THEOLOGI JABARIYAH DAN QADARIYAH
by sariono sby
PENDAHULUAN
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Timbullah pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan, bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?. Dari sinilah muncul aliran-aliran yang berbeda sesuai dengan tempat dan keadaan masyarakat pada waktu itu. Yaitu faham jabariyah dan qadariyah, dimana kedua aliran tersebut memiliki perbedaan yang bertolak belakang tentang perbuatan dan kehendak manusia.
Dari sinilah penulis ingin menjelaskan tentang kedua aliran tersebut,untuk dapat lebih mengetahui sejauh mana perbedaan pendapat keduanya. Dengan sedikit menguraikan sebab-sebab munculnya kedua aliran tersebut beserta tokoh-tokoh dan doktrin-doktrinnya.
Sejak zaman Rasulullah sebenarnya sudah ada benih-benih munculnya kedua aliran tersebut, namun tidak mengalami penguatan karena Rasulullah mampu meredam setiap konflik yang terjadi pada umatnya.
PEMBAHASAN
A. JABARIYAH
1. Pertumbuhan Jabariyah
Kata jabariyah berasal dari kata جـبـر yang berarti memaksa. Dalam al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata جـبـر yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Allah mempunyai sifat al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan ada ungkapan al-insan majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia di paksa atau terpaksa. Kemudian kata جـبـر yang ditambah ي nisbah menjadi جـبـرية jabariyah yang berarti suatu kelompok atau aliran (isme).Asy-Syahrasan menegaskan bahwa paham al-Jabbar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemunculan dan perkembangan Jabariyah, perlu terlebih dahulu perlu di jelaskan mengenai orang yang melahirkan dan menyebar luaskan faham al-Jabbar dan dalam situasi apa saja faham ini muncul.
Faham al-Jabar pertama kali di kenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari khurasan dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah, ia adalah sekretaris Suraih bin al Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Faham al-Jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya al-Husain bin Muhammad al-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar.
Mengenai kemunculan faham al-Jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geo kultural bangsa arab. Diantaranya adalah Ahmad Amin, ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa arab yang di kungkung gurun pasir, gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Lebih lanjut Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran kesukaran hidup akhirnya mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalizem.
Sebenarnya benih benih faham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini.
a. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memeperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai masalah takdir.
b. Khalifah Umar bin Khatthab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri, ketika di interogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.” Mendengar ucapan itu Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdosa kepada tuhan, oleh karena itu,Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama hukuman potong tangan karena mencuri, kedua hukuman dera karena menggunakan dalil tuhan.
c. Kholifah Ali bin Abi Thalib sesuai perang siffin ditanya oleh seseorang tentang Qadar Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tersebut bertanya “ bila perjalanan menuju perang shiffin, itu terjadi dengan Qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya.” Ali menjelaskan bahwa Qadha’ dan Qadar bukan paksaan Tuhan, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Sekiranya qadla’ dan qadar itu merupakan paksaan, gugurlah pahala dan siksa, gugur pulalah janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Tuhan atas pelaku dosa dan pujiannya bagi orang-orang yang baik.
d. Pada masa pemerintah Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-Jabar semakin mencuat kepermukaan, Abdullah bin Abbas, melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada penduduk Syiria yang di duga berfaham Jabariyah.
Tulisan di atas menjelaskan bahwa bibit faham al-Jabar telah muncul sejak awal periode Islam. Nanum, al-Jabar sebagai suatu aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan yang baru terjadi pada zaman pemerintahan Daulah Bani Umayyah.yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan diatas.
Kemunculan aliran Jabariyah , ada yang kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi bermadzhab Qurra dan agama kristen bermadzhab Yacobit. 8 Namun tanpa pengaruh asing itu faham al-Jabar akan muncul juga di kalangan umat Islam. Di dalam al-Qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yang menimbulkan faham ini. Misalnya :
$¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèdusYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
“Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki”.
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
“Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.”
$tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4
“ Bukanlah engkau yang melontar, ketika melantar musuh, tetapi Allah lah
yang melontar mereka.”
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$#
“Kamu tidak akan menghendaki kecuali Allah menghendakinya.”
Ayat-ayat tersebut memberikan kesan bahwa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikiran Jabariyah masih tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada.
2. Tokoh Jabariyah Dan Doktrin-doktrinnya
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu ekstrim dan moderat. Doktrin jabariyah ekstrim pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri. Misalnya, kalau seseorang mencuri , perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri , tetapi timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Tokoh Jabariyah ekstrim antara lain:
a. Jahm bin shofwan
Nama lengkapnya Abu Mahrus Jaham bin Shofwan. Ia berasal dari Khurasan, bertempat tinggal di Kufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah, ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah bani umayyah di Khurasan. Ia di tawan dan di bunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.
Pendapat Jahm tentang persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya dan kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam tuhan, meniadakan sifat tuhan (nahyu as sifah) dan melihat tuhan di akhirat.
2. Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal kecuali tuhan
3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati, dalam hal ini pendapatnya sama dengan konsep iman yang di majukan kaum murji’ah.
4. Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan manusia seperti berbicara, mendengan dan melihat.
b.Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim yang tinggal di Damaskus. Ia di besarkan dalam lingkungan orang Kristen membicarakan tentang theologi. Semula ia di percaya untuk mengajar dilingkungan pemerintah bani umayyah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontrofersial bani umayyah menolaknya.
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan Jahm.al-Ghurabi menjelaskannya sebagai berikut.
1. Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak bisa di sifatkan kepada Allah.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim. Jabariyah moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang di ciptakan dalam diri manusia efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang di sebut dengan kasab (Acquisitin).
Yang termasuk tokoh jabariyah moderat antara lain :
a. Al- Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad Al-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya di sebut al-Najjariyah atau al-Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya adalah :
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manuisia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.Itulah yang disebut kasab dalam teori al Asy ‘ari. Dengan demikian manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga yang di ciptakan tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi al-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.
b. Adh-Dirar
Nama lengkapnya Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husain al-Najjar yaitu manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata di paksa dala melakukan perbuatannya.
B. QADARIYAH
1. Asal usul kemunculan qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut pengertian terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi oleh tuhan, aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat di fahami bahwa qadariyah digunakan untuk suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini Harun Nasution menegaskan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar tuhan.
Seharusnya sebutan qadariyah di berikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekat kaum sunni yang prcaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.18 Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut paham qadar
oleh lawan mereka dengan merujuk hadith yang menimbulkan kesan negatif bagi nama qadariyah. Hadith tersebut berbunyi
القـدرية مجـوس هـده الأمـة
“kaum qadariyah adalah majusinya umat ini”
Kapan qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Hal ini merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli theologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali di munculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat di percaya dan pernah berguru kepada Hasan al-Basri. Adapun al-ghailan adalah seorang orator dari Damaskus yang ayahnya maula Utsman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarah al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan qadariyah adalah orang iraq yang beragama kristen, kemudian masuk islam dan balik lagi ke agama kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang iraq yang dimaksud sebagaimana yang di katakan Muhammad ibnu Syuaib yang memperoleh informasi dari al –Auzai adalah Susan.
2. Doktrin-doktrin Qadariyah
Ahmad Amin menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan mu’tazilah sebab paham ini juga menjadikan salah satu doktrin mu’tazilah.Akibatnya sering kali orang menamakan qadariyah dengan mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Salah seorang pemuka qadariyah yang lain, al- Nazzam mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.26 Dari beberapa penjelasan diatas dapat di fahami bahwa doktrin qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Hubungan ini, bila seseorang diberi ganjaran baik dengan alasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan takdir tuhan. Sungguh tidak pantas manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemauannya sendiri.
Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang dipakai oleh bangsa arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia yang telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.Dalam faham qadariyah takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakannya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali yaitu hukum yang dalam istilah al-Qur’an adalah sunnatullah.27
Dalam pehahaman seperti ini kaum qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat al-Qur’an dapat mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat al-Kahfi (surat :18 ayat 29)
È`yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù
.....” katakanlah kebenaran dari tuhanmu, barang siapa yang mau beriman berimanlah dia dan barang siapa yang ingin kafir biarlah dia kafir.”
Dalam surat Ali Imran: 3 :165
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pkön=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇÊÏÎÈ
“ Adakah patut, ketika kamu ditimpa musibah (pada perang uhud) padahal telah mendapat kemenangan dua kali (pada perang badar), lalu kamu barkata dari manakah bahaya ini? Katakanlah, sebabnya dari kamu sendiri.”
Dalam surat ar-Ra’du :13 :11
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/
“Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaaan suatu bangsa kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
KESIMPULAN
1. JABARIYAH
a. Jabariyah merupakan nama aliran pemikiran islam dalam bidang aqidah yang di nisbatkan kepada pendirinya yakni Ja’d bin Dirham kemudian juga disebarkan oleh Jahm bin Shofwan dari Khurasan dan juga tokoh-tokoh lain yang meneruskan serta memperjuangkan paham ini. Sebenarnya benih-benih faham al-jabar sudah muncul sebalum kedua tokoh diatas, yaitu zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya seperti : ketika zaman Khalifah Umar bin Khattab.
b. Pendapat Jahm bin Shofwan yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah:
· Manusia tidak mampu berbuat apa-apa, tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, meniadakan sifat tuhan (nahyu al-Sifah).
· Surga dan neraka tidak kekal, sebab yang kekal hanya Allah.
· Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati
3. QADARIYAH
a. Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak di intervensi tuhan. Dan tiap-tiap orang adalah pencipta dari segala perbuatannya.
b. Kemunculan qadariyah dan tokoh-tokohnya masih diperdebatkan, namun ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali di munculkan Ma’bad al Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqy dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan
c. Doktrin-doktrin qadariyah mempunyai pijakan dan mendukung dari ayat-ayat al-Qur’an.
http://referensiagama.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar