Jumat, 07 Oktober 2011

ZUHUD DAN TAWAKAL


ZUHUD DAN TAWAKAL

created and Posted, http://referensiagama.blogspot.com

by sariono sby

PENGERTIAN ZUHUD DAN TAWAKKAL

1. Zuhud

Menurut bahasa zuhud berasal dari kata dasar zahada yazhadu zuhdan, yang berarti meninggalkan atau menghindar. Yakni meninggalkan atau menghindar dari kesenangan duniawi yang berlebih-lebihan misalnya dalam hal makanan, pakaian, rumah atau kendaraan karena pengabdian kepada Allah SWT melebihi dari segalanya.

Menurut istilah zuhud memiliki beberapa pengertian :

a. Ibnu Taimiyah, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat”.

b. Imam Al Qusyairy, ”Zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta”.

c. Imam Al Ghazali, ”Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia sesuai dengan kadar kemampuannya”.

d. Hasan Al-Bashri, ”Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran”.

Dari empat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa zuhud adalah suatu sikap hidup di mana seseorang tidak terlalu mementingkan harta kekayaan dunia atau dunia. Harta kekayaan atau dunia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hakiki yakni kehidupan akhirat.

Beberapa firman Allah SWT terkait dengan sifat Zuhud :

a. QS An Nisa ayat 77 :

3 ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ׎öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# Ÿwur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù ÇÐÐÈ

"... Katakanlah: ’kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.

b. QS Luqman ayat 33 :

( Ÿxsù ãNà6¯R§äós? äo4quysø9$# $u÷R9$# Ÿwur Nà6¯R§äótƒ «!$$Î/ ârãtóø9$# ÇÌÌÈ

”... maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.

c. QS Al Kahfi ayat 7 :

$¯RÎ) $oYù=yèy_ $tB n?tã ÇÚöF{$# ZpoYƒÎ $ol°; óOèduqè=ö7oYÏ9 öNåkšr& ß`|¡ômr& WxyJtã ÇÐÈ

”Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”.

d. QS Asy Syura ayat 20 :

`tB šc%x. ߃̍ムy^öym ÍotÅzFy$# ÷ŠÌtR ¼çms9 Îû ¾ÏmÏOöym ( `tBur šc%x. ߃̍ムy^öym $u÷R9$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB $tBur ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# `ÏB A=ŠÅÁ¯R ÇËÉÈ

”Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”.

e. QS Al Hadid ayat 23 :

ŸxøŠs3Ïj9 (#öqyù's? 4n?tã $tB öNä3s?$sù Ÿwur (#qãmtøÿs? !$yJÎ/ öNà69s?#uä 3 ª!$#ur Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC Aqãsù ÇËÌÈ

“ (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

Para ulama Tasawuf membagi zuhud ke dalam beberapa tingkatan, antara lain :

a. Imam Ahmad bin Hanbal :

1) Zuhud Awam, dengan meninggalkan barang yang haram,

2) Zuhud Khawas, dengan meninggalkan barang yang halal,

3) Zuhud ’Arif, dengan meninggalkan apa saja yang menghalanginya dari Allah SWT.

b. Imam Abu Nashr As Sarraj At Tusi :

1) Zuhud Mubtadi’ (tingkat pemula), yakni orang yang tidak memiliki sesuatu dan hatinya-pun tidak ingin memilikinya.

2) Zuhud Mutahaqqiq (tingkat orang yang telah mengenal hakekat zuhud), yakni orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari harta benda duniawi karena tahu dunia tidak mendatangkan keuntungan baginya.

3) Zuhud ‘Alim Muyaqqin (tingkat orang yang memandang bahwa dunia tidak memiliki nilai), yakni orang yang memandang bahwa dunia ini hanyalah sesuatu yang dapat melalaikan dari mengingat Allah SWT.

c. Iman Al Ghazali :

1) Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik,

2) Meninggalkan keduniaan karena menginginkan sesuatu yang bersifat keakhiratan,

3) Meninggalkan segala sesuatu selain Allah SWT, karena rasa cintanya hanya tertuju kepada Allah SWT.

Kebalikan dari sifat zuhud adalah hubbuddunya (berlebih-lebihan mencintai dunia/harta benda). Orang yang hubbuddunya digambarkan oleh Allah SWT sebagai orang yang suka mencela dan mengumpulkan harta benda. Perhatikan QS Al Humazah berikut ini !

×@÷ƒur Èe@à6Ïj9 ;otyJèd >otyJ9 ÇÊÈ Ï%©!$# yìuHsd Zw$tB ¼çnyŠ£tãur ÇËÈ Ü=|¡øts ¨br& ÿ¼ã&s!$tB ¼çnt$s#÷{r& ÇÌÈ žxx. ( ¨bxt6.^ãŠs9 Îû ÏpyJsÜçtø:$# ÇÍÈ !$tBur y71u÷Šr& $tB èpyJsÜçtø:$# ÇÎÈ â$tR «!$# äoys%qßJø9$# ÇÏÈ ÓÉL©9$# ßìÎ=©Üs? n?tã ÍoyÏ«øùF{$# ÇÐÈ $pk¨XÎ) NÍköŽn=tã ×oy|¹÷sB ÇÑÈ Îû 7uHxå ¥oyŠ£yJB ÇÒÈ

1. kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,

2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,

3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,

4. sekali-kali tidak! sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.

5. dan tahukah kamu apa Huthamah itu?

6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,

7. yang (membakar) sampai ke hati.

8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,

9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

2. Tawakal

Menurut bahasa tawakal berasal dari kata dasar wakkala yang artinya mewakilkan atau menyerahkan. Yakni mewakilkan atau menyerahkan suatu urusan kepada orang lain yang karena sesuatu hal dirinya tidak bisa melakukannya. Sedangkan menurut istilah tawakal adalah berserah diri kepada Allah dalam menghadapi suatu pekerjaan atau keadaan. Dalam penerapannya tawakal merupakan tumpuan terakhir dalam suatu usaha dan perjuangan, artinya berserah diri kepada Allah (tawakal) itu sesudah melakukan ikhtiar nyata semaksimal mungkin sesuai kemampuan.

Beberapa firman Allah SWT terkait dengan sifat Tawakal :

a. QS Ali Imran ayat 159 :

( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ

“… kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

b. QS Ali Imran ayat 160 :

bÎ) ãNä.÷ŽÝÇZtƒ ª!$# Ÿxsù |=Ï9$xî öNä3s9 ( bÎ)ur öNä3ø9äøƒs `yJsù #sŒ Ï%©!$# Nä.çŽÝÇZtƒ .`ÏiB ¾ÍnÏ÷èt/ 3 n?tãur «!$# È@©.uqtGuŠù=sù tbqãYÏB÷sßJø9$# ÇÊÏÉÈ

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal”

c. QS Al Maidah ayat 23 :

tA$s% ÈbŸxã_u z`ÏB tûïÏ%©!$# šcqèù$sƒs zNyè÷Rr& ª!$# $yJÍköŽn=tã (#qè=äz÷Š$# ãNÍköŽn=tã šU$t6ø9$# #sŒÎ*sù çnqßJçGù=yzyŠ öNä3¯RÎ*sù tbqç7Î=»xî 4 n?tãur «!$# (#þqè=©.uqtGsù bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÌÈ

“berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

d. QS At Thalaq ayat 3 :

4 `tBur ö@©.uqtGtƒ n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym 4 ¨bÎ) ©!$# à÷Î=»t/ ¾Ín̍øBr& 4 ôs% Ÿ@yèy_ ª!$# Èe@ä3Ï9 &äóÓx« #Yôs% ÇÌÈ

“… dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

d. QS At Taubah ayat 51 :

@è% `©9 !$uZu;ÅÁムžwÎ) $tB |=tFŸ2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ

”Katakanlah: "sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."

Imam Al Ghazali membagi tawakal ke dalam beberapa tingkatan :

a. Bidayah (tingkat pemula), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu merasa tentram terhadap apa yang sudah dijanjikan Allah SWT.

b. Mutawasithah (tingkat pertengahan), yakni tawakal pada tingkat hati yang selalu merasa cukup menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. karena merasa yakin bahwa Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.

c. Nihayah (tingkat tinggi), yakni tawakal pada tingkat terjadi penyerahan diri seseorang pada ridla atau merasa lapang menerima segala ketentuan Allah SWT.

