FII DHILALIL QUR'AN : SAYYID QUTHUB
by sariono sby
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kitab Tafsir fi Zhilalil-Qur’an merupakan sebuah tafsir sempurna tentang kehidupan dibawah sinar Qur’an dan petunjuk Islam. Pengarangnya hidup di bawah naungan qur’an yang bijaksana sebagaimana yang dapat dipahami dari penamaan terhadap kitabnya. Ia meresapi keindahan Qur’an dan Mampu mengungkapkan perasaanya dengan jujur sehungga sampai dalam kesimpulan bahwa umat manusia dewasa ini sedang berada dalam kesengsaraan yang disebabkan oleh berbagai paham dan aliran yang merusak dan pertarungan berdarah yang tiada hentinya. Bagi situasi seperti ini tiada jalan keselamatan lain selain dari Islam.
Fi Zhilal al-Qur’an (dibawah naungan al-Qur’an) adalah sebuah kitab karangan Sayid bin al-Haj Qutub bin Ibrahim dilahirkan pada tahun 1906 M. Tulisan Sayyid Quthub banyak yang diterbitkan, seperti kitab Sayiid Quthub as-Syahid al-Hayyi. Sayid adalah alumnus Fakultas Darul-Ulum, 1933 M. Beliau menghabiskan waktunya untuk melayani pengajian, dan selama menjadi pegawai kementrian. Beliau diutus ke Amerika dalam rangka menggali metode-metode pengajaran untuk dikembangkan di Mesir. Dari sana Sayid memperoleh suatu manfaa, yakni kejujuran dan kesungguhan dalam berdakwah. Sekembali dari amerika, memang makin bertambah kesungguhannya dalam dakwah saat bergabung ke kelompok Ikhwanul muslimin yang di dirikan 1915 M.
Sayyid Quthb adalah sosok mubalig yang selalu ingin mengkomunikasikan pesan-pesan al-Qur’an kepada audiens. Bukan saja substansi kebenaran yang dibawa al-Qur’an, tetapi juga sarana yang digunakan al-Qur’an yang mengandung keindahan, dan karenanya mengesankan. Hal ini niscaya memberikan inspirasi kepada para mubalig, bahwa selain menyamaikan pesan kebenaran, niscaya kebenaran itu dikemas sedemikian rupa sehingga mengesankan bagi pendengarnya.
Tafsir fi Zhilal al-Qur,an di satu sisi merupakan ungkapan pengalaman estetik Sayyid Quthb ketika bersentuhan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan di sisi lain merupakan kritik atas kajian al-Qur’an secara akademik yang kering dan kehilangan segi-segi keindahannya. Sayyid Quthb berusaha mengembalikan pesona al-Qur’an yang tak tampak lagi dalam buku-buku tafsir di sekolah agama.
PEMBAHASAN
A. Biografi asy-Syahid Sayyid Quthb dan Karya-karyanya
Ash-syahid Sayyid Quthb dilahirkan pada tahun 1906 di Kampung Musyah, Kota Asyuth, Mesir. Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitikberatkan ajaran Islam dan mencintai Al-Qur’an. Ia telah bergelar hafizh sebelum berumur sepuluh tahun. Menyadari bakat anaknya, orang tuanya memindahkan keluarganya ke Halwan. Daerah pinggiran Kairo. Ia memperoleh kesempatan masuk Tajhiziah Darul Ulum. Tahun 1929, ia kuliah di Darul Ulum (nama lama Universitas Kairo, sebuah universitas yang terkemuka di dalam bidang pengkajian ilmu Islam dan sastra Arab, dan juga tempat al-Imam Hasan al-Banna belajar sebelumnya). Ia memperoleh gelar sarjana muda pendidikan pada tahun 1933.
Ayahnya bernama Ibrahim Husain Shadhili di panggil ke hadirat yang Mahakuasa ketika ia sedang kuliah. Tak lama kemudian (1941), ibunya pun menyusul kepergian suaminya. Wafatnya dua orang yang di cintainya itu membuatnya merasa kesepian. Tetapi di sisi lain, keadaan ini justru memberikan pengaruh positif dalam karya tulis dan pikirannya.
Sejak dari lulus kuliahnya hinga tahun 1951, kehidupannya tampak biasa-biasa saja , sedangkan karya tulisnya menampakkan nilai sastra yang begitu tinggi dan bersih, tidak bergelimang dalam kebejatan moral seperti kebanyakan sastrawan pada masa itu. Pada akhirnya tulisan-tulisannya lebih conding kepada Islam.
Pada tahun yang sama, sewaktu bekerja sebagai pengawas sekolah di Departemen Pendidikan, ia mendapat tugas belajar di Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya di bidang pendidikan selama dua tahun. Ia membagi waktu studinya antara Wilson’s Teacher’s college di Washington, Greeley College di Colorado, dan Stanford University di California. Ia juga mengunjungi banyak kota besar di Amerika Serikat serta berkunjung ke Inggris, Swiss, dan Italia.
Tidak seperti rekan-rekan seperjalanannya, keberangkatannya ke Amerika itu ternyata memberikan saham yang besar pada dirinya dalam menumbuhkan kesadaran dan semangat islami yang sebenarnya, terutama sesudah ia melihat bangsa Amerika berpesta pora atas meninggalnya al-Imam Hasan al-Banna pada awal tahun 1949.
Hasil studi dan pengalamannya selama di Amerika Serikat itu meluaskan wawasan pemikirannya mengenai probem-problem sosial kemasyarakatan yang di timbulkan oleh paham maerialisme yang gersang akan paham ketuhanan. Ketika kembali ke Mesir, ia semakin yakin bahwa Islamlah yang sanggup menyelamatkan manusia dari paham materialisme sehingga terlepas dari cengkeraman materi yang tak pernah terpuaskan.
Sayyid Quthb kemudian bergabung dengan gerakan Islam Ikhwanul Mislimin dan menjadi salah satu seorang tokohnya yang berpengaruh, di samping hasan al-hudaibi dan Abdu Qadir Audah. Sewaktu larangan terhadap Ikhwanul Muslimin dicabut pada tahun 1951, ia terpilih sebagai anggota panitia pelaksana dan memimpin bagian dakwah. Selama tahun 1953, ia menghadiri konferensi di Suriah dan Yordania, dan sering memberikan ceramah tentang pentingnya akhlak sebagai prasyarat kebangkitan umat.
Juli 1954, ia menjadi pimpinan redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi, baru dua bulan usianya. Harian itu tutup atas perintah Presiden Mesir Kolonel Gamal Abdul Nasser karena mengecam perjanjian Mesir-Inggris 7 Juli 1954.
Sekitar Mei 1955, Sayyid Quthb termasuk salah seorang pemimpin Ikhwanul Mislimin yang ditahan setelah organisasi itu dilarang oleh Presiden Nasser dengan tuduhan berkomplot untuk menjatuhkan pemerintah. Pada 13 Juli 1955, Pengadilan Rakyat menjatuhkan hukuman lima belas tahun kerja berat. Ia ditahan di beberapa penjara di Mesir hingga pertengahan tahun 1964. Ia dibebaskan pada tahun itu atas permintaan presiden Irak Abdul Salam Arif yang mengadakan kunjugan muhibah ke Mesir.
Baru setahun ia menikmati kebebasan, ia kembali ditangkap bersama tiga orang saudaranya: Muhammad Quthb, Hamidah, dan Aminah. Juga ikut ditahan kira-kira 20.000 orang lainnya, di antaranya 700 orang wanita.
Pada hari Senin, 13 Jumadil Awwal 1386 atau 29 Agustus 1966, ia dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy) menyambut panggilan Rabbnya dan syahid di tali tiang gantungan.
Sayyid Quthb menulis lebih dari dua puluh buah buku. Ia mulai mengembangkan bakat menulisnya dengan membuat buku untuk anak-anak yang meiwayatkan pengslsmsn Nabi Muhammad saw, dan cerita-cerita lainnya dari sejarah Islam. Perhatiannya kemudian meluas dengan menulis ceita-cerita pendek, sajak-sajak, kritik sastra, serta artikel untuk majalah.
Di awal karir penulisannya, ia menulis dua buku mengenai keindahan dalam Al-Qur’an: at-Tashwir al-Fanni fil-Qur’an “Hari kebangkitan dalam Al-Qur’an”. Pada tahun 1948, ia menerbitkan karya monumentalnya: al-‘Adaalah al-Ijtimaa’iyah fil-Islam “Keadilan Sosial dalam Islam”, kemudian disusul Fi Dhilalil-Qur’an “Di bawah Naungan Al-Qur’an” yang diselesaikannya di dalam penjara.
Karya-karya lainnya: as-Salaam al-‘Alami wal-Islam “Perdamaian Internasional dan Islam” (1951), an-Naqd al-Adabii Ushuuluhu wa manaahijuhuu “Kritik Sastra, Prinsip Dasar dan Metode-Metode”, Ma’rakah al-Islaam war-Ra’sumaaliyah “Perbenturan Islam dan Kapitalisme” (1951), Fit-Tariikh, Fikrah wa Manaahij “Teori dan Metode dalam Sejarah”, al-Mustaqbal li Hadzad-Diin “Masa depan berada di Tangan Agama ini”, Nahw Mujtama’ Islaami “Perwujudan Masyarakat Islam”, Ma’rakatuna ma,al-Yaahuud “Perbenturan kita dengan Yahudi”, al-Islam wa-Musykilah al-Hadharah “Islam dan Problem-problem kebudayaan” (1960), Hadzaa ad-Diin “Inilah Agama” (1955), dan Khashais at-Tashawwur al-Islaami wa Muqawwamatuhu “Ciri dan Nilai visi Islam” (1960).
Sewaktu di dalam tahanan, ia menulis karya terakhirnya: Ma’aalim fith-Thariq “Petunjuk Jalan” (1964). Dalam buku ini, ia mengemukakan gagasannya tentang perlunya revolusi total, bukan semata-mata pada sikap individu, namun juga pada struktur negara. Serama periode inilah, logika konsepsi awal negara Islamnya Sayyid Quthb mengemuka. Buku ini pula yang dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya bersekongkol hendak menumbangkan rezim Nasser.
B. Metode dan Sistematika tafsir Fi Zhilal al-Qur’an
Metode tafsir fi Zilal al-Qur’an, bila ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya menggunakanMetode tafsir Ithnabi yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat al Qur’an hanya secaramendetail / rinci, dengan uraian-uraian yang panjang lebar, sehingga cukup jelas danterang yang banyak disenangi oleh para cerdik pandai.
Tafsir Sayid Quthb merupakan karya sastra yang (terasa) asing dari kehidupan. Sayid belum pernah memakai metode demikian. Beliau memberi prolog terhadap setiap surat dengan suatu pendahuluan yang menjelaskan tema surat dan jawaban (persoalan-persoalannya), juga tujuan-tujuan pentingnya. Kemudian beliau menjabarkan kata perkata. Beliau menghindari hal-hal yang gelap dalam membahas al-Qur’an, juga menomorduakan Israiliyat.
Di samping itu dapat juga kajian terhadap suara dan lonceng yang dihubungkan dengan lafal/ kalimat dalam al-Qur’an, suatu studi terhadap struktur kata yang belum ada dalam kitab-kitab tafsir sebelumnya.
Perlu diketahui bahwa kitab tafsir Sayid Quthb dicetak berkali-kali, setebal enam jilid besar.
C. Aliran penafsiran
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, aliran (corak) tafsir ada: corak fiqhiy, shufiy, ilmiy, bayan, falsafiy, adabiy, ijtima’iy.
Dari aliran-aliran penafsiran tersebut, maka tafsir fi Zhilal al-Qur’an termasuk Tafsir ijma’i, yaitu penafsiran yang melibatkan kenyataan sosial yang berkembang dimasyarakat.
KESIMPULAN
Ash-syahid Sayyid Quthb dilahirkan pada tahun 1906 di Kampung Musyah, Kota Asyuth, Mesir. Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitikberatkan ajaran Islam dan mencintai Al-Qur’an. Ia telah bergelar hafizh sebelum berumur sepuluh tahun. Menyadari bakat anaknya, orang tuanya memindahkan keluarganya ke Halwan. Daerah pinggiran Kairo. Ia memperoleh kesempatan masuk Tajhiziah Darul Ulum. Tahun 1929, ia kuliah di Darul Ulum (nama lama Universitas Kairo, sebuah universitas yang terkemuka di dalam bidang pengkajian ilmu Islam dan sastra Arab, dan juga tempat al-Imam Hasan al-Banna belajar sebelumnya). Ia memperoleh gelar sarjana muda pendidikan pada tahun 1933.
Karya-karya lainnya: Fi Dhilalil-Qur’an , at-Tashwir al-Fanni fil-Qur’an, al-‘Adaalah al-Ijtimaa’iyah fil-Islam, as-Salaam al-‘Alami wal-Islam , an-Naqd al-Adabii Ushuuluhu wa manaahijuhuu, Ma’rakah al-Islaam war-Ra’sumaaliyah, Fit-Tariikh, Fikrah wa Manaahij, al-Mustaqbal li Hadzad-Diin, Nahw Mujtama’ Islaami, Ma’rakatuna ma,al-Yaahuud, al-Islam wa-Musykilah al-Hadharah), Hadzaa ad-Diin dan Khashais at-Tashawwur al-Islaami wa Muqawwamatuhu.Sewaktu di dalam tahanan, ia menulis karya terakhirnya: Ma’aalim fith-Thariq
· Metode tafsir fi Zilal al-Qur’an, bila ditinjau dari segi keluasan penjelasan tafsirannya menggunakanMetode tafsir Ithnabi
· Perlu diketahui bahwa kitab tafsir Sayid Quthb dicetak berkali-kali, setebal enam jilid besar.
· Aliran penafsirannya tergolong Tafsir ijma’i, yaitu penafsiran yang melibatkan kenyataan sosial yang berkembang dimasyarakat.
http://referensiagama.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar