Sabtu, 22 Januari 2011
BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM
BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM
DAN SESUDAH DATANGNYA ISLAM
Pendahuluan
Arab merupakan suatu lokasi geografis yang memiliki keterkaitan sejarah dengan munculnya Islam. Islam mulai tumbuh di wilayah padang pasir ini, oleh beberapa ilmuwan, dinilai karena ada banyak factor yang menghendaki lahirnya agama baru yang lebih egaliter dan humanis, agama yang tidak lagi memandang wanita sebelah mata, tidak lagi menganggap bayi perempuan sebagai sebuah aib dan fanatisme kesukuan yang berpotensi besar bertabuhnya genderang perang dan yang menutup ruang toleransi.
Sebelum masuknya Islam, bangsa Arab sudah memiliki agama dan seperangkat peraturan hidup yang mengatur pola hubungan mereka, baik secara vertikal maupun horizontal. Sementara Islam sebagai agama baru juga membawa peraturan dan norma-norma yang cukup berbeda dengan agama dan norma setempat sehingga bertemunya dua agama ini memunculkan terjadinya clash (benturan) diantara keduanya. Dan untuk dapat memahami bagaimana pergulatan tersebut, merupakan suatu keharusan untuk membuka kembali lembar sejarah kehidupan Arab pra Islam.
Betapapun data tentang kehidupan Arab sebelum masuknya Islam masih dapat dikatakan relative sedikit, akan tetapi ia dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk memotret bagaimana kondisi social, ekonomi dan politik pada zaman Jahiliah itu serta perubahan apa saja yang telah diusung Islam.
Pda abad 6 masehi, bangsa arab pada umumnya belum bisa membaca dan menulis, serta mengandalkan hafalan dalam mengingatperistiwa yang penting, sehingga banyak peristiwa yang tidak dapat di tulis oleh sejarah. Oleh karma itu mereka di sebut jahiliyah.
Arab jahiliyah ini bukan hanya karma buta aksara, akan tetapi lebih edari itu adalah bangsa yang tidak mempunyai peradaban, tidak mengenal aturan (norma). Meskipun demikian mereka pra Islam memiliki beberapa sifat ynag baik, terutama bangsa arab sebelah utara, mereka pemurah ramah jarang melanggar amanat dan sangat ta’at terhadap kepercayaan. ingatannya tajam sehingga dapat dengan mudah mengingat sair-sair yang indah
Dan makalah ini akan mencoba untuk mendeskripsikan kehidupan Arab sebelum Islam datang serta infusi Islam itu sendiri.
Pembahasan
Arab Sebelum Datangnya Islam
Sebelum membahas bagaimana kehidupan social, politik, ekonomi dan budaya Arab, pada masa sebelum datangnya agama yang menghegemoni nantinya yaitu “Islam”, ada baiknya untuk mengetahui bagaimana kondisi geografis yang tentunya nanti juga akan turut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan karakter masyarakat Arab pada masanya
Kondisi geografis
Secara geografis bangsa Arab kelihatan berbentuk empat persegi panjang, yang sisinya tiada sejajar, disebelah Barat berbatasan dengan laut Merah, disebelah selatan berbatasan dengan laut Hindia, disebelah timur berbatasan dengan Teluk Arab sedang di sebelah Utara berbatasan dengan Iraq dan gurun syam [Gurun Siria] panjangnya kota Arab sekitar 1000, dan lebarnya kira-kira 1000 km.Dataran semenanjung Arab menurun dari barat ke teluk Persia dan dataran rendah Mesopotamia. Tulang punggung jazirah ini merupakan gugusan pegunungan yang berbaris sejajar dengan pantai sebelah barat dengan ketinggian lebih dari 9.000 kaki di Madyan di sebelah utara dan 14.000 kaki di Yaman di sebelah selatan. Selain pegunungan dan daratan- daratan tinggi tersebut, wilayah ini terutama terdiri dari gurun pasir dan padang tandus.
Semenanjung Arab ini secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian:
· Bagian Tengah, suatu wilayah yang terdiri dari tanah pegunungan yang sangat jarang dituruni hujan. Karena kondisi alam demikian maka tidak banyak yang menetap di daerah ini kecuali kaum pengembara yang biasanya hidup berpindah pindah, biasa disebut kaum badui, mengikuti turunnya hujan dan ada tidaknya padang rumput, untuk tempat makan ternak- ternak mereka.
penduduk bagian tengah jazirah Arab disebut kaum badui, yaitu penduduk gurun ( padang pasir ). Binatang ternak yang teramat penting bagi kehidupan mereka adalah onta, yang oleh mereka di beri nama “safinatus Sahra” (bahtera padang pasir), dan biri-biri. Biri-biri ini adalah salah satu yang terpenting dalam hidup mereka, air susu birir-biri ini di minum , dagignya makanan mereka, kulitnya sebagai bahan pakaian dan kemeh-kemah mereka.
Bagian tengah dari jazirah Arab ini terbagi atas dua bgian
1. Bagian utara di sebut “”Najed””
2. Bagian selatan di sebut “Al-ahqof”
Bagian selatan ini penduduknya sangat sedikit makanya bagian ini di kenal dengan sebutan “Ar-Rab’ul Khali” tempat yang sunyi
· Adapun bagian Tepi, daerah ini curah hujannya teratur sehingga sangat memungkinkan bagi siapa saja untuk menetap disini. Mereka biasanya disebut ahli Hadhar.
Dari kondisi cuaca, Arab merupakan salah satu daerah terpanas dan terkering. Betapapun Arab ini diapit oleh lautan akan tetapi hal ini tidak banyak mempengaruhi curah hujan, lautan di sebelah selatan yang membawa partikel hujan disapu oleh badai gurun sehingga hanya menyisakan sedikit kelembapan di wilayah daratan sehingga konsekwensinya musin kering berlangsung lebih lama. Akan tetapi sekalipun turunnya hujan dapat dikatakan sangat jarang, di daerah yang memiliki simpanan air menjadi daerah yang luar biasa subur sehingga masyarakat setempat dapat memproduksi kopi, buah buahan dan lain sebagainya.
Agama
Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab percaya dan mewarisi mitos-mitos yang dianut oleh nenek moyang mereka yang bertumpu pada kepercayaan pagan (watsaniyah) seperti percaya pada dewa yang berkuasa atas segalanya, hantu yang berkeliaran di padang pasir dan mengganggu para musafir, azimat yang dapat menangkal kejahatan seperti sihir, Jinn yang dianggap sebagai “partner” tuhan dalam mengontrol dunia, percaya kepada malaikat (angel) yang dianggap sebagai anak tuhan.di samping itu ada yang menyembah benda-benda langit seprti suku Himyar yang menyembah matahari, suku Kinana yang menyembah bulan dan lain sebagainya.
Akan tetapi mayoritas masyarakat Arab menyembah berhala kecuali para penganut yahudi dan nasrani yang jumlahnya sangat sedikit. Yang unik, berhala yang mereka jadikan sebagai tuhan itu berbeda-beda. Setiap suku, kota dan tempat memiliki tuhan yang berbeda bahkan, sebagaimana yang diungkapkan al Kalbi dalam Kitab al Asnam, setiap rumah di Mekkah memiliki tuhan sendiri. Ketika salah seorang anggoata keluarga tersebut mau melakukan perjalanan dia akan meminta “izin”terlebih dahulu kepada tuhan yang ada di rumahnya dan begitu juga pada saat kembali.
Berhala yang biasanya dijadikan sebagai sesembahan terbuat dari batu. Masyarakat Arab berlomba-lomba dalam mengumpulkan batu dan membangun tempat untuk batu-batu itu. Abu Rija’ al Uratidi dalam sahih Bukhari mengatakan “ kami menyembah batu. Ketika kami menemukan batu yang lebih baik, batu itu kita ambil dan kita buang batu yang lama. Ketika tidak ada batu, kita menggunakan gundukan pasir yang dibentuk dan kemudian kami sembah”
Diantara berhala berhala terpenting yang disembah oleh bengsa Arab ialah Hubal. Hubal ini berwarna merah dan berbentuk manusia. Berhala lain yang kedudukannya dibawah Hubal adalah al Uzza, yang bertempat di Hijaz. Selain itu ada berhala yang bernama Lata yang tempatnya di Thaif dan yang menurut mereka Lata ini adalah berhala yang paling tua. Kemudian ada yang bernama Manah yang berada di Madinah dan Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsrib.Berhala berhala ini dijadikan sebagai keluarga atau agen Tuhan. Orang Arab pra Islam sejatinya sudah mengenal Allah jauh sebelum Islam datang akan tetapi konsep Allah dalam masyarakat ini tentu sangat berbeda dengan yang ada atau diyakini dalam Islam, pada komunitas Arab Allah memiliki mempunyai keluarga, sementara Allah dalam Islam adalah Dzat Yang Maha Esa.
Kondisi Sosial
Masyarakat Arab, sebagaimana umumnya, memiliki sistem kehidupan sosial yang unik, yang membedakan dengan masyarakat lainnya. Sistem perkawinan, kekeluargaan dan kebiasaan setempat sangat sulit ditemukan di daerah lain yang, misalnya, secara geografis memiliki kesamaan. Masyarakat Arab sesungguhnya merupakan masyarakat yang memiliki banyak sisi positif dan kelebihan seperti sifat dermawan, pemberani, setia, ramah, sederhana, pandai bersyair dan memiliki ingatan yang kuat. Akan tetapi kemerosotan moral, kejahatan, kemusyrikan, ketidak adilan dan fanatisme suku mampu menenggelamkan kearifan lokal pada masyarakat ini.
Dalam hal perkawinan, masyarakat Jahiliyah sangat permisif terhadap laki-laki untuk menikah dengan perempuan sebanyak banyaknya tanpa mahar (maskawin)dan tanpa batasan maksimum mereka juga dengan mudah dapat diceraikan. Ketika perempuan ini telah dicerai ia tidak diperbolehkan untuk menikah lagi, pada masyarakat ini pula anak laki-laki tertua dapat memiliki seutuhnya wanita yang telah dinikahi bapaknya sebagai bagian dari warisan yang diberikan sang ayah. Perempuan harus rela untuk dijadikan sebagai gundik-gundik penguasa. Ketika perempuan dalam keadaan haid, mereka tidak diperkenankan untuk tidur dalam satu rumah bersama keluarganya dan mereka harus tidur di kandang bagian belakang rumahnya karena dianggap kotor. Perempuan juga tidak diperbolehkan untuk tampil ke permukaan publik sebagaimana laki-laki karena dianggap tidak memiliki kapabilitas(keterampilan) yang layak untuk ditampilkan ke khalayak seperti untuk memimpin perang maupun mencari nafkah. Jadi pada struktur masyarakat ini, posisi perempuan berada pada posisi paling rendah dan bahkan, dapat dikatakan, ia tidak dipandang sebagaimana layaknya manusia.
Klasifikasi sosial di Arab sebelum Islam sangat kuat. Gap (kesenjangan) antara yang kaya dan pihak yang tidak sejahtera dalam hal ekonomi begitu tajam sehingga merupakan suatu niscaya untuk melahirkan kerawanan sosial seperti merajanya kaum bangsawan terhadap para jelata dengan penindasan yang semena-mena. Kebiasaan- kebiasaan lain yang mencerminkan kebobrokan nilai masyarakat Arab adalah bahwa berzina itu bukan sesuatu yang buruk sehingga lokalisasi tetap terpelihara dan prostitusi semakin merajalela.selain itu minum minuman keras dan berjudi, melakukan riba juga menjadi kegemaran komunal.
Problem lain yang tidak kalah memprihatinkan adalah perbudakan (slavery). Sistem perbudakan yang berlaku dan berkembang di kalangan Arab adalah memberlakukan budak yang dimiliki tidak selayaknya manusia, mereka bisa dipekerjakan sekehendak hati majikan, diperjual belikan serta dapat ditukar dengan barang sebagaimana layaknya mekanisme jual beli barter. Di masyarakat Arab pada umumnya budak diperoleh dari tahanan perang atau dengan cara di beli ke Negara-negara tetangga.
Kepemimpinan
Masyarakat Arab sebelum Islam datang tidak mengenal kepemimpinan sentral. Kepemimpinan politik mereka didasarkan pada suku-suku maupun kabilah-kabilah yang tujuannya hanya untuk mempertahankan diri dari serangan suku yang lain. Absennya sentral pemerintahan menyebabkan suku-suku ini selalu berada pada situasi konflik dan konflik ini dapat berlangsung sampai bertahun tahun bahkan ada yang sampai beberapa decade. Serangan dan peperangan merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka, hal ini juga disebabkan tidak adanya system hukum yang binding (bersifat mengikat) terhadap semua kabilah atau suku yang ada. Dalam konteks ini “Might is Right” atau “Kekuatan adalah kebenaran” yang menjadi justifikasi mereka.
Pada umumnya ikatan kesukuan ini dibentuk berdasarkan hubungan nasab (sedarah) tetapi adakalanya karena ikatan perkawinan, suaka politik ataupun karena sumpah setia. Awalnya kelompok ini berasal dari unit masyarakat yang kecil yaitu keluarga, setiap tenda mewakili sebuah keluarga, wilayah yang ditempati tenda-tenda tersebut membentuk sebuah hayy dan semua anggota hayy membentuk sebuah klan (qaum). Sejumlah klan yang sedarah secara bersama-sama membentuk suku (qabilah).Masing-masing suku memiliki pemimpin (leader) yang biasanya disebut dengan Syeikh dan ia dipilih karena dianggap tertua diantara anggota suku tersebut.
Ikatan kesukuan ini sangat kuat dalam diri anggotanya, ia tidak hanya merupakan ikatan kekeluargaan tetapi juga memiliki ikatan politik. Ketika anggota salah satu, suku bermasalah dengan anggota suku yang lain, ini akan menjadi masalah suku-suku tersebut secara keseluruhan. Apabila salah satu anggota suku A, misalnya, dibunuh oleh suku B maka suku A akan membalas kematian tersebut dengan kematian juga. Bagi mereka, darah harus dibayar dengan darah dan tidak ada hukuman yang harus diterapkan kecuali hukuman yang setimpal.Ini merupakan salah satu bentuk proteksi kabilah terhadap anggota-anggotanya. Demikian pula ketika seorang anggota kabilah melakukan kesalahan, ini akan menjadi kesalahan kabilah itu sendiri.
Selain dari sensitifitas kesukuan itu, dalam sebuah syair disebutkan bahwa masyarakat Arab memang pada dasarnya memiliki kegemaran untuk berperang. Syair itu berbunyi:
“ Jika kami tidak menemukan musuh(suku), kami akan berperang dengan suku yang bersahabat dengan kami dan kegilaan kami pada perang akan terpuaskan”
Arab Setelah kedatangan Islam
Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas, kemunculan Islam di Arab tentulah memiliki alasan tersendiri. Kemerosotan moral yang tercermin dalam kehidupan mereka seperti kemusyrikan, penindasan, fanatisme kesukuan, prostitusi, perzinahan, bias gender dan lain sebagainya merupakan satu dari sekian banyak alasan kedatangan Islam di jazirah ini. Islam sebagai agama yang rahmat lil alamin memberikan aroma baru dalam pergaulan sosial mereka.
Salah satu seruan yang pertama dari nabi Muhammad kepada masyarakat Mekkah adalah penegasan bahwa Tuhan (Allah) itu Maha Esa, Maha Kuasa dan sang Pencipta. Dan bahwa akan ada hari pembalasan ( ada pada surat al qari’ah), pahala di surga bagi mereka yang melaksanakan perintah Tuhan dan hukuman yang pedih di neraka bagi mereka yang mengabaikannya. Jika mereka berserah diri kepada kehendak Tuhan, maka ia akan mendapatkan rahmatNya. Pada periode ini juga telah diperintahkan untuk melakukan sholat.
Seruan awal Rosulullah ini secara umum adalah ajakan beliau untuk meninggalkan agama berhala dan beralih kepada agama Islam yang lebih menekankan kepada Monoteisme (agama dengan satu Tuhan). Perbedaan mendasar konsep ketuhanan yang telah dianut sekian puluh tahun ini dan konsep ketuhanan yang ada dalam Islam menjadikan pengikut nabi menyerang berhala-berhala yang disembah orang Arab pada waktu itu, sehingga tentu saja hal ini akan semakin menyulut kebencian masyarakat mekkah kepada orang Islam.
Perubahan mendasar yang dibawa Islam antara lain tentang perkawinan dan posisi wanita. Tentang perkawinan, ketika hukum jahiliyah memperbolehkan laki-laki untuk menikahi banyak perempuan tanpa batas, maka Islam dengan tegas memberikan jumlah maksimal perempuan yang bisa dinikahi sebagaimana yang telah di terangkan dalam al Qur’an, an Nisa ayat 3 “….Nikahilah wanita-wanita yang kamu sukai, dua, ng pembertiga atau empat kemudian jika kamu takut tidak adil maka kawinilah seorang saja….” kemudian tentang maskawin (mahar), sejumlah harta yang tidak pernah diberikan seorang laki-laki terhadap perempuan pada zaman Jahiliyah ini, juga dijelaskan dalam al Qur’an surat an Nisa’;4, 19-21, 25-26. Artinya :
4. berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
juga dalam ayat 19-21 surat yang sama yang artinya:
19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
20. dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain , sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?
21. bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.
25. dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
26. Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Adapun tentang perempuan, Islam menempatkannya pada posisi yang sangat terhormat. Hal ini dapat dilihat, pertama, pemberian mahar yang dianjurkan dalam al Qur’an secara tidak langsung menegaskan bahwa perempuan bukanlah barang yang dapat diperjual belikan. Kedua, adat Jahili yang menutup posibilitas perempuan untuk menerima warisan, bahkan- dalam kondisi tertentu- juga dijadikan sebagai harta warisan, dihapus dalam Islam. Tentang perempuan sebagai ahli waris dapat dilihat di surat an Nisa’ ayat 12, yang artinya:
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
dan tentang perempuan yang tidak dapat dijadikan sebagai sesuatu yang bisa diwariskan terdapat dalam surat yang sama akan tetapi pada ayat 19, artinya:
19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
ayat ini diturunkan dengan dilatarbelakangi sebuah kasus, ketika Abu Qais bin Aslat al Anshori meninggal, ia meninggalkan seorang istri bernama Kubaisyah.suatu hari datanglah salah seorang anak laki-laki Abu Qais dari istri yang lain melingkarkan kain pada tubuh Kubaisyah, ibu tirinya. Ini punya maksud bahwa ibu tiri menjadi harta warisan bagi anak laki-laki. Ternyata Kubaisiyah dibiarkan, tidak diberi nafkah. Maksudnya, agar ibu tiri itu menghadapi kesulitan, kemudian menebus dirinya dengan sejumlah uang, menjadi orang merdeka. Kubaisyah mengadukan hal ini kepada Rosulullah dan, tidak lama, ayat ini turun.
Adapun tentang kebiasaan mengubur anak perempuan juga dirubah oleh Islam dengan ayat al Qur’an surat an Nahl: 57-60.artinya:
57. dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (Yaitu anak-anak laki-laki).
58. dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah.
59. ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
60. orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
dan juga larangan untuk membunuhnya dalam surat al An’am:151.artinya:
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Dengan turunnya ayat ini secara otomatis seseorang tidak perlu merasa malu dan khawatir lagi ketika Allah menganugerahkan anak perempuan kepada mereka.
Penerapan riba (usury) pada maysrakat Jahiliyah juga tidak luput dari perhatian Islam, Allah menurunkan ayat-ayat al Qur’an terkait dengan riba ini dalam surat al Baqarah 275-279,artinya:
275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
serta dalam surat al Imran :130.artinya:
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Pelarangan Allah terhadap riba tentu bukan tanpa alasan, jika ditelaah dalam perspektif ekonomi pelaksanaan riba ini akan semakin menghimpit pihak yang berhutang sehingga jurang kesenjangan antara orang yang berpiutang dengan yang berhutang akan semakin menganga dan hal ini pada gilirannya akan melahirkan kondisi social yang tidak sehat.
Zina, yang memiliki ruang luas dalam kehidupan orang Arab sebelum Islam, juga dilarang oleh Islam. Surat an Nisa’ 15-17, artinya:
15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
17. Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
dan juga al Isra’ ayat 32, artinya:
32. dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
kemudian hukuman bagi mereka yang berzina di jelaskan dalam dalm surat an Nur 1-4. Artinya:
1. (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.
2. perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
3. laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
4. dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Larangan untuk minum minuman yang memabukkan diturunkan secara bertahap, hal ini, salah satunya, bertujuan supaya hukum Islam ini tidak terkesan memberatkan. Ayat yang turun pertama terkait dengan ini adalah surat an Nahl:67, artinya:
67. dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
Kemudian ayat yang kedua adalah al Baqarah yang menyatakan bahwa khamr dan perjudian itu mendatangkan manfaat dan mudarat, hanya saja mudaratnya lebih besar dari manfaatnya. Ayat yang ketiga adalah an Nisa’ ayat 43artinya:
43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
yang menyatakan bahwa orang mabuk tidak dapat melaksanakan shalat karena dikhawatirkan akan keliru dalam bacaan shalatnya. Dan yang terakhir adalah surat al Maidah :90 yang kemudian menegaskan larangan minuman keras yang artinya:
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Tentang superioritas orang Arab yang menganggap bahwa mereka adalah kaum terbaik juga disanggah oleh ajaran Islam, al qur’an menyatakan bahwa manusia di sisi Allah itu memilki kedudukan yang sama dan yang membedakannya hanyalah ketakwaannya. Adapun tentang kebiasaan membunuh yang terkemas dalam peperangan antar suku atau kabilah juga dilarang dalam Islam, yang tercantum dalam surat an Nisa’ ayat 92-93,artinya:
92. dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
93. dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
Al Maidah 32,artinya:
32. oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Al An’am 151 , artinya:
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
dan al Ahzab ayat 33.artinya:
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Dalam persoalan perbudakan, Islam menetapkan sejumlah aturan bagi orang Islam yang memiliki budak untuk memperlakukan budaknya sebagaimana manusia yang bebas. Hal ini dapat dilihat dalam surat an Nisa’ ayat 36, artinya:
36. sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
Ini juga diperkuat dengan sebuah hadist ““Bertaqwalah kalian kepada Allah, dan berhati-hatilah kalian terhadap budak-budak yang kalian miliki. Sesungguhnya, mereka adalah saudaramu yang dijadikan Allah swt berada di bawah kekuasaanmu. Oleh karena itu, berilah mereka makan, seperti yang engkau makan, dan berilah mereka pakaian seperti pakaian yang engkau kenakan; janganlah memberi beban tugas yang memberatkan mereka, dan jika engkau membebani mereka dengan tugas, maka berlakulah baik (tidak memberatkan) kepada mereka.”
Disamping itu Islam juga mendorong manusia untuk membebaskan budak-budaknya sebagaimana yang ada dalam surat al Balad 11-13, artinya:
11. tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.
12. tahukah kamu Apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
Dalam hal ini Rosulullah juga memberikan contoh langsung dengan membebaskan seorang budak yang dimiliki oleh istrinya, siti khadijah.
Selain dari upaya reformasi diatas, Rosulullah melakukan hal yang baru terutama ketika beliau telah menetap di Yastrib atau yang kemudian dikenal dengan Madinah al Munawwarah. Pada periode ini Rasul menetapkan dasar-dasar kebudayaan yang pada umumnya berupa sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial ,ekonomi, dan politik yang bersumber dari al Qur’an dan Hadist. Dasar dasar kebudayaan itu antara lain mengadakan perjanjian damai antar penduduk Madinah yang dapat dikatakan sarat dengan perbedaan agama, mendirikan masjid yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadat tetapi juga sebagai arena pertemuan Beliau dan sahabat-sahabatnya dalam mendiskusikan sesuatu dan mempersatukan kaun Ansor (masyarakat pribumi Madinah ) dan Muhajirin (sekelompok orang yang hijrah dari mekkah ke Madinah).
Ketika Rosulullah di Madinah, beliau juga meletakkan asas- asas masyarakat Islam yang kemudian hal ini mampu melahirkan sebuah peradaban baru di dunia dan bagi dunia Islam khususnya. Asas asas tersebut antara lain al Ikha (persaudaraan), al Musawah (persamaan), al Tasamuh (toleransi), al Tasyawur (musyawarah), al Ta’awun (tolong menolong) dan al Adalah (keadilan).
Kesimpulan
banyak adat orang Arab yang dinilai kurang baik dan bertentangan dengan nilai –nilai kemanusiaan secara umum dan yang kemudian dirubah setelah datangnya Islam di jazirah tersebut. Kebiasaan kebiasaan tersebut antara lain peribadatan dengan banyak tuhan yang sesembahannya itu dimanifestasikan dengan batu, kayu atau logam atau berupa benda-benda alam yang dinilai memiliki kekuatan supra natural. Kebiasaan ini kemudian mulai digeser dengan ajaran Nabi Muhammad yang bertumpu pada Monoteisme atau penyembahan pada satu tuhan. Kebiasaan buruk lainnya adalah memperlakukan perempuan dan budak tidak selayaknya manusia yang kemudian dicounter sedemikian rupa oleh Islam melalui ajaran-ajaranya untuk diposisikan pada derajat yang sama dengan yang lainnya. Kegemaran minum minuman keras dan berzinah juga ditanggapi secara keras oleh Al Qur’an untuk meminimize kemungkinan semakin menjamurnya kebiasaan tersebut dalam durasi waktu yang lama. Serta, yang terakhir, Islam sangat tidak sepakat dengan fanatisme kesukuan yang begitu mengakar dalam system kekeluargaan Arab dan yang menganggap diri mereka sebagai kaum yang terbaik, terkait dengan ini Al Qur’an mematahkan anggapan itu dengan ayat yang berbunyi “ Sesungguhnya manusia yang paling mulia disisi Allah adalah yang bertakwa”.
http://referensiagama.blogspot.com/januari/2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
izin copy
BalasHapusKecil Tulisannn!!!!!
BalasHapusIjin mengcopy ya
BalasHapus