Tawakal pada tingkat pertama disebut Tawakkalul Wakil (tawakalnya orang mukmin biasa), yakni seseorang mempercayakan urusannya kepada sang wakil, yaitu Allah SWT, karena merasa yakin bahwa Allah SWT merasa belas kasihan terhadap hamba-Nya. Sedangkan Tawakal pada tingkat kedua dan ketiga disebut Tawakkalut Taslim (tawakalnya para nabi dan wali, yakni seseorang sudah tidak lagi membutuhkan sesuatu selain hanya kepada Allah SWT, karena merasa yakin bahwa Allah SWT telah mengetahui keadaan dirinya.

Sedangkan dari segi obyeknya tawakal terbagi menjadi dua macam :

a. Tawakkal kepada Allah SWT.

Menyerahkan diri dan segala urusan hanya kepada Allah SWT. Tawakal seperti ini hukumnya wajib, karena dengan tawakal hanya kepada Allah SWT iman menjadi sempurna, sedangkan menyempurnakan iman merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

b. Tawakkal kepada selain Allah SWT.

1) Tawakkal kepada selain Allah SWT dalam hal-hal yang menjadi urusan Allah, misalnya menyerahkan urusan rizki dan syafa’at (pertolongan) kepada arwah para kyai dan guru yang sudah wafat atau kepada patung/berhala. Tawakal seperti ini hukumnya haram, karena termasuk kategori syirik akbar (syirik besar).

2) Tawakkal kepada selain Allah SWT dalam hal-hal yang termasuk urusan manusia, misalnya menyerahkan urusan perekonomian, keamanan atau kesehatan kepada orang lain yang dianggap kompeten (memiliki keahlian dalam bidang itu). Tawakal seperti ini hukumnya mubah (boleh), dengan catatan tetap bertawakal kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang dapat memberi petunjuk dan kemudahan kepada mereka dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan. Dengan demikian berhasil tidaknya urusan itu tidak terlepas dari kehendak Allah SWT.

CONTOH PERILAKU ZUHUD DAN TAWAKAL

1. Zuhud

Untuk menampilkan contoh perilaku zuhud, perhatikan narasi berikut ini !

Abu Bakar Shiddiq, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf adalah sahabat Nabi Muhammad Saw. yang kaya raya. Harta benda yang dimiliki para sahabat mereka peroleh dari bekerja dengan cara yang benar, halal dan tidak ada unsur penipuan. Harta benda tersebut dinafkahkan di jalan Allah, yakni untuk ibadah, menyantuni kaum duafa dan mendukung perjuangan dan dakwah Islam. Pengabdian mereka kepada Allah SWT, sama sekali tidak terpengaruh oleh harta benda yang mereka miliki. Ketiga sahabat tersebut adalah orang yang kaya raya, tetapi mereka tetap hidup dalam keadaan zuhud.

Kondisi demikian bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada sahabat Tsa’labah. Ketika miskin dia selalu shalat berjamaah bersama Rasulullah dan menempati shaf pertama. Tetapi ketika dia sudah menjadi orang yang kaya dia lupa berjamaah, bahkan ketika ayat tentang zakat disampaikan kepadanya, dia enggan membayar zakat. Pengabdiannya terhadap Allah SWT, terpengaruh oleh hartanya, bahkan tidak mau membayar zakat yang diwajibkan kepadanya. Tsa’labah sungguh telah menjadi orang yang hubbuddunya.

Berdasarkan narasi di atas, maka contoh perilaku zuhud adalah sebagai berikut :

a. Senantiasa mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah SWT, meskipun sedikit.

b. Senantiasa merasa cukup, meskipun harta yang dimiliki hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

c. Senantiasa menggunakan harta yang dimiliki sebagai penunjang kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT.

d. Senantiasa berpenampilan sederhana, baik dari segi sandang, papan maupun pangan.

e. Senantiasa mengutamakan cintanya kepada Allah SWT, daripada kecintaannya terhadap dunia.

2. Tawakal

Untuk menampilkan contoh perilaku tawakal, perhatikan narasi berikut ini !

Suatu ketika seorang sahabat datang ke masjid dengan menunggang unta. Sesampainya di depan masjid ia bergegas masuk masjid dengan meninggalkan untanya tanpa diikat dengan alasan tawakkal kepada Allah swt. Ketika hal itu diketahui oleh Rasulullah Saw., beliau bersabda, ”ikatlah untamu dahulu, baru kamu tawakkal”.

Dalam perjalanan hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw. dan sahabat Abu Bakar Shiddiq singgah di gua Tsur untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy. Ternyata kaum kafir Quraisy sampai juga dimulut dua. Abu Bakar merasa ketakutan, tetapi dengan tenang Rasulullah Saw. bersabda, ”jangan takut, sesungguhnya Allah bersama kita”.

Suatu saat Rasulullah Saw. ditodong dengan pedang dan hendak dibunuh oleh seorang preman Quraisy yang bernama Da’tsur. Dengan sombongnya, Da’tsur berkata, ”hai Muhammad, dalam kondisi seperti ini siapa yang akan menolongmu ? Dengan tegas Rasulullah Saw. menjawab, ”Allah”. Jawaban Rasulullah Saw. tersebut membuat Da’tsur tersungkur tidak berdaya di hadapan Rasulullah Saw. bahkan akhirnya Da’tsur masuk Islam

Berdasarkan narasi di atas, maka contoh perilaku tawakal adalah sebagai berikut :

a. Senantiasa beryukur atas karunia Allah SWT, dan bersabar jika tidak mendapatkannya.

b. Senantiasa merasa tenang dan tentram serta tidak berkeluh kesah dan gelisah.

c. Senantiasa berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan karunia Allah SWT.

d. Senantiasa menerima segala ketentuan Allah SWT, dan ridla terhadap keadaan.

e. Senantiasa berusaha memberikan manfaat kepada orang lain.

PEMBIASAAN PERILAKU ZUHUD DAN TAWAKAL

DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

1. Zuhud

Zuhud merupakan inti dari ajaran Tasawuf. Pemahaman zuhud bukanlah membenci kehidupan dunia dan mengisolir diri dari keramaian dunia dengan mengabaikan kewajiban menafkahi keluarga. Zuhud bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan membuang harta. Zuhud adalah benteng dari sikap sombong, kikir, serakah dan bermewah-mewahan. Kehancuran seseorang dan bahkan sebuah bangsa bercirikan pada keempat sikap tersebut.

Agar bisa bersikap zuhud, Imam Al-Ghazali memberikan tuntunan sebagai berikut :

a. Memaksa diri untuk mengendalikan hawa nafsunya.

b. Sukarela meninggalkan pesona dunia karena dipandang kurang penting.

c. Tidak merasakan zuhud sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa baginya.

Untuk membiasakan perilaku zuhud dalam kehidupan sehari-hari, perhatikanlah ciri-ciri berikut ini :

a. Tidak berkebihan ketika mendapat pujian dari orang lain

b. Dunia bukan tujuan tapi sarana untuk menuju akhirat

c. Giat berusaha, beramal, bekerja dan beibadah

d. Ikhlas beramal dan tidak rakus terhadap dunia

e. Hidup sederhana walaupun kaya raya.

2. Tawakal

Tawakal merupakan bekal hidup orang beriman yang bisa menjadikan dirinya tabah dalam menghadapi apapun bentuk cobaan hidup atau musibah yang menimpa. Dengan sikap tawakal seorang mukmin akan merasa tenang dan tentram dalam hidupnya. Jika mendapat anugerah atau kebaikan, ia sadar bahwa Allah yang memberi semua itu, sehingga ia selalu bersyukur. Sebaliknya jika mendapat musibah atau kesulitan, ia sadar bahwa semua itu datang dari Allah sebagai ujian dan yakin bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan dan hikmah yang di dalamnya.

Agar dapat bersikap tawakal, Imam Al Ghazali memberikan tuntunan sebagai berikut :

a. Berusaha memperoleh sesuatu yang bermanfaat

b. Berusaha menjadikan sesuatu yang dimiliki selalu bermanfaat

c. Berusaha menolak dan menjauhkan diri dari sesuatu yang menimbulkan mudlarat (bahaya/bencana)

d. Berusaha menghilangkan mudlarat yang menimpa dirinya

Untuk membiasakan perilaku tawakal dalam kehidupan sehari-hari, perhatikanlah ciri-ciri berikut ini :

a. Selalu menerima ketentuan Allah SWT dan tidak pernah gelisah dan berkeluh kesah

b. Selalu bersyukur atas karunia Allah SWT dan bersabar jika mendapat musibah

c. Selalu berserah diri kepada Allah SWT dan giat berusaha atau ikhtiar.

d. Selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.

3 komentar: