Selasa, 01 Februari 2011

SEKILAS TENTANG KITAB MABAHITS FI ULUM AL-QUR’AN KARYA MANNA’ KHALIL AL-QATHTHAN


SEKILAS TENTANG
KITAB MABAHITS FI ULUM AL-QUR’AN
KARYA MANNA’ KHALIL AL-QATHTHAN
by sariono sby


A. Riwayat hidup Manna’ Khalil Al-Qaththan
Syaikh Manna Khalil al-Qaththan, adalah seorang ulama terkenal yang juga mantan Ketua Mahkamah Tinggi di Riyadh dan sekarang beliau pengajar di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh Arab Saudi. Beliau mengupas dengan sangat lengkap, cermat, dan menyeluruh mengenai seluk-beluk Al Qur’an. Yang dituangkan dalam karyanya yang sangat terkenal dengan judul “Mabahits Fi Ulumi Al-Qur’an”.
Mabahits fi Ulum al-Qur’an termasuk karya Manna’ Khalil al-Qaththan yang cukup terkenal. Karena kitab tersebut pembahasannya cermat sekali dan menyeluruh mengenai seluk beluk Al-Qur’an.
B. Resume kitab Mabahits fi Ulum al-Qur’an
Kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an dimulai dengan pembahasan tentang perbedaan Al-Qur’an dengan Hadist Qudsi, Hadist Qudsi dengan Hadist Nabawi. Al-Qur’an adalah Risalah Allah kepada manusia semuanya, yang mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab terdahulu, karena kitab-kitab terdahulu diperuntukkan bagi satu kaum dan satu waktu tertentu. Sedangkan Al-Qur’an untuk semua umat manusia dan Waktu kapan saja. Hadist Qudsi adalah hadist yang oleh Nabi Muhammad Saw. disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka Rasulullah menjadi perawi kalam Allah dengan lafal dari Nabi sendiri. Sedangkan hadist Nabawi ialah kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya atau wahyu. Baik dalam keadaan jaga ataupun dalam keadaan tidur.
Kemudian tentang wahyu: di dalam kitab ini dibahas tentang ciri-ciri dan perbedaan ayat-ayat Makki dan Madani, serta ayat yang pertama turun dan yang terakhir turun. Untuk ciri-ciri khas ayat makki diantaranya setiap surat yang didalamnya mengandung sajdah maka surat itu tergolong surat makki, sedangkan ciri khas surat madani diantaranya setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah madani. Adapun untuk membedakan antara surat makki dan madani, para ulama’ mempunyai tiga pandangan, yaitu: dari segi waktu turunnya, dari segi tempat turunnya, dan dari segi sasarannya. Sedangkan mengenai ayat pertama turun, menurut Manna’ Khalil al-Qaththan pendapat yang paling sahih adalah firman Allah Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang didasarkan pada hadist Nabi. Meskipun ada pendapat yang mengatakan ayat pertama yang turun adalah Ya Ayyuhal Mudassir, Surat Al-Fatikhah, dan lafal Basmalah. Untuk ayat terakhir yang diturunkan adalah Surat Al-Maidah ayat 3. Meskipun banyak juga pendapat lain.
Mengenai Asbabun Nuzul, di dalam kitab ini dibahas sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan perlunya mengetahui dan perhatian ulama’ tentang Asbabun Nuzul. Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. Ilmu tentang Asbabun Nuzul sangat penting sekali karena untuk menafsirkan Al-Qur’an ilmu ini sangat diperlukan. Sehingga ada ulama’ yang mengkhususkan diri dalam pembahasan mengenai Asbabun Nuzul. Contoh, Ali bin Madini (Guru Bukhori), al-Wahidi, al-Ja’bari.
Cara turunnya al-Qur’an, ada pendapat bahwasannya al-Qur’an diturunkan secara sekaligus. Hal ini berdasar Firman Allah sebagai berikut:
انا انزلنا ه فى ليلة القدر (القدر: 1)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (al-Qur’an) pada malam Lailatul Qadar”. (al-Qadr: 1)
Ayat tersebut di atas bertentangan dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah, dimana al-Qur’an turun kepadanya selama 23 tahun. Dalam hal ini, para ulama’ mempunyai dua madzab pokok, yaitu:
1. pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan pegangan oleh umumnya ulama. Yang dimaksud turunnya al-Qur’an ayat di atas ialah turunnya al-Qur’an sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad secara bertahap selama 23 tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak ia diutus sampai wafatnya. Ia tinggal di Mekkah sesudah diutus menjadi Nabi selama 13 tahun dan sesudah hijrah ke Madinah selama 10 tahun.
2. Madzab kedua diriwayatkan oleh asy-Sya’bi. Yang dimaksud turunnya al-Qur’an dari ayat di atas ialah permulaan turunnya kepada Rasulullah dimulai pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Kemudian turunnya berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama 23 tahun. Dengan demikian, al-Qur’an hanya satu macam cara turunnya, yaitu secara bertahap kepada Rasulullah.
3. Madzab ini adalah hasil ijtihad sebagian Mufassir, berpendapat bahwa al-Qur’an diturunkan ke langit dunia selama 23 malam Lailatul Qadar, yang pada setiap malamnya selama Lailatul Qadar itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan ke langit dunia di malam Lailatul Qadar untuk masa 1 tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah sepanjang tahun.
Hikmah diturunkannya al-Qur’an secara bertahap, antara lain:
- Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah
- Tantangan dan Mu’jizat Rasulullah
- Mempermudah hafalan dan pemahaman al-Qur’an
- Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum
- Bukti yang pasti bahwa al-Qur’an diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji
Pengumpulan al-Qur’an (Jam’ul Qur’an) adalah Huffazuhu yakni penghafal-penghafalnya/ orang yang menghafal al-Qur’an di dalam hati.
Pada masa Rasulullah telah mengangkat para penulis Wahyu al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti: Ali, Muawiyah, Ubai bin kaab, dan Zaid bin Tsabit. Setelah itu dilanjutkan pada masa Abu bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan seterusnya hingga al-Qur’an sampai pada saat ini.
Mengenai turunnya al-Qur’an dengan tujuh huruf. Sebagian besar ulama’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna, dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah lafaz sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dalam kitab ini juga diadakan tarjih dan analisis mengenai tujuh huruf itu.
Adapun hikmah turunnya al-Qur’an dengan tujuh huruf diantaranya adalah untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi yang setiap kabilahnya mempunyai dialek berbeda-beda.
Menurut istilah ilmiah, Qira’at adalah salah satu madzab/ aliran pengucapan al-Qur’an yang dipilih oleh seorang imam Qurra’ sebagai suatu madzab yang berbeda dengan madzab lainnya. Dalam hal ini, juga dipaparkan mengenai macam-macam Qira’at, hukum, kaidah, tujuh imam, faedah qira’at, dan adab membaca al-Qur’an. Sampai-sampai disinggung juga mengenai mengajarkan al-Qur’an dan menerima upah/bayaran atasnya.
Adapun kaidah-kaidah yang diperlukan para mufassir, diantaranya: Damir (kata ganti), Ta’rif, Tankir, Isim, Mufrad dan jamak, Mutaradif (sinonim), jumlah Ismiyah, jumlah Fi’liyah, ‘Ataf, lafaz Kana, dan lafaz Fa’ala.
Dalam kitab ini juga memaparkan tentang perbedaan Muhkam dan Mutasyabih. Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Sedangkan Mutasyabih adalah Mutamasil (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, Tasyabih al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain.
Selanjutnya pembahasan mengenai ‘Amm dan Khass. ‘Amm adalah lafaz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. Sedangkan Khass adalah lawan dari “Amm, karena ia tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa pembatasan, Kalau Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafaz “Amm.
Mengenai Nasikh dan Mansukh. Nasikh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain. Sedangkan Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Selanjutnya juga dibahas mengenai ruang lingkup Nasakh, pedoman mengetahui dan manfaat Nasikh, dalil ketetapannya, pembagian, macam-macam Nasikh, dan lain sebagainya.
Dalam kitab ini selanjutnya membahas tentang Mutlaq dan Muqayyad. Mutlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid (pembatas). Sedangkan Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan Qayid (batasan). Disebutkan juga tentang macam-macam dan status hukum Mutlaq dan Muqayyad.
Selanjutnya, Mantuq dan Mafhum. Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Sedangkan Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak didasarkan pada bunyi ucapan.
I’jaz (kemukjizatan) al-Qur’an adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan. al-Qur’an al-Karim digunakan Nabi untuk menantang orang-orang Arab tetapi mereka tidak sanggup menghadapinya. Padahal mereka sedemikian tinggi tingkat fashahah dan balagahnya. Hal ini tiada lain karena al-Qur’an adalah mukjizat.
Mengenai Amsalul Qur’an. Amsal adalah bentuk jamak dari masal, kata masal, misil, dan masil adalah sama dengan syabih, syibh, dan syabih, baik lafaz maupun maknanya. Selanjutnya dibahas tentang macam-macamnya dan faedah-faedah Amsal.
Aqsamul Qur’an adalaj jamak dari qasam yang berarti al-Hiilf dan al-Yamin yakni sumpah. Selanjutnya faedah, Muqsam Bih dalam al-Qur’an, macam-macam, hal ihwal Qasam, dan lain sebagainya.
Adapun masalah jadal (debat) dalam al-Qur’an. Jadal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. al-Qur’an dalam berdebat dengan para penantangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an. Kisah berasal dari kata al-Qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Kata al-Qasas adalah bentuk masdar. Adapun macam-macam kisah dalam al-Qur’an banyak sekali, diantaranya: kisah para Nabi, kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lalu, dan kisah yang berhubungan pada masa Rasulullah.
Terjemah dalam al-Qur’an dapat digunakan dalam dua arti: pertama, Terjemah Harfiyah yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. Kedua, Terjemah Tafsiriyah/ Maknawiyah yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Selanjutnya dibahas tentang tafsir dan Ta’wil. Tafsir secara bahasa adalah berasal dari kata al-Fasr yang berarti menjelaskan. Sedangkan tafsir menurut istilah adalah sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan yaitu ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an, tentang petunjuk, hukum, dan makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. Adapun Ta’wil adalah berasal dari kata Aul yang berarti kembali ke asal. Selanjutnya dijelaskan mengenai perbedaan antara keduanya dan keutamaan tafsir.
Kemudian masalah yang dibahas adalah syarat-syarat dan adab bagi Mufassir, diantaranya: Akidahnya yang benar, bersih dari hawa nafsu, menafsirkan lebih dahulu al-Qur’an dengan al-Qur’an bukan yang lainnya, dan mencari penafsiran dari sunnah. Selain itu, juga diterangkan mengenai perkembangan tafsir dari zaman nabi dan sahabat dan tabi’in. selanjutnya dibahas juga mengenai metode tafsir, yaitu: Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bir Ra’yi, juga dijelaskan cara menghindari cerita-cerita Israiliyat.
Di akhir kitab ini juga dijelaskan contoh kitab-kitab tafsir yang terkenal. Dan juga biografi mengenai para mufassir. Seperti: Tafsir Ibnu Abbas, Jami’ul Bayan fi Tafsirul Qur’an oleh at-Tabari, dan Tafsirul Qur’anil Azim oleh Ibn Katsir.
C. Keistimewaan dan kelemahan kitab Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an
Keistimewaan kitab ini diantaranya adalah pembahasan yang disajikan oleh Manna’ Khalil al-Qaththan sangat gamblang dan panjang lebar sehingga kita sebagai pembaca mempunyai pandangan yang luas mengenai seluk-beluk studi al-Qur’an. Dimulai dari pembahasan mengenai perbedaan al-Qur’an dengan sunnah sampai biografi para mufassir dari zaman dulu sampai zaman sekarang. Adapun pembahasan dalam setiap tema juga disajikannya secara detail dan rinci. Misalnya: tema mengenai ayat makki dan madani, dalam pembahasan ini disajikannya mulai dari perhatian ulama terhadapnya, faedah mengetahui makki dan madani, pengetahuan tentang makki dan madani, perbedaan antara makki dan madani, ketentuan, dan ciri-ciri khas makki dan madani.
Adapun kelemahan penulisan kitab ini diantaranya: terlalu rinci dan detailnya dalam pembahasan masalah studi al-Qur’an sehingga mengakibatkan pembaca bingung atau kesulitan dalam memahami isinya. Selain itu, penggunaan bahasa arab yang terlalu banyak dalam penjelasan kitab ini juga mengakibatkan pembaca sulit untuk mencerna dan memahami, khususnya untuk pembaca yang kurang paham dengan bahasa Arab.
D. Analisis terhadap kitab Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an
Pembahasan dalam kitab ini menurut hemat kami sangat lengkap, gamblang, dan detail sekali. Hal ini memudahkan para pembaca untuk memahami seluk-beluk mengenai studi al-Qur’an. Pembahasan yang gamblang dapat kita lihat dalam pembahasan mengenai Nasikh dan Mansukh. Dalam Nasikh dan Mansukh dibahas tentang pengertian, syarat-syarat, ruang lingkup, pedoman mengetahuinya, manfaatnya, pendapat tentang Nasikh dan dalil ketetapannya, hikmah, dan Naskh berpengganti dan tidak berpengganti. Demikian lengkap dan detailnya sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman yang untuk mengenai naskh dan mansukh.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan dalam pembahasan kitab ini. Terkadang saking detail dan rincinya pembahasan tentang suatu masalah justru membuat pembaca tambah bingung untuk memperoleh suatu kesimpulan pembahasan yang tepat. Selain itu penggunaan bahasa latin (Arab) yang terlalu banyak juga menambah kebingungan para pembaca, khususnya orang yang awam terhadap bahasa Arab.
Akan tetapi secara garis besar kitab Mabahits fi Ulum al-Qur’an karangan Manna’ Khalil al-Qaththan ini sangat bagus sekali untuk bahan rujukan atau literatur mengenai masalah studi al-Qur’an.
http://referensiagama.blogspot.com

13 komentar:

  1. Assalamualaikum.
    Mabahits itu apa artinya sob? Apakah sama dengan mabahits yg ada di film Ketika cinta bertasbih?
    aku sdh googling cari2 arti kata mabahits tapi hasilnya nihil. aku tunggu jawabannya.

    Wassalamualaikum.

    BalasHapus
  2. Apakah kitab ini sudah ada terjemahnya?

    BalasHapus
  3. biogrfi lengkap tentang khalil manna al qhatan ada

    BalasHapus
  4. Apakah buku ini sudah ada terjemahannya.

    BalasHapus
  5. Maaf mau tanya,adakah judul buku yang membahas tentang biografi syaikh manna' al qaththan?

    BalasHapus
  6. Beda nya kitab mabahis fi ulumil quran dg al itqon karya imam suyuti apa ya bedanya?

    BalasHapus
  7. refrensi atau sumbernya kok ga di cantumkan ?

    BalasHapus
  8. Tanggal lahir Manna Khalil Al -qaththan mu

    BalasHapus