Minggu, 16 Januari 2011
ISLAM DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
ISLAM DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
( Islamisasi ilmu pengetahuan, etika pengembangan ilmu-ilmu keislaman, ilmuwan muslim dan penemuannya)
By Sariono Sby
PENDAHULUAN
Dalam Islam, Ilmu merupakan salah satu perantara untuk memperkuat keimanan. Iman hanya akan bertambah dan menguat, jika disertai ilmu pengetahuan. Seorang ilmuan besar, Albert Enstein mengatakan bahwa “Science without religion is blind, and religion without science is lame”, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh.
Ajaran Islam tidak pernah melakukan dikotomi antar ilmu satu dengan yang lain. Karena dalam pandangan islam, ilmu agama dan umum sama-sama berasal dari Allah. Islam juga menganjurkan kepada seluruh umatnya untuk bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengembangkan setiap ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan al-qur’an merupakan sumber dan rujukan utama ajaran-Nya memuat semua inti ilmu pengetahuan, baik yang menyangkut ilmu umum maupun ilmu agama. Memahami setiap misi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah memahami prinsip-prinsip al-quran
PEMBAHASAN
1. Islam dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sejak Islam lahir di muka bumi ini, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa nabi Muhammad ketika diutus oleh Allah sebagai rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
Kalau kita lihat dari sejarahnya, pandangan Islam tentang pentingnya ilmu itu tumbuh bersamaan dengan munculnya Islam itu sendiri. Ketika Rasulullah menerima wahyu pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca” (lihat Al Alaq : 1).
Perintah ini tidak hanya sekali diucapkan Jibril tetapi berulang-ulang sampai nabi dapat menerima wahyu tersebut. Dari kata iqra’ inilah kemudian lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak. Wahyu pertama, itu menghendaki umat Islam untuk senantiasa membaca dengan dilandasi bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.
Selanjutnya, dalam surat al-Zumar ayat 9 juga dinyatakan:
Artinya : ……..Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ( QS: al-Zumar: 9)
Di samping kedua ayat tersebut di atas, ada juga Q.S Mujadalah:11.
Ayat- ayat di atas mengisyaratkan betapa pentingnya menuntut ilmu dan mengembangkannya bahkan merupakan sebuah kewajiban, karena dengan ilmu pengetahuanlah manusia dapat mencapai kemuliaan dengan mendapat derajat yang tinggi dan luhur.
Selain ayat-ayat tersebut di atas, ada juga hadith Rasulullah yang menekankan wajibnya mencari ilmu, antara lain: “Menuntut Ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim”(HR. Ibnu ‘Abdil Bar Dari Anas)
Dengan demikian, al-quran dan hadis kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam dalam tataran yang seluas-luasnya. Lebih lagi, kedua sumber pokok Islam ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Peran itu adalah: Pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum muslimin terdapat dalam al-quran. Dan sejauh pemahaman terhadap al-quran, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu. Kedua, al-quran dan hadis menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam segi apa pun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan tauhid. Karena itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan al-quran dan hadis merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam. Singkatnya, al-quran dan hadis menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivifas intelektual.
Dengan semangat Islam yang besar menuntut ilmu, menjadikan kaum muslim memburu ilmu-ilmu pengetahuan dari berbagai negara dan peradaban dunia diantaranya ilmu pengetahuan Yunani dan India, namun bukan berarti ilmu pengetahuan Islam belum bekembang sebelum pengadopsian ilmu dari dunia luar.
Kalau kita lihat dari perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa semula adalah muncul di Yunani pada abad keenam sebelum masehi. Ilmu pengetahuan yang banyak berkaitan dengan dunia materi pada waktu itu masih bersatu dengan dunia filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada dunia metafisika (dunia di balik materi). Ilmu dan filsafat masih berada dalam satu tangan. Phytagoras, Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah disamping seorang filosof juga seorang ilmuwan.
Sedangkan pada masa kejayaan kekuasaan Islam, khususnya pada masa pernerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa, Islam pada masa keemasannya, di mana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh di luar kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan peradaban (Dark Age).
Ketika itu, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para ilmuwan Muslim melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-besaran ke dalam Bahasa Arab dan Persia di “Bait al-Hikmah” (Rumah Ilmu Pengetahuan) Bagdad pada abad ke-VIII hingga abad ke-XIII Masehi, seperti : Abu Yahya al-Batriq berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat Yunani karya besar Aristoteles dan Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato, buku “Prognotik” karya Hyppocrates, dan buku “Aphorisme” karya penting dari Galen. Ghasta Ibn Luka (Luke) al-Ba’labaki berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan matematika hasil karya dari : Diophantus, Theodosius, Autolycus, Hypsicles, Aristarchus dan karya Heron. Dan juga Tsabit Ibn Qurra al-Harrani (826-900) berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika Yunani karya besar dari : Apoloonius, Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy, Galen dan Eutocius. Selain itu, masih banyak lagi pemikir Muslim yang sangat berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah seorang diantaranya adalah Ibn Sina, ketika baru berusia 21 tahun, beliau telah menulis al-Hasil wa al-Mahsul yang terdiri dari 20 jilid. Selain itu, beliau juga telah menulis al-Shifa (Penyembuhan), al-Qanun fi al-Tibb (KaidahKaidah dalam Kedokteran), Al-Insaf (Pertimbangan), al-Najat (Penyelamatan), dan Lisan al- Arab (Bahasa Arab). Dan masih banyak karya besar lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu dalam makalah yang sederhana ini.
Pada masa periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan yang semula hanya bersatu dengan dunia filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan agama di dalamnya. Hal ini dapat dilihat pada para tokoh muslim seperti: Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan yang lainnya, mereka adalah di samping sebagai seorang filosuf, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog maupun ahli dalam bidang hukum Islam).
Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya adalah terjadinya kilas balik transformasi Ilmu dari Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-orang Eropa yang belajar di Universitas-Universitas Andalusia, Cordova dan Toledo (Spanyol Islam), seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dan Cremona dan yang lainnya. Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di Sicilia yang pernah dikuasai Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah dijadikan tempat penterjemahan buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin, sehingga akhirnya melahirkan renaisans di Barat. Berawal dari sinilah, ilmu pengetahuan dan filsafat yang semula telah dikuasai oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat (Eropa) dan sebagai akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki masa renaisans dan selanjutnya perkembangan ilmu pengetahuan memasuki abad modern dengan kemajuan teknologinya yang cepat dan spektakuler sampai saat ini.
2. Islamisasi ilmu pengetahuan
Ketika kita mendengar istilah Islamisasi Ilmu pengetahuan, ada sebuah kesan bahwa ada sebagian ilmu yang tidak Islam sehingga perlu untuk diislamkan. Dan untuk mengislamkannya maka diberikanlah kepada ilmu-ilmu tersebut dengan label "Islam" sehingga kemudian muncullah istilah-istilah ekonomi Islam, kimia Islam, fisika Islam dan sebagainya. Dengan demikian, perlu kiranya untuk diungkap dan agar lebih dipahami apa yang dimaksud “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.
Menurut al-Faruqi sebagaimana yang dikutip oleh Ziauddin Sardar, Islamisasi adalah usaha untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita).
Dan untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah pengetahuan umat manusia menurut wawas an Islam, bukanlah tugas yang ringan yang harus dihadapi oleh intelektual-intelektual dan pemimipin-pemimpin Islam saat ini. Karena itulah, untuk melandingkan gagasannya tentang Islamisasi ilmu, al-Faruqi meletakan "prinsip tauhid" sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip tauhid ini dikembangkan oleh al-Faruqi sebagaimana yang dikutip oleh Juhaya S. Paraja menjadi lima macam kesatuan, yaitu : (1) Kesatuan Tuhan, (2) Kesatuan ciptaan, (3) Kesatuan kebenaran dan Pengetahuan, (4) Kesatuan kehidupan, dan (5) Kesatuan kemanusiaan.
Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang "terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan di antaranya. Sebagai panduan untuk usaha tersebut, al-Faruqi menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi ilmu, tujuan yang dimaksud adalah:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern.
2. Penguasaan khazanah arisan Islam
3. Membangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern
4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, ada 12 langkah yang harus ditempuh terlebih dahulu. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah, tema dan perkembangannya
2. Survei disiplin ilmu
3. Penguasa an khazanah Islam: ontologi
4. Penguasaan khazanah ilmiah Islam: analisis
5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu.
6. Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di masa kini
7. Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat perkembangannya dewasa ini
8. Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
9. Survei permasalahan yang dihadapi manusia
10. Analisis dan sintesis kreatif
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
12. Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan.
3. Etika pengembangan ilmu-ilmu keislaman
Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Sebelum membahas tentang etika pengembangan ilmu, penulis akan terlebih dahulu memaparkan beberapa definisi tentang etika, diantaranya :
“Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan seluruh tingkah laku manusia”.
“Etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia tetapi tentang idenya”.
“Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal pikiran”
”Etika merupakan acuan moral bagi pengembangan ilmu. Tampilnya dapat berupa: visi, misi, keputusan, pedoman prilaku dan kebijakan moral dalam pengembangan ilmu”
Adapun tentang masalah etika dalam pengembangan ilmu Noeng Muhadjir membagi kepada empat klaster, yaitu: 1) Temuan basic research, 2) Rekayasa teknologi, 3) Dampak sosial rekayasa, dan 4) Rekayasa sosial.
Sementara itu, Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah mengemukakan terkait dengan etika pengembangan ilmu, bahwa etika yang harus diperhatikan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan adalah:
1. Rasa tanggung jawab di hadapan Allah, sebab ulama merupakan pewaris para anbiya. Tidak ada pangkat yang lebih tinggi daripada pangkat kenabian dan tidak ada derajat yang ketinggiannya melebihi para pewaris pangkat itu.
2. Amanat Ilmiah. Sifat amanah merupakan kemestian iman termasuk ke dalam moralitas ilmu, tak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah. Dalam memberikan kriteria orang beriman Allah menjelaskan dalam QS: al-Mu’minun:8
Sebaliknya sifat khianat merupakan kriteria orang yang munafik, yang salah satu sifatnya yang paling menonjol adalah apabila diberikan amanat maka dia berkhianat
Seseorang yang tahu bertahan dengan pendiriannya dan terhadap hal-hal yang tidak diketahuinya dia berkata: “Aku tidak tahu.” Di dalam dunia ilmiah tidak dikenal sifat malu dan sombong. Dunia ilmiah selalu mengakui kebenaran apapun atau faedah apapun yang sudah jelas, sekalipun bersumber dari orang yang tidak memiliki ilmu yang luas atau berusia muda atau berkedudukan rendah.
3. Tawad}u’. Salah satu moralitas yang harus dimiliki oleh ilmuan ialah tawad}u. Orang yang benar berilmu tidak akan diperalat oleh ketertipuan dan tidak akan diperbudak oleh perasaan ‘ujub mengagumi diri sendiri, karena dia yakin bahwa ilmu itu adalah laksana lautan yang tidak bertepi yang tidak ada seorang pun yang akan berhasil mencapai pantainya.
4. Izzah. Perasaan mulia yang merupakan fadhilah paling spesifik bagi kaum muslimin secara umum.
Izzah di sini adalah perasaan diri mulia ketika menghadapi orang-orang yang takabbur atau orang yang berbangga dengan kekayaan, keturunan, kekuatan atau kebanggaan-kebanggaan lain yang bersifat duniawi. Izzah adalah bangga dengan iman dan bukan dosa dan permusuhan. Suatu perasaan mulia yang bersumber dari Allah dan tidak mengharapkan apapun dari manusia, tidak menjilat kepada orang yang berkuasa
5. Mengutamakan dan menerapkan Ilmu
Salah satu moralitas dalam Islam adalah menerapkan ilmu dalam pengertian bahwa ada keterkaitan antara ilmu dan iradah. Kehancuran kebanyakan manusia adalah karena mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmu itu atau mengamalkan sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang mereka ketahui, seperti dokter yang mengetahui bahayanya suatu makanan atau minuman bagi dirinya tetapi tetap juga dia menikmatinya karena mengikuti hawa nafsu atau tradisi. Seorang moralis yang memandang sesuatu perbuatan tetapi dia sendiri ikut melakukannya dan bergelimang dengan kehinaan itu. Jenis ilmu yang hanya teoritis seperti ini tidak diridhai dalam Islam.
6. Menyebarkan ilmu
Menyebarkan ilmu adalah moralitas yag harus dimiliki oleh para ilmuwan/ulama, mereka berkewajiban agar ilmu tersebar dan bermanfaat bagi masyarakat. Ilmu yang disembunyikan tidak mendatangkan kebaikan, sama halnya dengan harta yang ditimbun.
Gugurnya kewajiban menyebarkan ilmu hanya dibatasi jika ilmu yang disebarkan itu akan menimbulkan akibat negatif bagi yang menerimanya atau akan mengakibatkan dampak negatif bagi orang lain atau jika disampaikan akan menimbulkan mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya.
7. Hak Cipta dan Penerbit
Mengenai hak cipta dan penerbit digambarkan bahwa kehidupan para ilmuan tidak semudah kehidupan orang lain pada umumnya, karena menuntut kesungguhan yang khusus melebihi orang lain, seorang ilmuwan pengarang memerlukan perpustakaan yang kaya dengan referensi penting dan juga memerlukan pembantu yang menolongnya untuk menukil, mengkliping dan sebagainya dan memerlukan pula orang yang mendapat menopang kehidupan keluarganya. Tanpa semua itu tidak mungkin seorang pengarang akan menghasilkan suatu karya ilmiah yang berbobot. Di samping itu, jika suatu karya ilmiah telah diterbitkan kadang-kadang pengarang masih memerlukan lagi untuk mengadakan koreksi dan perbaikan-perbaikan, semua ini memerlukan tenaga dan biaya. Oleh karena itu, jika dia sebagai pemilik suatu karya ilmiah maka dialah yang berhak mendapatkan sesuatu berkenan dengan karya ilmiahnya. Tetapi perlu diingat dan dipertegas satu hal, bahwa jangan sampai penerbit dan pengarang mengeksploitasi para pembaca dengan menaikkan harga buku-buku dengan harga yang tidak seimbang dengan daya beli pembaca atau pendapatan yang diperoleh pembaca. Jika terjadi yang demikian maka hal itu tidak dibenarkan oleh syara’
Dari uraian di atas, dapat dilihat betapa pentingnya etika bagi pegembangan ilmu, untuk menjaga agar ilmu itu tidak menjadi penyebab bencana bagi kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan serta kehancuran di muka bumi ini. Karena tanpa didasari etika, maka semakin tinggi ilmu yang mereka dapat, semakin tinggi teknologi yang mereka kembangkan, semakin canggih persenjataan yang mereka miliki, semua itu hanya mereka tujukan untuk memuaskan hawa nafsu mereka, tanpa mempertimbangan dengan baik kewajiban mereka terhadap orang lain dan hak-hak orang lain.
4. Ilmuwan-ilmuwan muslim dan penemuan-penemuannya
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa pada zaman keemasannya, islam mempunyai peran yang begitu penting terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, saat itu lahir para ilmuwan muslim yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban saat itu. Di bawah ini penulis akan menyajikan beberapa tokoh ilmuwan muslim dan penemuannya masing-masing, diantaranya yaitu :
1. Jabir ibn Hayyan
Jabir ibn Hayyan, beliau dilahirkan di Thus, beliau sering dikenal sebagai bapak kimia, beliau adalah perintis jalan bagi orang-orang yang berusaha mengubah logam-logam kasar seperti besi dan tembaga menjadi logam-logam mulia seperti emas dan perak. Beliau telah mengadakan penyempurnaan dalam metode kerja kimiawi dan telah berhasil memproduksi oksigen dan mengeluarkan asam nitrit hidrokalorik yang memungkinkan peleburan emas dan perak di dalamnya.
2. Al-Kindi
Al-Kindi, beliau biasa dikenal dengan filosof muslim yang pertama, nama beliau adalah Abu Yusuf al-Kindi, beliau di samping sebagai seoraang pemikir atau filosof, beliau juga seorang ilmuwan muslim yang mampu mrnghasilkan karya dan penemuan-penemuan ilmiah dalam perkembangan ilmu di seluruh dunia, salah satunya adalah jasa beliau sebagai pendiri ilmu psikofisik, yaitu ilmu yang memberikan perhatian pada hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian psikologis dengan persitiwa-peristiwa jasmani. Dalam hal ini pemikiran beliau terkait dengan psikofisik adalah bahwa untuk menyembuhkan pasien, tidak hanya butuh menentukan kualitas bahan campuran obat, melainkan dibutuhkan pula kemanjuran dan dosisnya. Sehingga dari sinilah dibutuhkan ilmu posology (cabang ilmu pengobatan yang berkenaan dengan dosis penggunaan obat).
3. Al-Khawarizmi
Al-Khawarizmi, nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi, beliau adalah seorang ilmuwan muslim perintis ilmu pasti dan beliau adalah peletak ilmu al-jabar, tapi tidak hanya itu beliau juga yang meletakkan dasar-dasar penting ilmu astronomi, ilmu geografi, dan ilmu perpetaan.
Dalam bidang astrnomi, subangan beliau yang paling penting adalah penemuannya tentang Zidj yaitu suatu rangkaian tabel astronomi dan trigonometri yang butuhkan untuk memecahkan soal-soal teori dan praktek astronomi.
4. Abu al-Zahrawi
Abu al-Zahrawi, beliau lahir di kota al-Zahra dan beliau wafat pada 1013 M, beliau adalah seorang muslim yang taat dan beliau adalah salah satu tabib muslim yang terbesar, beliau adalah penemu teknik penyembuhan patah tulang dengan gips.
5. Ibnu Haitham
Nama lengkap beliau adalah Abu al-Hasan ibn al-Haitham, beliau dilahirkan di kota Bashrah tahun 965 dan meninggal di Kairo tahun 1093. Beliau adalah seorang ilmuwan muslim penemu teknik fotografi.
Penemuan beliau yang menjadi dasar teknik alat fotografi adalah teorinya tentang bentuk lengkung yang ditempuh cahaya ketika memancar di udara, dari teori itu beliau menetapkan bahwa kita melihat cahaya bulan dan matahari sebelum benda-bendanya betul-betul kelihatan di cakrawala. Teori inilah yang kemudian menjadi dasar-dasar pengembangan teknik alat-alat fotografi dewasa ini. Di samping itu pula, beliau juga menggagas tentang penggunaan energi solar.
6. Ibnu Sina
Nama lengkap beliau adalah Abu Ali al-Husain ibn Abdullah, beliau dilahirkan pada tahun 980 M di negeri Ifsyia Karmitan dan meninggal dunia pada tahun 1037. Beliau adalah seorang ilmuwan, ulama, dokter, cendekiawan dan filosof. Nama beliau ini tak hanya dikenal di kalangan Islam saja, melainkan menjulang ke seluruh dunia, belau tercatat sebagai orang yang banyak memberikan sumbangan dan pengaruh bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran dengan karya besarnya yang menjadi buku yang sangat legendaris yaitu kitab al-Syifa’ dan al-Qanun fi al-Tibb.
Sebagai seorang ulama’, beliau berhasil menulis buku di bidang fiqih yang berjudul al-hasil wa almuhasil, selain itu beliau juga menulis tentang akhlak, tafsir al-qur’an dan tasawwuf.
7. Al-Ghazali
Beliau adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, beliau dilahirkan di Naisabur, beliau adalah seorang tokoh besar muslim yang terkenal sebagai seorang ulama’, filosof, ahli teologi dan ahli tasawwuf. Sebagai seorang teolog beliau dikenal sebagai pilar utama aliran Asy’ariyah, dan sebagai teolog dan filosof, beliau dengan gigih menyerang pikiran-pikiran filsafat Islam.
Dalam bidang ilmu biologi dan kedokteran, beliau dikenal berhasil menemukan hal ihwal sinoatrial node (pusat pacu jantung) yaitu suatu kumpulan mikroskopis dari jaringan urat jantung atau sel-sel. Ketika menjelaskan hati sebagai pusat pengetahuan intuitif dengan segala rahasianya, beliau berbicara tentang suatu titik dalam hati, beliau merumuskan titik ini secara simbolis sebagai suatu mata batin atau sebagai instink elektrik atau cahaya. Jika cahaya hati yang dikatakan oleh beliau itu dibandingkan dengan sinoatrial node sebagaimana yang dikenal di kalangan para fisiologis dan anatomis, maka akan ditemukan bahwa titik hati menurut beliau itu berhubungan erat dengan sinoatrial node.
8. Ibnu Rusyd
Beliau adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Rusyd, beliau lahir di kota Kordova Spanyol pada tahun 1128. Selain beliau sebagai filosof, beliau adalah tokoh ilmuwan dan cendekiawan muslim terkemuka saat itu.
Beliau memberikan sumbangan yang sangat penting bagi dunia kedokteran, filsafat, logika, musik dan hukum. Dalam bidang kedokteran, beliau berhasil mengarang kitab yang merupakan ensiklopedi kedokteran yang paling lengkap pada zamannya, yaitu kitab al-kulliyat fi al-tibb. Dengan kitab tersebut beliau terkenal sebagai perintis ilmu kedokteran umum, dan di dalam kitabnya tersebut beliau mengungkapkan berbagai aspek kedokteran termasuk diagnosa, penyembuhan dan pencegahan penyakit. Penyelidikan yang beliau lakukan dalam bidang kedokteran tersebut mengantarkannya sebagai perintis ilmu jaringan tubuh (histology), di samping itu juga, beliau juga berhasil dalam penelitian mengenai jaringan pembuluh darah tubuh manusia. Sedangkan di bidang astronomi, beliau berhasil menulis sebuah risalah tentang iklim yang berjudul kitab fi harakat al-falaq.
9. Al-Razi
Beliau adalah Abu Bakar Muhammad ibn Zakariyah al-Razi, beliau dilahirkan di Rayy Persia pada tahun 854 H dan wafat pada tahun 925 H. Beliau dikenal sebagai Socrates Muslim di bidang filsafat dan Hippocrates muslim di bidang kedokteran.
Karya-karya beliau tentang kedokteran yang paling terkenal adalah risalah tentang cacar dan campak, ensiklopedi kedokteran yang berjudul al-Hawi, dalam buku ini beliau selain menjelaskan teori-teori, juga menjelaskan diagnosis dan terapi berbagai penyakit, sumbangan beliau lainnya di bidang kedokteran adalah mengenai penyakit kaki gajah, di sini beliau memberikan diagnosis sekaligus upaya pengobatan terhadap penyakit kaki gajah tersebut. Dan dari karya-karya beliau itu, beliau dikenal sebagai tokoh pengilham kedokteran modern.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam telah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu dan memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sampai kapanpun, sepanjang tubuh ini masih bernafas, akan tetapi perlu diingat bahwa pencarian dan pengembangan ilmu dalam segi apa pun itu pada akhirnya harus bermuara pada penegasan tauhid hingga pada akhirnya ilmu yang dikembangkan tersebut dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.
Di dalam makalah ini, penulis sadar betul akan semua kekurangan penulis baik secara materi maupun non materi sehingga penulis yakin masih banyak kekurangan dan kesalahan yang perlu untuk diperbaiki. Untuk itu, penulis berharap kepada semua teman-teman agar berkenan memberikan sumbangsih pemikiran dan mengkaji lebih dalam lagi terhadap makalah ini demi kesempurnaannya di kemudian hari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar