di jaman lamlau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era glabalisasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya kepada asministrator sekolah.”[7]

Karena itu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya, mengharuskan penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan manajemen, penguasaan strategi, penguasaan untuk mengembangkan struktur organisasi pendidikan serta pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan ketrampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat, sehingga sekolah melalui program-program pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru serta mampu mencermati dan menangkap peluang-peluang yang ada secara global.

B. Entrepeneurship dan Pengembangannya

Jiwa entrepreneurship merupakan sikap mental unggul yang harus dimiliki seseorang untuk mengembangkan diri.[8] Entrepreneurship adalah kemampuan untuk mengkreasi manfaat dari apapun yang ada di dalam diri dan lingkungan sekitar. Sikap mental ini berkaitan dengan kemampuan untuk mendayagunakan berbagai potensi yang ada disekitarnya serta mengupayakan tercapainya keadaan yang lebih baik dari kondisi yang kurang baik dan tidak menguntungkan.

Mental entrepreneurship sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari mental wirausaha. Kedua kata ini dapat dipadankan arti atau maknanya. kata wira berarti luhur, berani, ksatria. Sedangkan kata usaha berarti berusaha atau bekerja keras. Sehingga, wirausaha dapat diartikan seseorang yang berusaha secara berani namun berbudi luhur.[9]

Mental kewirausahaaan atau keswadayaan bertalian dengan proses menjadikan berdaya, “berdiri atas kaki sendiri”, “self-supporting” atau “self-reliant”, dalam segala aspek kehidupan-ekonomi, sosial, budaya, politik – yang mencakup individu maupun kelompok, dan diperluas kepada masyarakat dan negara. Melanjutkan dari titik tolak ini, kita dapat memperluas lagi istilah ini untuk mencakup konsep independen atau independensi.[10] Artinya, mental kewirausahaan atau keswadayaan adalah mentalitas yang tidak tergantung dan menunggu uluran pihak lain. Akan tetapi mampu berdikari, berusaha dan mengupayakan perubahan menuju yang lebih baik dengan inisiatif sendiri dengan segala keterbatasan dan potensi yang dimiliki.

Sebagai sikap mental, entrepreneurship tidak hanya khusus dikembangkan dalam dunia bisnis dan usaha, akan tetapi dapat diterapkan dan dimiliki oleh setiap orang dari segala jenis profesi manapun, baik pendidikan, politik maupun profesi lainnya.

C. Pengembangan mental entrepreneurship

Mental entrepreneurship mampu meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.[11] Dengan sikap mental ini, berbagai kelemahan mendasar yang menghalangi kemajuan bangsa ini, seperti rendahnya daya saing, kurang inovatif, tidak tangguh, mental serba bergantung dan keinginan serba instant akan dapat diatasi.

Menurut Netti, ada beberapa sikap mental yang harus dimiliki dalam mengembangkan jiwa entrepreneurship, antara lain[12] :

1. Keinginan selalu berprestasi.

Keinginan berprestasi ini sering disebut dengan the need of achievement atau disingkat dengan n-Ach dalam teori Mc Celland. N-Ach ini adalah dorongan dalam diri seseorang yang memacu untuk pencapaian tujuan dan prestasi tinggi.[13]

Motivasi berprestasi, menurut Smith dan Cranny, sebagaimana dikutip oleh Danim, sangat berhubungan dengan tingkat pengorbanan seseorang dalam mencapai tujuan. Semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang, maka semakin tinggi pula pengorbanan yang akan diberikan.[14]

2. Kemampuan mengembangkan aset.

Salah satu ciri entrepreneurship sejati adalah kemampuan untuk mengembangkan aset yang dimilikinya. Aset yang dimiliki tidak hanya sebagai aset, akan tetapi akan diubah menjadi alat untuk mendatangkan keuntungan atau manfaat.

3. Kemandirian yang kuat.

Kemandirian kuat adalah sikap mental tidak bergantung, tidak menunggu uluran pihak lain serta mampu berdiri dengan dirinya sendiri. Termasuk dalam sikap kemandirian adalah keberanian untuk bertanggung jawab atas resiko yang akan dialaminya. Ia benar-benar berperan sebagai seorang pribadi yang tidak bergantung dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pribadi yaang mandiri akan lebih mampu mengatasi kelemahan dan keterbatasannya sendiri.

4. Disiplin diri yang kuat

5. Sangat menghargai kesempatan dan waktu

6. Motivasi diri yang kuat

7. Inovasi dan kreatifitas yang tinggi

8. Memiliki jiwa kepemimpinan

9. Mempunyai keberanian mengambil resiko

10. Keberanian dan ketepatan mengambil keputusan

11. Memiliki naluri bersaing

Naluri bersaing yang dimaksud di sini adalah naluri bersaing yang positif. Naluri bersaing yang negatif, yang cenderung membunuh pesaing hanya akan merugikan diri ataupun orang lain. Dengan naluri bersaing, seorang entrepreneur akan mampu memahami makna persaingan dan mengambil manfaat dari makna persaingan.

12. Menjaga efektivitas

Seorang entrepreneur harus mampu bertindak efektif dalam mencapai tujuannya. Efisiensi memang penting untuk dikedepankan, akan tetapi efektifitas dalam mencapai program jauh lebih penting. Hanya dengan memperhatikan prinsip efektifitas, seorang entrepreneur akan berhasil mencapai tujuannya. Artinya, pengorbanan yang sudah dilaksanakan bukanlah sesuatu yang sia-sia, karena tergantikan dengan kesuksesan yang gemilang.

13. Selalu berfikir ke depan

14. Fisik yang baik

15. Spiritual

Dimensi spiritual merupakan inti pusat dan komitmen kita terhadap sistem nilai. Setiap orang memiliki keyakinan akan sistem nilai dan cara yang berbeda untuk mengaplikasikannya.[15] Ada orang yang mengasah dimensi spiritualnya dengan dzikir, shalat, meditasi atau cara lainnya.

Orang yang mempunyai kehidupan spiritual yang baik akan mempunyai daya tahan hidup yang tinggi. Spiritualitas juga menjadi penyeimbang kehidupan duniawi serta menghindarkan seseorang dari perilaku yang merugikan, baik dirinya maupun orang lain.[16]

Dengan spiritualitas yang tinggi, seorang entrepreneur akan mampu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, memahami persaingan secara realistis dan menganggap pesaing sebagai mitra,[17] membangun nilai-nilai kejujuran dan transparansi kepada semua pihak serta menjadikan dicintai oleh semua pihak.[18]

16. Keinginan belajar dan wawasan yang luas

Dunia selalu berputar. Perubahan selalu berlangsung tanpa mengenal henti. Persaingan juga terjadi semakin ketat. Sehingga, seorang entrepreneur sejati wajib mengembangkan wawasan dan selalu belajar untuk mampu eksis di tengah pergumulan kompetisi tersebut. Ketidakmampuan untuk selalu mengembangkan diri menjadikan seseorang akan tertinggal dan tergilas oleh kompetisi.

17. Sosial dan emosional

Antara dimensi sosial dengan dimensi emosional sangat berkaitan erat. Banyak dari kehidupan emosional manusia yang dipengaruhi oleh kehidupan sosialnya dengan orang lain. Interaksi sosial keseharian manusia banyak membentuk pola emosionalnya.[19] Maka perlu sekali mengembangkan kebiasaan interaksi dengan orang lain secara positif. Kebiasaan selalu mendengar orang lain sebelum ingin agar orang lain mendengar pendapat kita, menghargai orang lain sebelum berharap orang lain menghargai kita serta sikap memahami persoalan orang lain sebelum ingin agar orang lain memahami persoalan kita perlu dikembangkan. Hal ini dimaksudkan agar interaksi sosial yang positif berpengaruh pada pembentukan emosi yang positif pula.

D. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Entrepreneurship

a. Enttrepreneurship sebagai landasan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Mentalitas entrepreneurship adalah bagian yang sangat penting dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah. Sikap mental ini dibutuhkan untuk menjadikan seorang kepala sekolah menjadi berdaya, mandiri, kreatif.

Dalam situasi persaingan, seiring dengan perkembangan dunia, pendidikan harus dikelola dengan kreatif, inovatif dan tangguh. Berbagai kelemahan yang diderita oleh lembaga pendidikan di negeri ini harus segera dibenahi. Sikap mental yang menghambat kemajuan harus segera diakhiri dan digantikan dengan sikap mental yang lebih posistif. Ketidakmandirian sebagian besar lembaga pendidikan kita harus diubah dan digantikan dengan sikap kemandirian dan kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri.

Dalam PERMENDIKNAS RI No. 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, pada item Kompetensi Kewirausahaan, disebutkan bahwa ada lima item yang menjadi standar kompetensi kewirausahaan kepala sekolah, yaitu[20] :

1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.

4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.

5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola

kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

Untuk itulah, mental entrepreneurship mutlak dibutuhkan. Bukan hanya pemimpin yang mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, akan tetapi juga mempunyai keberanian untuk mandiri, mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk maju dan mengelola potensi yang dimiliki.

Entrepreneurship dalam kepemimpinan pendidikan adalah bagaimana seorang pemimpin mentransfer sikap mental ini ke dalam kepemimpinan pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Sikap mental yang berorientasi maju dan kreatif harus selalu dikembangkan dalam menyongsong pergeseran dan perubahan dalam dunia pendidikan yang semakin cepat. Pendek kata, sikap mental entrepreneurship harus menjadi landasan bagi setiap pola kepemimpinan yang akan dikembangkan.

b. Entrepreneurship dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah yang unggul

1. Mengembangakan Kepemimpinan transformasional dalam pendidikan dengan Entrepreneurship.

Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah kepemimpinan yang mampu membangun perubahan dalam tubuh organisasi sekolah sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan dengan memberdayakan seluruh komunitas sekolah melalui komunikasi yang terarah, agar pengikut dapat bekerja lebih energik dan terfokus, sehingga pengajaran dan pembelajaran menjadi transformatif bagi setiap orang.[21]

Kepemimpinan tranformasional memiliki indikator sebagai berikut :

a. Pembaru.

b. Memberi teladan.

c. Mendorong kinerja bawahan.

d. Mengharmoniskan lingkungan kerja.

e. Memberdayakan bawahan.

f. Bertindak atas sistem nilai.

g. Meningkatkan kemampuannya terus-menerus.

h. Mampu menghadapi situasi yang rumit.[22]

Menurut Yukl, sebagaimana dikutip oleh Danim dan Suparno, Pemimpin transformasional yang efektif mempunyai atribut-atribut sebagai berikut [23]:

a. Mereka melihat diri mereka sebagai agen perubahan.

b. Mereka adalah pengambil resiko yang berhati-hati.

c. Mereka yakin pada orang-orang dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan mereka.

d. Mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku mereka.

e. Fleksibel dan terbuka terhadap pelajaran dan pengalaman.

f. Mempunyai ketrampilan kognitif.

g. Memiliki keyakinan pada pemikiran yang berdisiplin dan kebutuhan akan analisis masalah yang hati-hati.

h. Mempunyai visi dan mempercayai intuisi mereka.

Seorang pemimpin transformasional harus mampu menjalankan manajerial pendidikan sesuai dengan orientasi untuk berkembang. Menurut Danim dan Suparno, kunci sukses seorang kepala sekolah antara lain[24] :

a. Mempercayai staf pengajar

b. Mendelegasikan tugas dan wewenang

c. Adiraga (memiliki daya tahan fisik yang baik)

d. Membagi dan memanfaatkan waktu

e. Tanpa toleransi atas ketidakmampuan

f. Peduli dengan staf pengajar

g. Membangun visi

h. Mengembangkan tujuan institusi

i. Cekatan dan tegas, sekaligus sabar

j. Berani berinstrospeksi

k. Memiliki konsistensi

l. Bersikap terbuka

m. Berjatidiri tinggi

Di samping sikap pribadi yang positif tersebut di atas, seorang pemimpin pendidikan harus memiliki kecakapan operasional, antara lain :

a. Menjadi komunikator dan guru yang baik

b. Memiliki kecakapan teknis dan ketajaman intuisi

c. Terampil berhubungan secara manusiawi

d. Mampu dan terampil secara konseptual

e. Mampu mengendalikan rapat secara baik

f. Menjadi motivator

g. Sering tampil di tengah komunitas

h. Memiliki rasa humor

i. Membina integrasi[25]

Kepemimpinan kepala sekolah juga harus didukung oleh pola pendekatan yang efektif. Burns,[26] sebagaimana dikutip oleh Soekarto Indrafachrudi, mengeksplorasi pendekatan kepemimpinan behavioral meliputi :

a. Pada dasarnya kepemimpinan adalah mempengaruhi orang-orang yang dipimpin.

b. Melakukan sesuatu untuk mencapai tujuannya.

c. Tujuan tersebut mewakili nilai-nilai dan motivasi, keperluan dan kebutuhan, cita-cita dan harapan.

d. Tujuan adalah milik pemimpin dan yang dipimpin.

e. Kepemimipinan harus menggunakan kekuasaan atau kemampuan.

f. Power atau kekuasaan berasal dari kebutuhan dan tujuan bawahan atau yang terpimpin.

g. Hakikat hubungan antara pemimpin dan terpimpin adalah interaksi pribadi.

h. Dalam interaksi itu mengandung tingkat yang berbeda-beda dalam motivasi, potensi, kemampuan, termasuk ketrampilan.

i. Interaksi itu dalam rangka mencapai tujuan umum atau tujuan khusus yang telah disetujui bersama.

Pola kepemimpinan seperti yang telah dipaparkan di atas tidak akan banyak mempunyai manfaat manakala tidak didukung dengan sikap mental yang posistif sebagai pemimpin. Dalam mengembangkan kepemimpinan, seorang kepala sekolah harus juga seorang entrepreneur, yang ditandai dengan kemandirian, inovasi tinggi, dan tangguh. Ibarat bangunan, sikap mental ini menjadi pondasi dasar bagi para pemimpin pendidikan yang berbakat.

2. Entrepreneurship dalam mengembangkan organisasi sekolah yang unggul.

Di samping memiliki kecakapan kepemimpinan yang baik, kepemimpinan kepala sekolah juga harus ditunjang dengan organisasi yang baik pula. Menurut Quigley, sebagaimana dikutip oleh Sagala, ada lima kriteria organisasi pendidikan efektif yang mengarah pada keunggulan,[27] yaitu :

a) Kualitas (quality) : Organisasi memberikan kualitas pelayanan yang tertinggi kepada pelanggan untuk menjamin kepuasan mereka.

b) Pertumbuhan (growth) : Menjamin adanya pertumbuhan jangka panjang dan pertumbuhan pasar secara kompetitif.

c) Orang-orang (people) : Menjamin institusi pendidikan mempunyai orang-orang yang diperlukan untuk mengemban visi dan misi.

d) Tingkah laku etis (ethical conduct) : Mengatur tindakan yang konsisten mengacu pada kualitas sebagai standar pertumbuhan utama dari organisasi dan memaksimalisasi nilai-nilai pencapaian visi dan misi.

e) Keuangan (financial) : Kemampuan memelihara dan mengelola anggaran secara konsisten sebagai faktor utama pertumbuhan dan memaksimalkan nilai pemakainya.

Kecakapan kepemimpinan dan potensi organisasi yang ideal ini harus dibarengi dengan mental entrepreneurship, sehingga kecakapan tersebut dapat didayagunakan untuk memajukan pendidikan. Mentalitas ini dibutuhkan agar kecakapan pemimpin menjadi berdayaguna. Kecakapan yang tidak dibarengi dengan semangat dan mentalitas yang baik, tentu tidak banyak menghasilkan manfaat yang berarti. Pengetahuan tinggal pengetahuan karena tidak dibarengi dengan semangat, keberanian untuk bertindak dan ketangguhan seorang entrepreneur.

Ke depan, Kepala Sekolah, di samping memiliki kompetensi yang mendalam dalam kependidikan ataupun manajerial pendidikan, juga harus sebagai seorang entrepreneur. Hal ini mutlak dibutuhkan karena, di samping harus mampu mengelola jalannya pendidikan, juga harus mampu dan mempunyai keberanian untuk melakukan inovasi dan perubahan, mempunyai mental kompetitif serta mempunyai kemandirian yang tinggi. Dalam konteks inilah sesungguhnya sikap mental entrepreneurship dibutuhkan dalam pengelolaan pendidikan.

Mentalitas ini menemukan momentumnya di tengah persaingan pendidikan yang sangat ketat, keterbatasan kemampuan negara untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat secara merata, masih bercokolnya mentalitas lama yang tidak inovatif dalam birokrasi pendidikan serta masih rendahnya sumber daya manusia dalam pendidikan di Indonesia.

BAB : III

K E S I M P U L A N

1. Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya, mengharuskan penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan manajemen, penguasaan strategi, serta pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan ketrampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat, sehingga sekolah melalui program-program pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru yang kompetitif.

2. Entrepreneurship adalah kemampuan untuk mengkreasi manfaat dari apapun yang ada di dalam diri dan lingkungan sekitar, dengan kemampuan untuk mendayagunakan berbagai potensi yang ada disekitarnya serta mengupayakan tercapainya keadaan yang lebih baik dari kondisi yang kurang baik dan tidak menguntungkan.

3. Mentalitas entrepreneurship sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah untuk menjadikan seorang kepala sekolah tidak hanya mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, akan tetapi juga mempunyai keberanian untuk mandiri, mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk maju dan mampu mengelola potensi pendidikan yang dimiliki.

4. Kepala sekolah harus mengembangkan kepemimpinan transformasional yang mampu membangun perubahan dalam tubuh organisasi sekolah sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan dengan memberdayakan seluruh komunitas sekolah melalui komunikasi yang terarah, agar pengikut dapat bekerja lebih energik dan terfokus, sehingga pengajaran dan pembelajaran menjadi transformatif dengan dibarengi penataan organisasi yang baik dan kredibel.

Daftar Pustaka

Arifin M, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja, Yogyakarta, Teras, Cet ke I, 2010

Danim, Sudarwan dan Suparno, Manajeman Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan, Jakarta : Rineka Cipta, 2009.

Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, alih bahasa: Budi Supriyanto, Jakarta,Penerbit PT : Indeks, Edisi Kelima, 2005

Indrafachrudi , Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2006.

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Penerbit : Erlangga, 2010

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, Remaja Rodyakarya, 2002

Kertajaya, Hermawan dan Muhammad Syakir Sula, Syari'ah Marketing, Bandung : Mizan, 2006.

PERMENDIKNAS RI No. 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

Sagala, Syaiful, Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2008.

Sanusi, Pendidikan alternatif, Yogyakarta, Grafindo, Medi Pratama, 1998.

Tan, Mely G, Beberapa Catatan Tentang Aspek Sosial-Politik dan Budaya Keswadayaan, Katalog Digital, Qaryah Thayyibah, Artikel - Th. I - No. 5 - Juli 2002.

Tinaprilla, Netti, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007.



[1] Netti Tinaprilla, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 56.

[2]Ibid., hlm. 56.

[3] M. Arifin, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja, ( Yogyakarta, Teras, Cet ke I, 2010 ), 3

[4] Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, alih bahasa: Budi Supriyanto, ( Jakarta,Penerbit PT : Indeks, Edisi Kelima, 2005 ), 3

[5]Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, ( Penerbit : Erlangga, 2010 ), 286

[6] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, ( Bandung, Remaja Rodyakarya, 2002 ), 120

[7] Sanusi, Pendidikan alternatif, ( Yogyakarta, Grafindo, Medi Pratama, 1998 ), 87

[8]Netti Tinaprilla, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2007), 56.

[9]Ibid., hlm 57.

[10]Mely G. Tan, Beberapa Catatan Tentang Aspek Sosial-Politik dan Budaya Keswadayaan. (Katalog Digital, Qaryah Thayyibah, Artikel - Th. I - No. 5 - Juli 2002).

[11] Netti Tinaprilla, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, hlm. 56.

[12] Ibid., hlm. 57.

[13] Ibid., hlm. 58.

[14]Sudarwan Danim dan Suparno, Manajeman Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan, (Jakarta ; Rineka Cipta, 2009), hlm. 36.

[15]Netti Tinaprilla, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, hlm. 72.

[16]Ibid., hlm. 73.

[17] Hermawan Kertajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syari'ah Marketing, (Bandung ; Mizan, 2006), hlm. 18.

[18]Ibid., hlm. 19.

[19] Netti Tinaprilla, Jadi Kaya Dengan Berbisnis di Rumah, hlm. 74.

[20] PERMENDIKNAS RI No. 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

[21]Sudarwan Danim dan Suparno, Manajeman Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan, (Jakarta ; Rineka Cipta, 2009), hlm. 62.

[22] Ibid., hlm, 62.

[23] Ibid., hlm. 55.

[24]Ibid., hlm. 87.

[25]Ibid., hlm. 106.

[26]Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 40.

[27] Syaiful Sagala, Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan, (Bandung ; Alfabeta, 2008), hlm. 245.

1 komentar: