EKSISTENSI HADIS DI TENGAH PERAN GANDA NABI MUHAMMAD SAW.
by sariono sby
I. Pengertian Hadis
Kata hadis berasal dari bahasa arab, al H{adi
b) Khabar (berita,riwayat) jamaknya ah{a>di>th, h{idthan dan h{udthan. Sedangkan menurut terminologi, hadis diberi pengertian yang berbeda – beda oleh para ulama’. Perbedaan pandangan tersebut banyak dipengaruhi oleh terbatas dan luasnya obyek tinjauan masing – masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.
Menurut istilah ahli ushul; pengertian hadis adalah :
كل ما صدرعن النبى ص م غيرالقران الكريم من قول اوفعل اوتقريرممايصلح ان يكون دليلا لحكم شرعى
‘ Hadis yaitu segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al Qur’a>n al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara’
Sedangkan menurut istilah fuqaha. Hadis adalah :
كل ماثبت عن النبى ص م ولم يكن من باب الفرض ولاالواجب
“ yaitu segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah – masalah fardhu atau wajib”
Para ahli ushul memberi pengertian yang demikian disebabkan mereka bergelut dalam ilmu ushul yang banyak mempelajari tentang hukum syari’at saja. Dalam pengertian tersebut hanya yang berhubungan dengan syara’ saja yang merupakan hadis, selain itu bukan hadis, misalnya urusan berpakaian. Sedangkan para fuqaha mengartikan yang demikian di karenakan segala sesuatu hukum yang berlabel wajib pasti datangnya dari Allah swt melalui kitab Al Qur’a>n. Oleh sebab itu yang terdapat dalam hadis adalah sesuatu yang bukan wajib karena tidak terdapat dalam Al Qur’a>n atau mungkin hanya penjelasannya saja.
Sedangkan menurut ulama’ Hadis mendefinisikannya sebagai berikut :
كل ما اثر عن النبى ص م من قول اوفعل اوتقريراوصفة خلقية او خلقية
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat – sifat maupun hal ikhwal Nabi.
Menurut jumhur muh{adithi>n sebagaimana ditulis oleh Fatchur Rahman adalah sebagai berikut :
مااضيف للنبى ص م قولااوفعلااوتقريرااونحوها
“segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya”
Perbedaan pengertian antara ulama’ ushul dan ulama’ hadis diatas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan dan tujuan masing – masing. Ulama’ ushul membahas pribadi dan prilaku Nabi Saw sebagai peletak dasar hukum syara’ yang dijadikan landasan ijtihad oleh kaum mujtahid dizaman sesudah beliau. Sedangkan ulama Hadis membahas pribadi dan prilaku Nabi Saw sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang telah diberi gelar oleh Allah swt sebagai Uswah wa Qudwah ( teladan dan tuntunan ). Oleh sebab itu ulama hadis mencatat semua yang terdapat dalam diri Nabi saw baik yang berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak. Oleh karena itu hadis yang dikemukakan oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek hukum syara’ saja, adalah hadis sebagai sumber tasyri’. Sedangkan definisi yang dikemukan oleh ulama’ hadis mencakup hal – hal yang lebih luas.
Disamping istilah hadis terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun terdapat beberapa perbedaan. Maka dari itu kami kemukaan pengertiannya agar lebih jelas.
Sunnah dalam kitab Ushul Al h{adi>th adalah sebagai berikut :
مااثرعن النبى ص م من قول اوفعل اوتقرير اوصفة خلقية اوسيرة سواء كان قبل البعثة اوبعدها
“Segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perkjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau sesudahnya.
Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara hadis dan sunnah, yang sama – sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat kekhususan bahwa sunnah sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing, menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya.
Walaupun demikian terdapat perbedaan yang sebaiknya kita tidak berlebihan dalam menyikapinya. Sebab keduanya sama – sama bersumber pada Nabi Muhammad saw.
Macam-Macam Hadis
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pengertian hadis. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa hadis itu ada yang berasal dari:
1. Perkataan Nabi saw, misalnya :
عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لايفرك مؤمن مؤمنة انكره منها خلقا رضى منها اخر اوقال غيره
“Dari Abu Hurairah ra. Katanya Rasulullah saw bersabda : “Jangan memarahi wanita mu’minah, jika kamu benci akan perangainya, niscaya ada pula yang menyenangkan daripadanya.
2. Perbuatan Nabi saw, misalnya :
عن الفضل ان رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يزل يلبى حتى بلغ الجمرة
“Dari Fadhal ra katanya. “Rasulullah saw senantiasa membaca talbiyah sehingga tiba waktu melontar jumrah “ ( HR. Muslim )
3. Ketetapan Nabi SAW. misalnya
كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا (رواه مسلم)
“Adalah kami (para sahabat) melakukan sholat dua rakaat sesudah terbenamnya matahari ( sebelum sholat maghrib), Rasulullah saw, melihat apa yang kami lakukan dan beliau diam tidak menyuruh dan tidak pula melarang kami (HR. Muslim)
II. Peran Ganda Nabi Muhammad S.A.W.
Al Qur’an menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk semua umat manusia dan sebagai rakhmat bagi seluruh alam. Pernyataan ini disebutkan dalam Surat Saba’ ayat 28 dan Surat Al Anbiya’ ayat 107.
!$tBur y7»oYù=yör& wÎ) Zp©ù!$2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0 #\ÉtRur £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt ÇËÑÈ
“dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Menurut petunjuk Al Qur’an, Nabi Muhammad SAW selain ditunjuk sebagai Rasulullah, juga dinyatakan sebagai manusia biasa, hal ini ditegaskan dalan Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 144 dan Surat Al Kahfi ayat 110
$tBur î£JptèC wÎ) ×Aqßu ôs% ôMn=yz `ÏB Ï&Î#ö7s% ã@ß9$# 4 û'ïÎ*sùr& |N$¨B ÷rr& @ÏFè% ÷Läêö6n=s)R$# #n?tã öNä3Î6»s)ôãr& 4 `tBur ó=Î=s)Zt 4n?tã Ïmøt6É)tã `n=sù §ÛØt ©!$# $\«øx© 3 Ìôfuyur ª!$# tûïÌÅ6»¤±9$# ÇÊÍÍÈ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ×|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqã ¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW. Berperan dalam banyak fungsi, antara lain sebagai Rusulullah, kepala Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim,dan pribadi Ini berarti kehadiran Nabi Muhammad SAW membawa kebajikan dan rakhmat bagi semua umat manusia tanpa pandang bulu. Kalau begitu hadis Nabi yang merupakan salah satu sumber utama agama Islam disamping Al Qur’an mengandung ajaran tidak hanya berkaitan dengan persoalan Nabi sebagai Rasul tapi juga berkaitan persoalan manusia pada umumnya. III. Keberadaan Hadis Di Tengah Peran Ganda Nabi Muhammad SAW Berdasarkan uraian peran ganda nabi Muhammad SAW., maka keberadaan hadis tidak bisa terlepas dari peran ganda beliau. Hal ini bisa dilihat dari contoh matan hadis yang ada, antara lain ; A. Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan peran Nabi sebagai Rasulullah. Hadis Nabi menyatakan ; ﺍﻋﻃﻴﺖ ﺧﻣﺳﺎ ﻠﻢ ﻴﻌﻃﻬﻦ ﺍﺣﺩ ﻗﺒﻟﻰ ﻧﺼﺮﺖ ﺒﺎﻠﺭﻋﺐ ﻤﺳﻴﺮ ﺓﺸﻬﺮ ﻭﺠﻌﻟﺖ ﻠﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﻤﺳﺠﺩﺍ ﻭﻄﻬﻭﺮﺍ ﻔﺎﻴﻤﺎ ﺭﺠﻝ ﻤﻦ ﺍﻤﺘﻰ ﺍﺩﺮﻛﺗﻪ ﺍﻠﺼﻼﺓ ﻔﻟﻴﺼﻝ ﻭﺍﺣﻠﺖ ﻟﻰ ﺍﻠﻤﻐﺎﻨﻢ ﻭﻟﻢ ﺗﺤﻞ ﻷﺣﺩ ﻗﺒﻠﻲ ﻭﺍﻋﻃﻴﺖ ﺍﻠﺸﻔﺎﻋﺔ ﻭﻛﺎﻦ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﻳﺑﻌﺚ ﺇﻠﻰ ﻗﻭﻤﻪ ﺨﺎﺼﺔ ﻭﺒﻌﺛﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻠﻨﺎﺲ ﻋﺎﻤﺔ ﴿ﺮﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭﻤﺴﻠﻢ ﻭﻏﻳﺮﻫﺎ ﻋﻦ ﺠﺎﺒﺭ ﺒﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ﴾ “Saya dikaruniai (oleh Allah) limamacam hal, yang (kelimanya) belum pernah dikaruniakan kepada selain saya. Saya ditolong (dalam peperangan, sehingga) perasaan musuh dalam peperangan) menjadi gentar (menghadapi saya) dalam masa peperangan yang memakan waktu sekitar sebulan; Bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan suci bagi saya dan karenanya, siapa saja dari umat saya yang berada dalam waktu shalat, maka hendaklah dia shalat (di bumi mana saja dia berada); Dihalalkan bagi saya harta rampasan perang, sedang sebelum saya harta tersebutdiharamkan; Saya dikarunia kemampuan member syafa’ah; dan Nabi (sebelum saya) dibangkitkan untuk kaum (bangsa) tertentu,sedangkan saya dibangkit untuk manusia secara (seluruhnya). (Hadis riwayat al-Bukhori, Muslim, dan lain-lain dari Jabir bin Abd. Allah) Secara tekstual, hadis tersebut member informasi tentang lima keutamaan Nabi Muhammad SAW. Disbanding dengan para nabi sebelum beliau.Nabi Muhammad tatkala menyampaikan pernyataan itu itu berada dalam fungsi beliau sebagai rasulullah sebab informasi yang beliau sampaikan tidak mungkin didasarkan atas pertimbangan rasio, tetapi semata-mata didasarkan atas petunjuk wahyu. B. Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan peran Nabi sebagai kepala Negara atau pemimpin masyarakat Hadis Nabi menyatakan ; ﻻﻴﺯﺍﻝ ﻫﺫﺍ ﺍﻻﻤﺮ ﻓﻰ ﻗﺭﻳﺵ ﻤ ﺎﺒﻗﻰ ﻤﻧﻬﻢ ﺍﺜﻧﺎﻥ ﴿ﺮﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭﻤﺳﻠﻢ ﻭﻏﻳﺮﻫﺎ ﻋﻥﻋﺑﺩ ﺍﷲ ﺒﻥﻋﻤﺮ﴾ “Dalam urusan (beragama, bermasyarakat, dan bernegara) ini, orang quraisy selalu (menjadi pemimpinnya) selama mereka masih ada walaupun tinggal dua orang saja. (Hadis riwayat al Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Abdullah bin Umar). ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻤﻦﻗﺭﻴﺵ ﺇﻥﻠﻬﻢ ﻋﻟﻴﻛﻢ ﺣﻗﺎ ﻭﻠﻛﻢ ﻋﻟﻳﻬﻢ ﺤﻗﺎ ﻤﺛﻝ ﺫﻠﻚ ﻤﺎ ﺍﻦ ﺍﺴﺗﺮﺤﻤﻭﺍ ﻓﺭﺤﻤﻭﺍ ﻭﺍﻦ ﻋﺎﻫﺪﺍﻭ ﻭﻔﻭﺍ ﻭﺍﻦﺤﻛﻤﻭﺍ ﻋﺪﻟﻭﺍ ﻔﻤﻥ ﻠﻢ ﻳﻓﻌﻝ ﺫ ﻠﻚ ﻤﻨﻬﻢ ﻓﻌﻟﻳﻪ ﻠﻌﻨﺔ ﺍﷲ ﻭﺍﻟﻤﻼﺋﻛﺔ ﻭﺍﻟﻨﺎﺲ ﺃﺠﻤﻌﻳﻦ ﴿ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺤﻤﺪ ﻋﻦ ﺍﻧﺲ ﺒﻦﻤﻠﻙ ﻭ ﺍﺑﻭﺒﺭﺰﺓ﴾ “Pemimpin itu dari suku Quraisy. Sesungguhnya mereka mempunyai hak atas kamu sekalian dan kamu sekalian mempunyai hak atas mereka. Pada segi-segi mereka dituntut untuk berlaku santun, maka mereka berlaku santun; dan kalau mereka menjadi hakim , maka mereka berlaku adil; kalau mereka berjanji, mereka penuhi. Kalau ada dari kalangan mereka yang tidak berlaku demikian, maka orang itu akan memperoleh laknat dari Allah, para malaikat, dan umat manusia seluruhnya.”(Hadis riwayat Ahmad bin Hambal, dari Anas bin Malik dan Abu Barzah). Sahabat Nabi dan para ulama’ berbeda pendapat dalam memandang peran Nabi tatkala beliau menyatakan hadis tersebut. Perbedaan pendapat ini bisa terjadi karena perbedaan dalam pemahaman. 1. Peran Nabi sebagai rasulullah (pemahaman hadis secara tekstual) Ibnu Hajar al ‘Asqalani (w. 852 H = 1449 M) telah membahas hadis-hadis tersebut secara panjang lebar. Dikatakan tidak ada seorang ulama’pun, kecuali dari Mu’tazilah dan Khawarij, yang membolehkan jabatan kepala Negara diduduki oleh orang yang tidak berasal dari suku Quraisy. Dalam sejarah memang telah ada para penguasa yang menyebut diri mereka sebagai khalifah, padahal mereka bukan dari suku Quraisy. Menurut pandangan ulama’, demikian kta Ibnu Hajar, sebutan khalifah tersebut tidak dapat diartikan sebagai kepala Negara (al-imamah al-‘uzhma). Menurut al-Qurtubi (w. 671 H =n1273 M), kepala Negara disyaratkan harus dari suku Quraisy. Sekiranya pada suatu saat orang yang bersuku Quraisy tinggal orang saja, maka dialah yang berhak menjadi kepala Negara. Pemahaman secara tekstual terhadap hadis-hadis di atas dan yang semakna dengannya dalam sejarah telah menjadi pendapat umum ‘ulama’, dan karenanya menjadi pegangan para penguasa dan umat Islam selama berabad-abad. Mereka memandang bahwa hadis-hadis tersebut dikemukakan oleh nabi dalam kapasitas beliau sebagai rasulullah. 2. Peran Nabi sebagai kepala Negara(pemahaman hadis secara kontekstual) Ulama’ yang mempelopori pemahaman secara kontekstual terhadap hadis-hadis di atas adalah Ibnu Khaldun (w. 808 H = 1406 M ). Menurut Ibnu Khaldun, hak kepemimpinan bukan pada etnis Quraisynya, melainkan pada kemampuan dan kewibawaannya. Pada masa nabi, orang memenuhi syarat sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat yang dipimpinnya adalah dari kalangan Quraisy. Apabila ada suatu masa ada orang yang bukan suku Quraisy memiliki kewibawaan dan kemampuan untuk memimpin, maka dia dapat ditetapkan sebagai pemimpin, termasuk sebagai kepala Negara. Apabila kandungan hadis-hadis di atas dihubungkan dengan fungsi nabi, maka dapatlah dinyatakan bahwa padxa saat hadis-hadis itu dinyatakan, Nabi berada dalam fungsinya sebagai kepala Negara atau pemimpin masyarakat. Yang menjadi indikasi antara lain adalah ketetapan yang bersifat primodial, yakni sangat mengutamakan suku Quraisy. Hal itu tidak sejalan dengan, misalnya, petunjuk al Qur’an yang menyatakan bahwa yang paling utama di hadlirat Allah adalah yang paling takwa.Mengutamakan suku Quraisy memang bukan ajaran dasar dari Agama Islam yang dibawa oleh Nabi. C. Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan peran Nabi sebagai hakim dan manusia biasa. Hadis menyatakan ; ﻋﻦ ﺍﻢ ﺳﻠﻤﺔ ﺭﻀﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﺰﻭﺝ ﺍﻠﻨﺒﻰ ﺼﻟﻰ ﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻧﻪ ﺳﻣﻊ ﺧﺼﻭﻤﺔ ﺒﺒﺎﺐ ﺤﺟﺭﺗﻪ ﻓﺨﺭﺝ ﺍﻠﻳﻬﻢ ﻔﻘﺎﻝ ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻧﺎ ﺒﺷﺭ ﻭ ﺍﻨﻪ ﻴﺄﺘﻴﻧﻰ ﺍﻟﺨﺼﻳﻢ ﻓﻠﻌﻝ ﺒﻌﺿﻛﻢ ﺍﻦﻴﻛﻭﻦ ﺍﺑﻠﻎ ﻤﻦﺒﺽ ﻓﺎﺤﺴﺐ ﺍﻨﻪ ﺼﺎﺩﻕ ﻓﺎﻗﺿﻰ ﻟﻪ ﺒﻨﻠﻙ ﻔﻤﻦ ﻗﺿﻴﺖ ﻠﻪ ﺒﺣﻖ ﻣﺳﻠﻢ ﻔﺎﻧﻤﺎ ﻫﻰ ﻘﻃﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻔﻠﻴﺄﺨﺬﻫﺎ ﺍﻮﻟﻴﺘﺭﻛﻬﺎ ﴿ﺭﻮﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻮﻤﺳﻠﻢﻮﻏﻳﺭﻫﻣﺎ ﴾ “(Hadis riwayat) dari Umu salamah r.a., istri Nabi SAW., dari Rasulullah SAW. Bahwasannya beliau mendengar pertengkaran di (muka) pintu kamar beliau. Maka beliau keluar (dari kamar untuk) menemui mereka, kemudian beliau bersabda; “sesungguhnya saya ini adalah manusia biasa. Sesungguhnya orang yang terlibat pertengkaran mendatangi saya, maka mungkin saja sebagian dari kamu (yang bertengkar) lebih mampu (berargumentasi) daripada pihak lainnya, serhingga saya menduga bahwa dialah yang benar, lalu saya putuskan (perkara itu) dengan memenangkannya. Barang siapa yang saya menangkan (perkaranya) dengan mengambil hak saudaranya sesame muslim, maka sesungguhnya keputusan itu adalah potongan api neraka yang saya berikan kepadanya; (Terserah apakah) dia harus mengambilnyaataukah menolaknya.”(Hadis riwayat al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain) Hadis tersebut member petunjuk tentang pengakuan Nabi sebagai manusia biasa dan sebagai hakim. Dalam melaksanakan kedua fungsi itu, Nabi mengaku memiliki kekurangan, yakni mungkin saja dapat dikelabui oleh kepintaran pihak yang berperkara dalam mengemukakan argumen-argumen untuk memenangkan perkaranya, walaupun sesungguhnya apa yang dikatakannya itu tidak benar. Dalam mengadili perkara, pengetahuan Nabi terbatas hanya pada apa yang telah dinyatakan oleh pihak-pihak yang berperkara beserta alat-alat bukti yang mereka ajukan. Bila keputusan Nabi ternyata salah sebagai akibat dari kepintaran pihak yang berperkara, maka dosanya ditanggung oleh pihak yang telah berhasil mengelabui Nabi tersebut. D. Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan peran Nabi sebagai panglima perang. Hadis Nabi menyatakan ; ﻭﻋﻦ ﺍﻟﺼﻌﺐ ﺒﻦ ﺠﺜﺎﻤﺔ ﺭﻀﻰﺍﷲ ﻋﻧﻪ ﻗﺎﻝ ; ﺳﺋﻝﺮﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺼﻟﻰ ﻋﻠﻳﻪ ﻭﺳﻟﻢ ﻋﻦ ﺍﻫﻝ ﺍﻟﺩﺍﺭ ﻤﻥ ﺍﻟﻤﺸﺮﻛﻴﻥ ﻴﺒﻳﺗﻭﻦ , ﻔﻴﺼﻴﺒﻮﻦ ﻤﻦﻧﺴﺎﺋﻬﻢ ﻭﺫﺭﺍﺮﻴﻫﻢ , ﻔﻗﺎﻞ ) ; ﻫﻢ ﻤﻨﻬﻢ ( ﴿ﻤﺘﻔﻖ ﻋﻟﻴﻪ﴾ “Al-Sho’b Ibnu Jutsamah r.a., berkata ; Rasulullah SAW pernah ditanya tentang penduduk kampong kaum musyrikin yang diserang pada waktu malam, sehingga membahayakan bagi para istri dan anak cucu mereka. Beliau bersabda; “Mereka (para istri dan anak cucu) itu termasuk mereka (kaum musyrikin) juga. (Muttafaq Alaih). Hadis tersebut memberikan petunjuk tentang strategi perang yaitu menyerang musuh di malam hari ketika mereka sedang tidur. Perbuatan itu dilakukan Nabi dalam kapasitasnya sebagai panglima perang. E. Keberadaan Hadis yang berkaitan dengan peran Nabi sebagai pribadi. Dalam hadis Nabi dinyatakan ; ﻋﻦﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺒﻦ ﺯﻴﺪ ﺍﻨﻪ ﺭﺍﻯ ﺮﺴﻭﻝ ﺼﻟﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻟﻢ ﻤﺳﺘﻟﻗﻴﺎ ﻔﻰﺍﻠﻤﺳﺠﺪ ﻭﺍﻀﻌﺎ ﺇﺣﺪﻯ ﺮﺠﻠﻳﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺨﺭﻯ ﴿ﻤﺘﻔﻕ ﻋﺎﻳﻪ﴾ “(Hadis riwayat) dari Abd. Allah bin Zaid bahwasannya dia telah melihat Rasulullah SAW berbaring di dalam masjid sambil meletakan kaki yang satu di atas kaki yang lain.”(Riwayat hadis disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim) Hadis tersebut memberi petunjuk tentang cara berbaring Nabi ketika itu, yakni dengan meletakan kaki yang satu di atas kaki yang lainnya. Pada saat itu tampaknya Nabi sedang merasa nyaman dengan berbaring dalam posisi seperti itu yang digambarkan oleh Nabi dalam kapasitas beliau sebagi pribadi. Kesimpulan Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa keberadaan hadis itu sangat berkaitan erat dengan peran ganda nabi, yaitu selain peran nabi sebagai rasululllah juga sebagai kepala negara atau pemimpin masyarakat, hakim, panglima perang dan manusia biasa, . Namun kandang kala para sahabat dan ulama’ berbeda pendapat dalam memandang peran Nabi tatkala beliau menyatakan hadis. Perbedaan itu dikarenakan berbeda dalam cara memahaminya. Misalnya contoh hadis ada para sahabat yang memahaminya secara tekstual tapi ada juga yang memahaminya secara kontekstual. http://referensiagama.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar