Rabu, 26 Januari 2011

DINASTI IDRISIYAH


DINASTI IDRISIYAH

By sariono sBy

PENDAHULUAN

Khalifah Abbasiyah ialah khalifah islam setelah khalifah Umayyah. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai pemerintahan masa revolusi Islam karena keberhasilan dinasti Abbasiyah dalam memajukan peradaban Islam. Masa Daulah Bani Abbasiyah disebut-sebut sebagai masa keemasan Islam, atau dikenal dengan istilah ” The Golden Age”. Dikarenakan pada masa itu umat Islam telah mencapai puncak kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Dan juga berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah dengan banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Dengan mewarisi imperium besar bani Umayyah. Hal ini memungkinkan daulah bani Abbasiyah dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasan telah dipersiapkan oleh daulah bani Umayyah yang besar.

Puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abasiyah, yang berlangsung kurang lebih selama 500 tahun. Mulai dari tahun 132 H s/d 656 H. Atau dari tahun 750 M s/d 1258 M. Tetapi tidak dipungkiri dibalik itu semua tersimpan persoalan politik yang pada akhirnya bermuara pada persoalan disintegrasi bangsa tersebut. Masalahnya ada pada kebijakan pemerintahan Dinasti Abasiyah yang lebih menitikberatkan terhadap pembinaan peradaban dan kebudayaan. Sedangkan masalah politik yang sebenarnya tak boleh diabaikan karena ini menyangkut integritas sebuah bangsa. Masalah politik yang didalamnya ada ekspansi,kebijakan politis, dsb tidak disentuh sehingga mempercepat pelepasan wilayah-wilayah tertentu yang berada jauh dari pantauan pemerintah pusat Dinasti Abbasiyah.
Dalam sejarah Politik Islam, disintegrasi politik tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak berakhirnya pemerintahan Bani Ummayah. Ada perbedaan mendasar diantara dua pemerintahan tersebut. Pada Masa Bani Ummayah, wilayah kekuasaan sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam (mulai dari awal berdirinya sampai akhir kehancurannya). Sedangkan pada masa Pemerintahan Abbasiyah wilayah kekuasaannya tidak pernah diakui di daerah Spanyol dan Afrika utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah.[1] Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubenur-gubenur propinsi bersangkkutan. Hubungan dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.[2]
Peta kekuasaan tersebut telah banyak mengakibatkan bermunculan wilayah-wilayah yang memisahkan diri dan membentuk dinasti-dinasti kecil. Proses memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah tersebut melalui dua cara: Pertama, melalui pemberontakan lokal dan berhasil, kedua. Melalui gubernur yang ditunjuk oleh khalifah yang kedudukannya semakin lama semakin kuat.[3]

Dinasti-dinasti kecil ditepi barat Baghdad yang memisahkan diri, diantaranya adalah Dinasti Indrisiyah yang akan dibahas oleh penulis, sebagai tugas Ujian akhir Semester pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.

PEMBAHASAN

A. Dinasti Idrisiyah (788-974) M

Dinasti ini didirikan oleh salah seorang penganut syi'ah, yaitu Idris bin Abdulla>h pada tahun 172 H / 789 M. Dinasti ini merupakan Dinasti Syi'ah pertama yang tercatat dalam sejarah berusaha memasukan syi'ah ke daerah Maroko dalam bentuk yang sangat halus.[4] Sebelum dikuasai dinasti idrisiyah wilayah tersebut didominasi oleh kaum Khawarij.

Pada tahun 785 M, Iddris ibn ‘Abdulla>h, cicit al-H>>>>>asan, ikut serta dalam satu pemberontakan sengit kelompok pengikut Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia menyelamatkan diri ke Maroko (al-Maghrib). Di sana dia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974) M berikutnya.[5]

Di tempat ini Idris mendapat sambutan hangat dari masyarakat Barbar, karena ia diketahui sebagai keturunan Ali ibn Abi Tha>lib. Kedua kelompok masyarakat ini menjalin kerjasama untuk merebut kekuasaan Bani Ababsiyah yang dianggap lalim. Mereka memandang bahwa pemerintah Abbasiyah telah memperlakukan bangsa Barbar seperti perlakuan bangsa Romawi. Pajak ditarik, sementara pendistribusian pajak tidak merata bahkan semua diserahkan ke pemerintah pusat di Bagdad. Masyarakat Barbar tetap menjadi budak, meskipun rezim pemerintah telah berganti, dari bangsa Romawi ke Arab Islam.

Kesamaan visi dan nasib inilah yang menjadi ikatan kuat antara Idris ibn Abdullah dengan bangsa Barbar di Afrika Utara. Bentuk kerja sama mereka dibuktikan dengan membangun basis kekuatan. Mereka menjadikan kota Fez sebagai basis kekuatan dan konsolidasi militer. Kota Fez dekat dengan kota Valubilis, kota yang pernah dikuasai bangsa Roma. Di kota ini pada 172H/788 M Idris ibn Abdulla>h di bai’at bangsa Barbar sebagai pemimpin (imam) gerakan. Tahun pembai’atan ini kemudian dijadikan sebagai tahun berdirinya dinasti Idrisiyah, dan berpusat di Walila.

Baru beberapa tahun kemudian pusat pemerintahan dan gerakan dipindahkan ke Fez dan sekaligus dijadikan sebagai ibu kota pemerintahan dinasti ini. Kemunculan dinasti ini dikenal sebagai refresentasi dari gerakan kelompok Alawiyin pertama dalam sejarah Islam.

Kemunculan dinasti ini dianggap oleh khalifah Harun al-Rasyid sebagai ancaman bagi keutuhan negara. Untuk itu, ia mengirim agen mata-mata bernama Sulaiman ibn Ja>rir yang menyamar sebagai tabib untuk mengintai gerakan kelompok ini. Usaha khalifah berhasil, bahkan Sulaiman dapat membunuh Idris pada 177 H/793 M dengan memberinya racun pada makanan yang dikonsumsi Idris ibn Abdullah.
Sepeninggal Idris ibn
Abdulla>h, tampuk kekuasaan dipegang anaknya, Idris ibn Idris ibn Abdullah atau Idris II pada 177 H/93 M.[6]

B. Amir / Pimpinan Dinasti Idrisiyah

1. Idris Ibn Abdulla>h (788-793) M

2. Idris II ( 793-828 ) M

3. Muhammad al Muntashir ( 828-836 ) M

4. Isa Ibn Idris ( 836-849 ) M

5. Yahya Ibn Muhammad

6. Yahya Ibn Yahya

7. Ali Ibn Umar Ibn Idris II

8. Yahya Ibn Qasim Ibn Idris II

9. Yahya Ibn Idris Ibn Umar

10. Hasan Ibn al Qasim

C. Kejayaan dan Keruntuhan Dinasti Idrisiyah

Pada masa kepemimpinannya Idris II, dinasti Idrisiyah mengalami perkembangan cukup pesat. Hal ini terbukti ia mampu membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan, seperti pembangunan kembali kota Fez, istana, masjid, percetakan uang, dan pembangunan saluran air yang dikirim ke rumah-rumah penduduk. Keseriusannya membangun kota dan perangkat lainnya ini, menurut para ahli, ia dikategorikan sebagai pendiri sebenarnya dari dinasti Idrisiyah.

Selama lebih kurang sewindu berkuasa, krisis politik internal dan konflik di kalangan keluarga menyebabkan ia tak mampu mengatasinya, hingga ia wafat pada 221 H/836M. Kedudukannya pun digantikan saudaranya bernama Isa ibn Idris (221-234 H/836-849M).

Setelah itu, terjadi penggantian amir secara berturut-turut, Yahya ibn Muhammad, Yahya ibn Yahya, Ali ibn Umar ibn Idris II, Yahya ibn Qasim ibn Idris II, Yahya ibn Idris ibn Umar, dan akhirnya jabatan tertinggi dinasti ini dipegang oleh al-Htasan ibn al-Qasim.

Jatuhnya dinasti Idrisiyah diakibatkan adanya serangan dari dinasti Fathimiyah di Mesir dan Bani Umayyah di Cordova, Andalusia. Dalam sejarah tercatat, dinasti ini tidak pernah mendapat pengakuan dari Bani Abbasiyah sebagai penguasa daerah otonom di Afrika Utara, bahkan dianggap sebagai ancaman serius bagi keutuhan wilayah Islam. Persoalan ideologis, antara penguasa Bani Abbasiyah yang Sunni dengan Bani Idrisiyah yang Syi’ah, berkembang menjadi persoalan-persoalan politis.

Perseteruan ini terus berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan dinasti Idrisiyah. Karena terkepung di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol, dinasti Idrisiyah akhirnya hancur oleh serangan yang mematikan yang dilancarkan seorang jendral utusan Khalifah al-Hakam II (961-967) M di Kordova.[7]

Fez menjadi pusat kaum Syorfa atau Syurafa (bentuk jamak dari syarif,orang mulia),yakni para keturunan cucu Nabi SAW,Hasan dan Husain ibn Ali ibn Abi Thalib,yang menjadi factor penting dalam sejarah perkembangan Maroko. Kekuasaan Idrisiyah yang ada dikota-kota,tanpa menguasai desa-desa akhirnya terpecah-pecah dimasa pemimpin Muhammad al-Muntasir pada tahun (213-221) H. Kekuaaan mereka dibagi-bagikan kepada saudara-saudara al-muntasir yang banyak jumlahnya. Musuh-musuh mereka yang terdiri dari suku Berber, dengan mudah dapat memukulnya. Disamping itu muncul pula ancaman musuh yang lebih besar,yakni Daulah Fatimiyah yang dipimpin oleh Mahdi Ubaidillah.Yahya IV (292-310)H terpaksa mengakui kekuasaan Fatimiyah, dan Fez dapat diduduki oleh dinasti baru tersebut pada tahun 309. Baru menjelang akhir pemerintahannya, Idrisiyah dapat menguasai pelosok Maroko. Tetapi bani umaiyah yang berkuasa di Spanyol memukul Idrisiyah tahun 363 H dan keluarga terakhir dinasti yang kalah itu dibawa ke Cordova.

KESIMPULAN/PENUTUP

1. Dinasti Idrisiyah adalah dinasti kecil pada masa bani Abbasiyah yang terletak di tepi barat Baghdad

2. Dinasti Idrisiyah didirikan oleh penganut syi'ah, yaitu Idris bin Abdulla>h keturuna Nabi cicit dari Hasan pada tahun 172 H / 789 M dengan dukungan kaum bar-bar

3. Fez adalah ibukota dari dinasti Idrisiyah

4. Dinasti Idrisiya mencapai kejayaan pada masa Idrisiyah II

5. Keruntuhan dinasti Idrisiyah selain dari factor internal juga dari factor ekternal yaitu terkepung dinasti Idrisiyah di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol


http://referensiagama.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar