MUNASABAH AYAT DAN SURAT
DALAM AL QUR’AN
by sariono sby
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawâtur (langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Kita sepakat bahwa tidak semua orang dapat dengan cepat menguasai dan memahami kalimat-kalimat yang ada dalam al Qur’a>n. Bahkan untuk sebagian orang, kalimat-kalimat tersebut dirasakan asing. Hal ini dikarenakan ungkapan al Qur’a>n memiliki nilai sastra yang tinggi.
Sejumlah pengamat Barat memandang al-Qur’a>n sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya menimbulkan masalah khusus bagi mereka. Sekalipun bahasa Arab yang digunakan dapat dipahami, terdapat bagian-bagian di dalamnya yang sulit dipahami. Kaum Muslim sendiri untuk memahaminya, membutuhkan banyak kitab Tafsir dan Ulum al-Qur’a>n. Sekalipun demikian, masih diakui bahwa berbagai kitab itu masih menyisakan persoalan terkait dengan belum semuanya mampu mengungkap rahasia al-Qur’a>n dengan sempurna.
Ulum al-Qur’a>n sebagai metodologi tafsir sudah terumuskan secara mapan sejak abad ke 7-9 Hijriyah, yaitu saat munculnya dua kitab Ulum al-Qur’a>n yang sangat berpengaruh sampai kini, yakni al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, karya Badr al-Di>n al-Zarkasyi> (wafat 794 H) dan al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, karya Jala>l al-Di>n al-Suyu>thi> (wafat 911 H).
Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bermunculan ilmu-ilmu yang mempelajari atau mengungkap rahasia kemukjizatan al Qur’a>n, seperti ilmu asba>b al nuzu>l, fawa>tih al suwar, I’ja>z al Qur’a>n, muna>sabah dan tentu saja masih banyak lagi. Pembahasan selanjutnya adalah uraian lebih rinci mengenai muna>sabah dalam al Qur’a>n, mencakup pengertian, perkembangan, macam dan metode muna>sabah sampai pada hubungannya dengan asba>b al nuzu>l serta faedah ilmu muna>sabah terhadap pemahaman al Qur’a>n sebagai pedoman hidup umat islam.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muna>sabah
Manna>‘ Khali>l al Qat}t}a>n dalam buku karyanya Maba>hith fi> ‘Ulu>m al Qur’a>n menerangkan bahwa muna>sabah (korelasi) dalam pengertian bahasa berarti kedekatan. Dikatakan, “si anu muna>sabah dengan si fulan” berarti ia mendekati dan menyerupai si fulan tersebut. Sedangkan dari menurut istilah, muna>sabah ialah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau antara satu surah dengan surah yang lain.
Sedangkan Prof. Dr. H. Abdul Djalal, muna>sabah secara bahasa berarti persesuaian, hubungan atau relevansi. Dan menurut istilah ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surah yang satu dengan ayat atau surah yang lain. Karena itu, sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan ilmu Tana>subi al A
Berbeda dengan kedua pendapat di atas, M. Hasbi ash Shiddiqy membatasi pengertian muna>sabah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja. Al Baghawi menyamakan muna>sabah dengan ta’wi>l. Sedangkan al Zarkashi> dan al Suyu>thi merumuskan bahwa yang dimaksud dengan muna>sabah adalah hubungan yang mencakup antar ayat maupun antar surah. Selanjutnya Manna>’ al Qat}t}a>n mengatakan bahwa muna>sabah mencakup segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, satu ayat dengan ayat yang lain, dan satu surah dengan satu surah yang lain.
Oleh karena itu, muna>sabah al Qur’a>n dapat diartikan sebagai salah satu ilmu yang membahas korelasi urutan ayat al Qur’a>n. Atau dengan kata lain, muna>sabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau surah yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan bahwa, ilmu ini dapat menyingkap rahasia-rahasia antar ayat maupun surah dalam al Qur’a>n sekaligus sanggahan-Nya bagi mereka yang meragukan keberadaan al Qur’a>n sebagai wahyu Allah SWT.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa ilmu muna>sabah bersifat ma’qu>l (rasional). Atas dasar itulah, sebagaimana telah dikemukakan, ilmu ini berupaya menjelaskan segi-segi korelasi antar ayat-ayat dan atau surah-surah dalam al Qur’a>n, baik korelasi itu berupa ikatan antara yang ‘a>m (umum) dengan yang kha>s} (khusus), antara yang abstrak dengan yang kongkrit, antara sebab dengan akibat, antara ‘illat dengan ma’lu>l-nya, antara yang rasional dengan yang irrasional, atau bahkan antara dua hal yang yang kontradiktif.
Menurut penulis sendiri, Ilmu muna>sabah merupakan ilmu yang mempelajari tentang persesuaian, keserasian, atau korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain serta satu surah dengan surah yang lain, sebagaimana pendapat al Zarkashi> dan al Suyu>t}i>. Bukan hanya mencakup hubungan antar ayat saja. Dan tidak terpaksa dicari-cari korelasinya jika memang tidak ada atau tidak ditemukan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Subh}I al S{a>lih.
Dengan demikian, pengertian muna>sabah itu tidak hanya terbatas dalam arti yang sejajar dan paralel saja, tetapi juga kontradiksi yang termasuk dalam ruang lingkupnya. Misalnya ketika al Qur’a>n menerangkan tentang orang-orang mukmin kemudian diiringi dengan penjelasan mengenai orang-orang kafir dan semacamnya. Sebab sebagian dari ayat-ayat atau surah-surah dalam al Qur’a>n itu kadang-kadang merupakan takhs}i>s} terhadap ayat-ayat lain yang bersifat umum.
Selain itu juga, terkadang ayat-ayat tersebut juga berfungsi mengkongkritkan hal-hal yang kelihatannya dianggap abstrak. Adakalanya jika diperhatikan sepintas terkesan seperti tidak ada korelasi antara satu dengan yang lain, baik dengan yang sebelum maupun sesudahnya, karena ayat-ayat tersebut tampak seolah-olah terputus atau terpisah. Namun bila diamati lebih seksama akan nampak jelas adanya muna>sabah (korelasi) yang erat antara satu dengan lainnya.
B. Sikap Para Ulama dan Dasar-dasar Pemikirannya Terhadap Studi Muna>sabah
Ilmu muna>sabah muncul didasarkan pada hasil perenungan serta perhatian yang cermat dan mendalam terhadap susunan serta keterkaitan makna yang terkandung di dalam ayat atau surah dalam al Qur’a>n. Oleh karena itu, terjadi
1. Sikap yang memperhatikan dan mengembangkan studi muna>sabah
Kelompok yang memandang perlunya studi muna>sabah ini muncul pada abad keempat hijriyah ang dipelopori oleh imam Abu> Bakar al Naisaburi> (wafat tahun 324 H), dimana beliau selalu berkata apabila dibacakan ayat-ayat atau surah dalam al Qur’a>n dihadapannya: mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat itu, dan mengapa surah ini diletakkan sesudah surah itu? Beliau ulama pertama yang memperkenalkan ilmu muna>sabah di Baghdad, Irak. Al Naisaburi> selalu mengkritik ulama Baghdad yang tidak mengetahui adanya relevansi antar ayat atau surah. Muhammad ‘Izah Daruzah menyatakan, bahwa semula orang mengira tidak ada hubungan antara satu ayat dengan ayat ataupun surah. Tetapi ternyata setelah dipahami sebagian besar ayat dan surah tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Dr. S{ubh}i as} S{a>lih} dalam kitabnya Maba>hith fi> ‘Ulu>m al Qur’a>n mengemukakan bahwa mencari hubungan antara satu surah dengan surah yang lain adalah sesuatu yang sulit dan sesuatu yang dicari-cari tanpa adanya pedoman dan petunjuk kecuali hanya didasarkan pada tertib surah yang taufiqi. Terkadang surah-surah al Qur’a>n tersebut memiliki asba>b al nuzu>l yang berbeda sehingga yang dilihat adalah maudhu>’ atau topiknya secara umum. Apabila tama>t}u>l (persamaan) atau tasha>buh (persesuaian) antara maudhu>’nya yang dapat diterima secara rasio, maka surah tersebut dikatakan mmuna>sabah atau memiliki hubungan.
Fakhru al Di>n al Ra>zi> (wafat tahun 606 H) merupakan seorang ulama yang menaruh perhatian besar terhadap muna>sabah baik antar ayat maupun antar surah. Sehingga beliau pernah mengatakan mengenai surah al Baqarah, bahwa barang siapa yang menghayati dan merenungkan bagian-bagian dari susunan dan keindahan urutan surah ini, maka pasti ia akan mengetahui bahwa al Qur’a>n merupakan mu’jizat lantaran kefasihan lafal-lafalnya dan ketinggian mutu makna-maknanya. Sedangkan Niza>mu ad Di>n al Nisabury dan Abu> H{ayyan al Andalusi> hanya menaruh perhatian muna>sabah antar ayat saja. Sheikh Izzu al Di>n ibn Abdu al Sala>m berkata: “Munasabah adalah sebuah ilmu yang baik. Tetapi disyaratkan pada hubungan antara pembicaraan itu jika dia terletak pada satu hal yang sama yang bersambungan dari awalnya hingga akhirnya. Jika terletak pada sebab-sebab yang berbeda, maka hubungan itu menjadi tidak ada. Dan siapa yang berusaha untuk menghubungkannya, maka hal tersebut sama artinya dengan mencari sesuatu yang di luar batas kemampuannya.
Dalam menyebutkan mengenai muna>sabah, para mufassir menggunakan beberapa istilah. Al Ra>zi> menggunakan istilah ta’alluq sebagai sinonim dari kata muna>sabah. Hal ini terlihat diantaranya dalam menafsirkan surah Hud ayat 16-17. Shihab al Di>n al Alusi> dalam tafsirnya ru>h al Ma’a>ni> menggunakan istilah tarti>b ketika menjelaskan kaitan antara surah Marya>m dengan surah T{a>ha>. Sayyid Muhammad Rashid Ridha menggunakan dua istilah, yaitu al it is}a>l dan al ta’li>l. Istilah yang digunakannya itu dijumpai ketika menafsirkan surah an Nisa>’ ayat 30. sementara Sayyid Qut}b menggunakan lafal irtiba>t} dalam menafsirkan surah al Baqarah ayat 188.
2. Sikap yang tidak memperhatikan dan menganggap studi muna>sabah tidak diperlukan
Kelompok kedua, yang menganggap muna>sabah tidak perlu diungkap, diantaranya yang paling keras menentang penggunaan muna>sabah dalam penafsiran al Qur’a>n adalah Ma’ru>f Dualibi>. Ia mengatakan: “Maka termasuk usaha yang tidak perlu dilakukan adalah mencari-cari hubungan diantara ayat-ayat dan surah-surah al Qur’a>n. Sebagaimana halnya andaikata urusan itu mengenai satu hal saja, tentang ‘aqa>id, budi pekerti, ataupun mengenai hak-hak dan kewajiban manusia misalnya. Sebenarnya yang dicari itu hanyalah hubungan atas dasar satu atau beberapa prinsip saja”. Al Qur’a>n dalam berbagai ayat yang ditampilkannya hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda’) dan norma umum saja. Dengan demikian tidaklah pada tempatnya bila orang bersikeras dan memaksakan diri mencari korelasi antara ayat-ayat dan surah-surah yang bersifat tafs}i>l.Pemikiran yang sama juga dikemukakan oleh Mahmu>d Shaltu>t, mantan Rektor Universitas al Azha>r dan salah seorang ulama’ modern yang memiliki karya tulis dalam berbagai bidang, termasuk tafsi>r al Qur’a>n.
Terlepas dari sikap para ulama>’ yang pro dan kontra terhadap muna>sabah tersebut, yang pasti adalah bahwa mereka telah berupaya maksimal untuk mencari dan menggali yang terbaik dari kitab suci al Qur’a>n, dengan maksud agar kaum muslimin dimana dan kapan saja memberi perhatian penuh kepada kitab sucinya tersebut sehingga ia dapat memetik petunjuk darinya.
Sedangkan menurut penulis, Ilmu muna>sabah bersifat ijtiha>di>, sehingga wajar jika sebagian ulama tidak menganggap urgensi ilmu ini. Namun, dalam perkembangannya, muna>sabah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penafsiran al Qur’a>n. Apabila belum atau tidak ditemukan hadith tentang Asba>b al nuzu>l suatu ayat maupun surah, atau jika terjadi pertentangan antara hadith yang satu dengan lainnya dalam satu ayat yang sama, maka kedudukan muna>sabah ini menjadi sangat penting dalam menafsirkan al Qur’a>n.s
Kedudukan ilmu muna>sabah sangat penting. Dengan adanya ilmu tersebut, maka akan diketahui keindahan ayat demi ayat bahkan surah demi surah dan tingginya tingkat balaghah al Qur’a>n. Menjadikannya bantahan bagi kaum yang masih meragukan kemurnian dan kebenaran al Qur’a>n. Bagi mufassir, akan mempermudah dalam menafsirkan ayat-ayat. Sehingga al Qur’a>n dapat dipahami secara utuh atau tidak terpenggal-penggal karena adanya muna>sabah.
C. Macam-macam Muna>sabah
Macam-macam muna>sabah dilihat dari dua segi, yang pertama dari segi sifat atau keadaan muna>sabah dan kedua dari segi materi muna>sabah.
1. Macam-macam sifat muna>sabah
Jika ditinjau dari segi sifat muna>sabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah dibagi menjadi dua macam:
a. Persesuaian yang nyata (Dza>hir al Irtiba>t})
Persesuaian yang tampak jelas yaitu persambungan atau persesuaian antara bagian al Qur’a>n yang satu dengan bagian yang lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna jika dipisahkan dengan kalimat yang lain. Maka deretan beberapa ayat yang menerangkan suatu materi terkadang ayat yang satu merupakan penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian, atau pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama.
Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surah al Isra>’
z`»ysö6ß™ ü“Ï%©!$# 3“uŽó r& ¾Ínωö7yèÎ/ Wxø‹s9 šÆÏiB ωÉfó¡yJø9$# ÏQ#t�ysø9$# ’n<Î) ωÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# “Ï%©!$# $oYø.t�»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# çŽ�ÅÁt7ø9$# ÇÊÈ “Maha Suci Allah, yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al Hara>m ke Masjid al Aqs}a> yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat tersebut menerangkan isra’ nabi Muhammad SAW. Selanjutnya ayat kedua dari surah tersebut
$oY÷�s?#uäur Óy›qãB |=»tGÅ3ø9$# çm»oYù=yèy_ur “W‰èd ûÓÍ_t6Ïj9 Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) žwr& (#rä‹Ï‚Gs? `ÏB ’ÎTrߊ Wx‹Å2ur ÇËÈ
“Dan Kami berikan kepada MusabKitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu sebagai petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman Nya), janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.”
Ayat ini menerangkan tentang diturunkannya al Kita>b (Taura>t) kepada nabi Musa AS. Persesuaian atau korelasi antara ayat pertama dengan kedua tersebut tampak jelas dalam hal diutusnya kedua orang nabi dan rasul.
b. Persesuaian yang tidak jelas (Khafiy al Irtiba>t})
Persesuaian atau persambungan yang tidak jelas atau samarnya persesuaian antar bagian al Qur’a>n dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-mmasing ayat atau surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu diat}afkan kepada yang lain atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Contohnya seperti hubungan antara ayat 189 dengan ayat 190 surah al Baqarah. Ayat 189 surah al Baqarah berbunyi:
* š�tRqè=t«ó¡o„ Ç`tã Ï'©#ÏdF{$# ( ö@è% }‘Ïd àM‹Ï%ºuqtB Ĩ$¨Y=Ï9 Ædkysø9$#ur …… ÇÊÑÒÈ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan thabit. Katakanlah, bulan thabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.”
Ayat tersebut menerangkan bulan sabit atau tanggal-tanggal waktu dan untuk jadwal haji. Sedang ayat 190 surah al Baqarah berbunyi:
(#qè=ÏG»s%ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿr߉tG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw �=ÅsムšúïωtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan tentang perintah untuk melawan orang-orang yang menyerang umat islam. Sepintas antara kedua ayat tersebut tidak ada hubungannya. Padahal sebenarnya ada hubungan antara keduanya, yaitu waktu haji umat islam dilarang berperang, tetapi jika diserang terlebih dahulu, maka serangan musuh itu harus dilawan.
2. Macam-macam materi muna>sabah
Ditinjau dari segi materinya, muna>sabah dibagi menjadi dua macam, meliputi:
a. Muna>sabah antar ayat dalam al Qur’a>n, yaitu hubungan atau persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain.
Letak muna>sabah antar satu ayat dengan ayat yang lain terkadang tampak jelas namun tidak jarang pula yang tidak jelas. Kemungkinan jelasnya muna>sabah antar ayat lebih besar karena jarang sekali pembahasan mengenai satu topik dapat selesai hanya dalam satu ayat saja. Ayat berikutnya biasanya berfungsi untuk menguatkan, menerangkan, memberi penjelasan, mengecualikan, mengkhususkan, menengahi dan mengakhiri pembicaraan.
Namun tidak semua ayat mempunyai muna>sabah yang jelas dengan ayat yang lain. Dalam hal demikian, ukuran yang digunakan untuk mencari muna>sabah adalah dengan melihat sisi hubungan (‘at}af) baik langsung atau tidak langsung.
Muna>sabah dalam bentuk langsung (menggunakan huru ‘at}af) adalah muna>sabah dua bagian makna, yang mengandung satu segi yang dapat mensingkrunkan, sehingga keduanya sesuai dan serupa walaupun tidak sama persis, sebagaimana firman Allah dalam surah A>li Imra>n ayat 102 dan 103 berikut:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡•B ÇÊÉËÈ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama islam.”
(#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $Yè‹ÏJy_ Ÿwur (……#qè%§�xÿs? (ÇÊÉÌÈ
“Dan berpeganglah kalian kepada tali agama (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.”
Ayat 102 dan 103 dalam surah A>li Imra>n tersebut sangat erat kaitannya, bahwa menjadi seorang beriman dan bertakwa yang benar serta agar mati dalam keadaan muslim, maka setiap orang haruslah berpegang pada tali (agama) Allah. Dan dengan berpegang kepadanya, maka orang-orang muslim yang beriman itu tidak akan tercerai-berai.
Muna>sabah dalam bentuk tidak langsung adalah muna>sabah antara ayat yang tidak menggunakan ‘at}af. Menurut al Zarkashi>, muna>sabah yang demikian haruslah mempunyai sandaran yang mengisyaratkan akan adanya hubungan kalimat yang disebut dengan al qari>nah al ma’na>wiyah. Untuk hal ini dapat dikategorikan menjadi:
1) Tanzhi>r (penyetaraan), yakni muna>sabah ayat yang merupakan dua hal yang serupa atau setara. Contoh surah al Anfa>l ayat 4-5:
y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_u‘yŠ y‰YÏã óOÎgÎn/u‘ ×ot�ÏÿøótBur ×-ø—Í‘ur ÒOƒÌ�Ÿ2 ÇÍÈ
!$yJx. y7y_t�÷zr& y7•/u‘ .`ÏB y7ÏG÷�t/ Èd,ysø9$$Î/ ¨bÎ)ur $Z)ƒÌ�sù z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# tbqèdÌ�»s3s9 ÇÎÈ
“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki yang mulia. Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.”
Menurut al Zamakhashari>, muna>sabah yang terdapat pada kedua ayat tersebut ialah menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepada rasul-Nya supaya melaksanakan pembagian ghani>mah kepada prajurit kaum muslimin, sekalipun sebagian dari mereka tidak menyukai hal tersebut kala itu. Ayat ini setara dengan perintah Allah agar Rasulullah keluar meninggalkan rumah untuk mengerahkan kaum muslim ke medan perang dalam keadaan sebagian dari mereka tidak menyukainya. Ketidaksukaan mereka terhadap ghani>mah disetarakan dengan ketidaksukaan mereka untuk keluar dan berperang melawan kaum musyrikin.
2) Mudhaddah (kontradiksi), yakni muna>sabah yang terjadi antara ayat atau bagian ayat yang masing-masing mencerminkan pertentangan. Misalnya:
y7Í´¯»s9'ré& 4’n?tã “W‰èd `ÏiB öNÎgÎn/§‘ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÈ ¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rã�xÿx. íä!#uqy™ óOÎgøŠn=tæ öNßgs?ö‘x‹Rr&uä ÷Pr& öNs9 öNèdö‘É‹Zè? Ÿw tbqãZÏB÷sムÇÏÈ
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya. Dan merekalah orang-orang yang beruntung. Sesungguhnya oran-orang kafir sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.”
Ayat kelima dari surah al Baqarah ini menjelaskan tentang orang-orang yang memperoleh petunjuk dan keberuntungan, yang didahului oleh ayat-ayat yang menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang beriman. Kemudian dilanjutkan dengan ayat keenam yang membicarakan mengenai orang-orang kafir. Antara keduanya terdapat hubungan kontradiktif yang dimaksudkan memberikan penjelasan yang lebih dari konteks pembicaraan sebelumnya, sebab segala sesuatu akan semakin jelas dengan menyebutkan antonimnya.
3) Istit}ra>d, yakni muna>sabah yang mencerminkan adanya kaitan antara satu persoalan dengan persoalan yang lain. Diantaranya yang terdapat dalam surah al A’ra>f ayat 26-27:
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ô‰s% $uZø9t“Rr& ö/ä3ø‹n=tæ $U™$t7Ï9 “Í‘ºuqムöNä3Ï?ºuäöqy™ $W±„Í‘ur ( â¨$t7Ï9ur 3“uqø)G9$# y7Ï9ºsŒ ׎ö�yz …. ÇËÏÈ !$yJx. ylt�÷zr& Nä3÷ƒuqt/r& z`ÏiB Ïp¨Zyfø9$# äíÍ”\tƒ $yJåk÷]tã $yJåky�$t7Ï9 $yJßgtƒÎŽã�Ï9 !$yJÍkÌEºuäöqy™ …. ÇËÐÈ
“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik….sebagaimana ia (syaitan) telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan auratnya…”
Ayat ke-26 tersebut merupakan kelanjutan dari pengertian ayat ke-27, yakni berada setelah penyebutan terbukanya aurat mereka (Adam dan istrinya) karena terlepasnya daun-daun surga yang menutupi aurat keduanya ketika masih berada di dalamnya, setelah tergoda syetan. Tujuan dikemukakannya ayat 26 tersebut ialah untuk menunjukkan karunia Allah yang telah menciptakan pakaian dan memerintahkan untuk menutup aurat. Telanjang dan terbukanya aurat bagi manusia merupakan kehinaan yang sangat memalukan. Selain itu, untuk memberikan pengertian bahwa menutup aurat termasuk masalah yang besar dari pengertian takwa.
4) Takhallus}, yakni muna>sabah dalam bentuk perpindahan dari satu pembicaraan ke pembicaraan lain yang bermaksud untuk membangkitkan semangat dan perasaan pembaca dan atau pendengar dengan dipisahkan oleh lafal “ha>zha>”. Sebagaimana firman Allah dalam surah S{a>d ayat 49:
#x‹»yd Ö�ø.ÏŒ 4 ¨bÎ)ur tûüÉ)FßJù=Ï9 z`ó¡ßss9 5>$t«tB ÇÍÒÈ
“Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik.”
Topik pembicaraan sebelum ayat tersebut, adalah mengenai para nabi kemudian beralih ke topik lain yang membicarakan masalah kesenangan surga, dan dirangkai dengan penjelasan mengenai siksa neraka serta segala penderitaannya. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan semangat atau gairah para pembaca dan pendengarnya untuk berbuat kebajikan.
Takhallus} dalam bentuk lain dimana perpindahan pembicaraan dari topik ke topik lain tanpa disadari oleh pembaca atau pendengar. Sebagaimana contoh dalam surah ayat 156 berikut:
tA$s% þ’Î1#x‹tã Ü=ŠÏ¹é& ¾ÏmÎ/ ô`tB âä!$x©r& ( ÓÉLyJômu‘ur ôMyèÅ™ur ¨@ä. &äóÓx« 4
$pkâ:çGø.r'|¡sù tûïÏ%©#Ï9 tbqà)Gtƒ šcqè?÷sãƒur no4qŸ2¨“9$# tûïÏ%©!$#ur Nèd $uZÏG»tƒ$t«Î/ tbqãZÏB÷sムÇÊÎÏÈ
“Allah berfirman: SiksaKu akan Ku timpakan kepada siapa saja yang Aku kehendaki, dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.”
Pada bagian ini topik yang dibicarakan pertama kali mengenai kisah nabi Musa dan cerita yang terkait dengan kaumnya kemudian beralih ke mana>hib (ancaman) lalu dirangkai dengan penjelasan mengenai ciri-ciri dari umat Nabi Muhammad SAW dan seterusnya.
b. Muna>sabah antar surah
Muna>sabah antar surah dalam dalam al Qur’a>n, yaitu persesuaian atau korelasi antara surah yang satu dengan surah yang lain. Dalam mencari muna>sabah antar surah dalam al Qur’a>n, para ulama mengacu kepada pandangan yang mengatakan bahwa urut-urutan surah dalam al Qur’a>n adalah bersifat taufi>qi>. Namun urutan surah tersebut tidak mesti mengandung muna>sabah yang jelas. Pada umumnya, dalam satu surah terdapat suatu topik yang menonjol yang keseluruhannya terdiri dari ayat-ayat yang saling berkaitan dan berkesinambungan.
Munasabah ini terbagi menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
1) Muna>sabah antara dua surah dari segi materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain. Seperti persesuaian isi kandungan surah al Fa>tihah sebagai surah pertama dengan surah al Baqarah sebagai surah kedua. Keduanya sama-sama menerangkan lima pokok kandungan al Qur’a>n yakni akidah, ibadah, muamalah, kisah, janji dan ancaman. Hanya saja dalam al Fa>tihah disebutkan secara universal namun al Baqarah lebih rinci lagi.
2) Muna>sabah antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya. Penelitian ulama menunjukkan, bahwa pada umumnya semua akhir surah itu erat hubungannya dengan awal surah berikutnya walaupun sudah dipisah dengan basmalah. Dalam hal ini terdapat dua kategori, yaitu:
a) Persesuaian dari segi huruf-hurufnya. Misalnya yang terdapat dalam akhir surah al Fi>l dengan awal surah al Quraish berikut:
öNßgn=yèpgmú 7#óÁyèx. ¥Aqà2ù'¨B ÇÎÈ
É#»n=ƒ\} C·÷ƒt�è% ÇÊÈ
Berdasarkan contoh tersebut, huruf “lam” menjadi huruf terakhir surah al Fi>l dan juga menjadi huruf awal surah al Quraish.
b) Persesuaian dari segi maknanya. Misalnya dalam akhir surah al Maidah (ayat 120) dengan awal surah al An’a>m sebagai berikut:
¬! à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $tBur £`ÍkŽÏù 4 uqèdur 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« 7�ƒÏ‰s% ÇÊËÉÈ
“Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan aoa yang ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
߉ôJptø:$# ¬! “Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#urÏ ÇÊÈ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi…..”
Bentuk lain dari muna>sabah ini yakni bentuk hubungan yang didasarkan pada adanya semacam hubungan kebahasaan atau pada pengulangan bahasa antara kata yang ada pada akhir surah dengan kata yang ada pada awal surah berikutnya. Misalnya akhir surah al Wa>qi’ah yang berisi tentang perintah bertasbih dengan awal surah al Hadi>d yang diawali dengan tasbih.
3) Muna>sabah antara pembukaan surah dengan akhir surah dalam surah yang sama. Sebab, kebanyakan ayat-ayat dari suatu surah dari awal sampai akhir memiliki persesuaian. Contohnya seperti persesuaian antara awal surah al Baqarah dengan akhir surahnya (ayat 286) berikut:
$O!9# ÇÊÈ y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡ Ïm‹Ïù ¡ “W‰èd z`ŠÉ)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
“Alif La>m Mi>m . Kitab (al Qur’a>n) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa."
... ß#ôã$#ur $¨Ytã ö�Ïÿøî$#ur $oYs9 !$uZôJymö‘$#ur 4 |MRr& $uZ9s9öqtB $tRö�ÝÁR$$sù ’n?tã ÏQöqs)ø9$# šúïÍ�Ïÿ»x6ø9$# ÇËÑÏÈ
“…Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum-kaum yang kafir.”
Surah al Baqarah diawali dengan petunjuk bagi orang-orang beriman dan mereka juga beriman pada kitab-kitab suci terdahulu. Pada bagian akhir surah ini disebutkan tentang keimanan Rasulullah kepad kepada kitab-kitab suci yang diturunkan pada para nabi terdahulu, serta perintah supaya berdo’a agar tidak disiksa oleh Allah bila lupa atau bersalah.
4) Muna>sabah antar nama surah. Biasanya terjadi antara nama surah dengan nama surah sesudahnya atau dengan nama surah sebelumnya terdapat hubungan makna. Sebagai contoh adalah surah 23 (al Mukminu>n:orang-orang yang beriman), surah 24 (an Nu>r:cahaya), dan surah 25 (al Furqa>n:pembeda). Korelasinya, pada hakekatnya orang yang beriman hidup di bawah cahaya yang menerangi lahir dan batinnya sehingga ia mempunyai kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan buruk.
5) Muna>sabah awal surah yang terdiri dari huruf-huruf terpisah (al ahru>f al muqa>t}a’ah) dengan huruf-huruf dalam surah yang sama yang digunakan sebagai huruf awalnya. Hal ini disebabkan karena setiap surah yang dimulai dengan salah satu huruf darinya, maka kebanyakan huruf pada surah itu adalah huruf itu. Misalya pada surah Qa>f, di dalamnya banyak disebutkan kata-kata yang ada huruf qa>f-nya.
D. Metode Memahami Muna>sabah
Berdasarkan beberapa contoh di atas, kiranya sudah cukup mewakili untuk membuktikan bahwa ayat-ayat maupun surah-surah dalam al Qur’a>n memiliki hubungan yang serasi, sehingga membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Akan tetapi mencari muna>sabah antara ayat satu dengan ayat lain maupun surah satu dengan surah lain, bukanlah hal yang mudah. Sebab, harus menguasai metode-metode sebagai berikut:
1. Harus memahami bahasa Arab yang baik dan benar, serta harus memiliki felling bahasa Arab (dzauq al lughah) yang tinggi.
2. Mempunyai latar belakang pengetahuan yang cukup tentang ilmu-ilmu Bantu bahasa Arab, seperti ilmu nahwu, s}arf, balaghah dan sebagainya.
Secara global, al Suyu>thi> mengungkapkan bahwa untuk mengetahui muna>sabah al Qur’a>n adalah dengan melihat maksud dan tujuan yang terkandung dalam suatu surah, melihat prologv atau pendahuluannya, dan urut-urutannya baik secara implisit maupun eksplisit. Dan tentu saja dibutuhkan ketepatan dalam interpretasi kata (balaghah) sehingga mudah dipahami.
E. Kedudukan Muna>sabah dalam Tafsir dan Hubungannya dengan Asba>b al nuzu>l
Ayat-ayat al Qur’a>n telah tersusun sebaik-baiknya berdasarkan petunjuk Allah, sehingga pengertian pengertian tentang suatu ayat kurang dapat dipahami begitu saja tanpa mempelajari ayat-ayat sebelumnya. Antara satu ayat memiliki keterkaitan dengan ayat sebelum maupun sesudahnya, bahkan pada dengan surah sebelum atau sesudahnya. Hubungan tersebut merupakan mata rantai yang sambung menyambung dan tidak dapat dipisahkan. Hal inilah yang disebut dengan muna>sabah sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Ilmu muna>sabah yang merupakan salah satu wahana, dari sekian banyak ilmu-ilmu al Qur’a>n, untuk menafsirkan ataupun menakwilkan ayat-ayat al Qur’a>n bukanlah taufiqi, melainkan hasil ijtihad mufassir yang bersifat rasional, dan merupakan hasil perenungan atau penghayatan terhadap kemukjizatan al Qur’a>n.
Asba>b al nuzu>l, menurut M. Hasbi al Shiddi>qi> adalah kejadian yang karenanya diturunkan al Qur’a>n untuk menerangkan hukum pada saat terjadinya kejadian-kejadian itu dan suasana dimana al Qur’a>n diturunkan serta membicarakan sebab tersebut, baik diturunkan langsung sesudah terjadinya sebab ataupun kemudian lantaran suatu hikmah.
Di antara para mufassir ada yang mengawali penafsirannya dengan terlebih dahulu menampilkan asba>b al nuzu>l ayat atau surah yang akan ditafsirkan. Tetapi sebagian dari mereka ada juga yang bertanya-tanya, manakah yang seharusnya didahulukan, menguraikan sabab nuzul atau memulai penafsiran dengan mengemukakan muna>sabah ayat-ayat, ataukah sebaliknya mengakhirkannya setelah dilakukan penafsiran secara terperinci. Hal ini menunjukkan adanya kaitan yang erat antar ayat yang satu dengan lainnya dalam rangkaian yang serasi.
Lebih jauh menurut imam Muhammad Abduh, suatu surah mempunyai satu kesatuan makna dan erat pula hubungannya dengan surah sebelum atau sesudahnya. Apabila suatu ayat belum atau tidak diketahui asba>b al nuzu>lnya, atau ada asba>b al nuzu>lnya tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pengertian suatu ayat ditinjau dari sudut muna>sabahnya dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa menjelaskan ayat dengan mencari asba>b nuzu>lnyaadalah jalan yang kuat dalam memahami makna al Qur’a>n. Akan tetapi, tanpa asba>b al nuzu>l pun suatu ayat dapat dipahami maknanya asal seorang mufassir mempunyai pengetahuan yang luas tentang muna>sabah.
Dalam hal ini, terkadang pengertian yang diberikan oleh muna>sabah ayat lebih kuat dan rasional daripada asba>b al nuzu>l. Namun memang keduanya, baik asba>b al nuzu>l maupun muna>sabah, sangat membantu dalam menerangkan makna yang terkandung dalam ayat. Andaikata satu riwayat bertentangan dengan riwayat lain mengenai asba>b al nuzu>l dalam ayat yang sama, sebaiknya dipilih riwayat yang paling s}ahi>h. demikian pula, muna>sabah dapat dipergunakan sebaik mungkin bilamana ia tidak menyimpang dari apa yang telah diterangkan.
F. Faedah Ilmu Munasabah
Faedah atau hikmah mempelajari ilmu muna>sabah ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al Qur’a>n, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al Qur’a>n dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
2. Dengan ilmu muna>sabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al Qur’a>n dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat atau surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al Qur’a>n itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan nabi Muhammad SAW.
3. Dengan ulmu muna>sabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’a>n, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat atau sesuatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, sehingga dapat mempermudah pemahaman hukum-hukum ataupun makna-makna yang terselubung yang terkandung dalam al Qur’a>n.
4. Dapat mengetahui kedudukan suatu ayat yang terkadang sebagai ta’ki>d ayat sebelumnya, keterangan, tafsir, atau selingan. Ada ayat yang menerangkan kontradiksinya seperti hal ihwa>l orang mukmin dan orag kafir, janji da ancaman, rahmat dan adzab, dan sebagainya. Juga dapat diketahui ‘a>laqah antara khita>m suatu surah dengan fa>tihah surah berikutnya maupun sebaliknya.
KESIMPULAN
1. Ilmu muna>sabah merupakan ilmu yang mempelajari tentang persesuaian, keserasian, atau korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain serta satu surah dengan surah yang lain, sebagaimana pendapat al Zarkashi> dan al Suyu>t}i>. Bukan hanya mencakup hubungan antar ayat saja. Dan tidak terpaksa dicari-cari korelasinya jika memang tidak ada atau tidak ditemukan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Subh}I al S{a>lih.
2. Muna>sabah memiliki bentuk yang bermacam-macam, baik dari segi sifat maupun materinya. Muna>sabah dapat terlihat dengan jelas namun terkadang juga sangat sulit untuk menemukannya karena kesamaran bentuk muna>sabah tersebut. Muna>sabah ini ada karena memang suatu pembahasan jarang dapat diselesaikan hanya dalam satu ayat saja. Bahkan dapat pula masih ada keterkaitan dengan surat sesudahnya atau sebelumnya.
3. Ilmu muna>sabah bersifat ijtiha>di>, sehingga wajar jika sebagian ulama tidak menganggap urgensi ilmu ini. Namun, dalam perkembangannya, muna>sabah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penafsiran al Qur’a>n. Apabila belum atau tidak ditemukan hadith tentang Asba>b al nuzu>l suatu ayat maupun surah, atau jika terjadi pertentangan antara hadith yang satu dengan lainnya dalam satu ayat yang sama, maka kedudukan muna>sabah ini menjadi sangat penting dalam menafsirkan al Qur’a>n.
4. Kedudukan ilmu muna>sabah sangat penting. Dengan adanya ilmu tersebut, maka akan diketahui keindahan ayat demi ayat bahkan surah demi surah dan tingginya tingkat balaghah al Qur’a>n. Menjadikannya bantahan bagi kaum yang masih meragukan kemurnian dan kebenaran al Qur’a>n. Bagi mufassir, akan mempermudah dalam menafsirkan ayat-ayat. Sehingga al Qur’a>n dapat dipahami secara utuh atau tidak terpenggal-penggal karena adanya muna>sabah.
http://referensiagama.blogspot.com
klo munasabah antara al-lahab sama al-ikhlas apa y?
BalasHapus