ILMU PENGETAHUAN DAN BERPIKIR ILMIAH
by sariono sby
PENDAHULUAN
Sudah semakin berkembangnya teori-teori keilmuan sehingga bangunan keilmuan menjadi beda. Melalui pengamatan yang diperoleh sebelumnya, manusia kemudian menangkap gejala-gejala obyek. Dengan penuh perhatian dan mencurahkan waktu untuk berpikir tentang obyek, ia akan sampai pada kesimpulan sementara atau hipotesa. Dan tentu tidak semua yang dipikirkan pada awal pengamatan akan memiliki hasil yang sama setelah mengadakan pengamatan.
Contoh yang sangat masyhur adalah sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim as. Beliau berpikir melihat bintang, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah. Beliau melihat rembulan, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah. Dan beliau melihat matahari, lalu berhipotesa itu adalah tuhan, ternyata salah. Perjalanan pemikiran Ibrahim sungguh membutuhkan segala curahan pikir dan hati. Dia masih bersikukuh ada pada pendiriannya dalam meyakini Tuhannya. Meski berbagai tekanan muncul, termasuk raja saat itu, yaitu Namrud. Namun Nabi Ibrahim masih bisa selamat dari segala rekasayanya. Beliau juga meyakini bahwa Tuhannya jauh lebih besar dari ketiga benda pengamatnnya.
Bahkan Nabi Ibrahim juga mendakwahkan agamanya kepada Ayah dan Ibunya, meski dengan cara yang lembut dan halus. Dari perjalanan panjang pengamatan, akhirnya Nabi Ibrahim menemukan Tuhannya dan mendakwahkannya kepada penduduk sekitarnya –termasuk ayahanda- yang menyembah berhala. Disinilah mengapa Allah menceritakan kembali kisah Nabi Ibrahim kepada orang Arab, agar menjadi peringatan bagi mereka betapa pentingnya makna kalimah tauhid.
Pengamatan-pengamatan, baik secara personal maupun kolektif dalam perkembangannya membentuk semacam garis-garis teori yang terus berkelanjutan. Disempurnakan dari satu peneliti kemasa peneliti selanjutnya. Karena banyaknya penelitian itu, maka banyak bidang tidak dapat dipahami oleh orang awam. Watak ilmiah tersembunyi dibalik susunan pengalaman ilmiah. Pemahaman yang saling berhubungan ini juga membentuk jaringan sistematik. Dan hahekat keterkaitan sistematis inilah yang menjadi urgensitas filsafat ilmu.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah hasil dari usaha manusia untuk tahu akan sesuatu, sehingga dengan pengetahuan tersebut akan tersimpulkan mengenai obyek yang sedang dhadapinya. Dari hasil usaha untuk tahu itulah, maka akan menimbulkan ilmu, yang kemudian disebut dengan ilmu pengetahuan, yakni suatu ilmu yang diperoleh dari hasil olah dan usaha manusia untuk mengetahui akan obyek-obyek tertetntu.
Dalam kehidupan manusia terdapat beberapa ilmu pengetahuan yang terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1). Pengetahuan biasa (common sence)
Istilah ini sering diartikan dengan”good sence” karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas. Pengetahuan yang demikian disebut dengan pengetahun biasa atau knowledge.
2). Pengetahuan ilmu, secara singkat disebut ilmu, sebagai terjemahan dari “science”. Pengetahuan ilmu adalah sesuatu yang mementingkan sebab-sebabnya, mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki obyeknya dan hendak memberikan sintesa atau suatu pandangan yang bergandengan dengan metode atau system dalam berfikir (berlogika).
3). Pengetahuan Filsafat atau disebut filsafat saja.
Ilmu pengetahuan yang mencakup dasar dari seluruh ilmu pengetahuan, yang pada perkembangannya akan melahirkan ilmu-ilmu tersendiri sebagai disiplin yang dikembangan oleh manusia.
4). Pengetahuan Religi (Pengetahuan agama) Ilmu pengetahuan yang berangkat dan bertitik tolak dari dogma-dogma agama. Pada konteks ini Pengetahuan agama merupakan diluar pembahasan filsafat ilmu, hal ini karena amasalah ilmu religi (agama) berada diluar jangkauan pola piker manusia sebagai subyek dari ilmu pengetahuan.
Dalam eksiklopedia Indonesia ilmu pengetahuan dikemukakan sebagai berikut; Ilmu Pengetahuan suatu system dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi satu-kesatuan. Suatu system dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapat sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi-dedukdi).
Menurut epistimologi, setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari berkontaknya dua macam besaran, yaitu.
a. Benda (obyek) yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui.
b. Manusia yang melakukan perbagai pemeriksaan (penyeliodikan) dan akhirnya mengetahui (mengenal) benda atau obyek tersebut.
Kata Ilmu merupakan terjemahan dari “science” yang berarati ilmu atau hal-hal yang menunjukkan pada kebenaran ilmiah.
Dengan demikian dapat diperoleh gambaran dengan jelas apa yang disebut dengan ilmu yaitu, ilmu pada prinsipnya merupakan usaha menusia untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sence. Suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara sermat dan teliti dengan menggunakan suau metode.
B. Ilmu Pengetahuan dan Berfikir Ilmiah
a. Ilmu Pengetahuan
Dalam hati, manusia memiliki bermacam-macam dorongan dan keinginan. Namun, sepanjang sejarah umat manusia hasrat yang paling menyita perhatian hanyalah dorongan untuk mengerti atau memahami segala sesuatu. Dalam buku Metaphysica, Aristoteles menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki dorongan kodrati untuk memahami segala sesuatu.
Perhatikan reaksi anak kecil ketika disodori sebuah benda. Pertama-tama dia akan memperhatikannya, jika cukup menarik di indra penglihatannya, maka tergerak tangannya untuk meraba, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Semua itu adalah proses paling mula dalam kehidupan manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Seiring dengan bertambahnya kemampuan linguistik manusia, mereka mulai menggunakan bahasa untuk menanyakan segala hal. Hal itu menunjukkan betapa manusia sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari ilmu.
Kata Ilmu itu sendiri berakar dari bahasa Arab alima yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa latin scientia, yang berarti pengetahuan- scire (mengetahui). Dalam bahasa Yunani disebut episteme (Suriasumantri; 1998).
Secara umum mengerti dapat diartikan sebagai “setiap kegiatan dengan mana subyek dengan cara tertentu mempersatukan diri dengan suatu obyek”. Apa yang disebut mengerti itu selalu mengandung suatu hubungan antara subyek dan obyek. Subyek yang mengerti dan obyek yang dimengerti. Sedangkan obyek itu dapat berupa satu barang atau apa saja, bahkan bisa berupa subyek itu sendiri (manusia).
Dalam proses “menjadi mengerti” itu terjadi penyatuan antara subyek dan obyek. Penyatuan ini berlangsung dengan cara nonfisis (batiniah). Jadi tidak dapat dibayangkan bahwa proses tersebut berlangsung seperti roti yang kita kunyah dan kemudian inti sarinya menyatu menjadi darah dan daging. Tapi proses tersebut belangsung secara ideal dengan perantara idea. Bisa juga disebut gambaran batin yang dibentuk oleh pikiran berdasarkan apa yang ditangkap oleh panca-indra.
Pengertian harus melalui beberapa tahapan tertentu sehingga menjadi pengetahuan. Seperti ketika orang melihat pelangi. Mereka mengetahui melalui panca indra bahwa obyek yang disebut pelangi itu terdiri dari warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Tidak puas hanya dengan itu, maka pikiran mereka mulai menyusun, mengatur, menghubungkan dan mempersatukan bermacam pengalaman, lalu mencoba mencari keterangan sejelas-jelasnya. Sehingga mereka memahami apa sesungguhnya pelangi itu dan bagaimana warna-warna itu bisa muncul seperti demikian adanya.
Endang Saifudin Anshari memaparkan beberapa definisi ilmu menurut para ahli. Menurut Mohammad Hatta, ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu gologan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Menurut Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah gabungan dari berbagaimacam pengetahuan yang tersusun secara empiris, rasional, umum dan sistematik.
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematis, rasional, empiris, universal, obyektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif. Wihadi Admojo (1998) menjelaskan pengertian ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun dengan sistem tertentu menurut metode yang khusus. Sehingga dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dalam bidang (pengetahuan) tertentu.
Sedangkan untuk pembagian ilmu, Abu Hamid atau yang dikenal Imam Ghozali membaginya menjadi 2, yaitu: ilmu yang wajib dicari bagi masing-masing individu seseorang (fardhu ain) dan ilmu yang wajib dicari bagi sebagian umat manusia (fardhu kifayah). Ilmu yang pertama merupakan ilmu-ilmu yang berhubungan langsung dengan Sang Maha Pencipa. Adapun ilmu yang kedua merupakan bentuk dari adanya interaksi sosial.
b. Berfikir Ilmiah
Berfikir adalah kegiatan yang ditunjukkan dengan sasaran atau logika, yaitu aktivitas pikiran atau akal budi manusia. Dengan berfikir dimaksudkan kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diterima oleh manusia melalui panca indera, yang ditunjukkan untuk mencapai kebenaran. Dengan demikian istilah berfikir menunjukkan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan terarah. Hampir sama dengan berfikir adalah melamun, namun melamun tidak dapat dikatagorikan berfikir, sebab obyek lamunan adalah hal-hal yang ada diluar jangkauan manusia atau hal-hal yang tertjadi pada masa lalu.
Philip L. Harriman mengungkapkan bahwa berfikir (thingking) adalah mencakup pengertian yang cukup luas, misalnya angan-angan, pertimbangan, kreativitas, atau situasi yang tidak obyektif yang dirasakan oleh manusia, maka akan membangkitkan daya fikir.
Dengan kalimat yang sederhana maka dapat didefinisikan bahwa berfikir adalah bicara dengan dirinya sendiri melalui akal logika yng terkait dengan kehidupan manusia. Kegiatan tersebut berupa mempertimbangkan, merenungkan, menganalisa, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, mencari berbagai hal yang berhubungan dengan satu sama lain, menarik kesimpulan membahas suatu realita.
Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa berfikir melibatkan penggunaan konsep dan lambing sebagai pengganti obyek dan peristiwa, atau sangat erat hubungannya dengan kondisi psikologis kita sendiri.
Macam-macam berfikir :
1). Berfikir deduktif, adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, yang pertama merupakan pernyataan umum dan selanjutnya merupakan pernyataan khusus, dalam ilmi Logika disebut silogisme. Berfikir deduktif adalah berangkat dari konsep-konsep umum dan menarik kesimpulan secara khusus.
2). Berfikir induktif adalah kebalikan dari konsep pertama, yaitu memulai melakukan pemikiran yang berangkat dari hal-hal yang khusus dan ditarik kesimpulan secara umum.
3). Berfikir evaluatif adalah kegiatan berfikir yang kritis, menilai baik-buruknya, manfaat atau mudharatnya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berfikir evaluative kita dituntut kritis dan peka akan permasalahan yang dihadapinya.
4). Berfikir analogi adalah berkikir yang mengambang, mengira-ngira, yang didasarkan pada pengenalan kesamaan, umumnya orang menggunakan perbandingan akan obyek tertentu.
Sedangkan berfikir ilmiah adalah melakukan kegiatan berfikir dengan berpedoman pada kaidah-kaidah yang formal dan baku serta mengedepankan logika (bukan perasaan), sehingga akan dicapai suatu keputusan berfiiir yang sempurna. Untuk mencapai pemikiran yang ilmiah, maka harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a). Sistematis
b). Obyektif.
c). Faktual.
d). Metodologis.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan terbagi menjadi 4 bagian yaitu:
1). Pengetahuan biasa (common sence)
Istilah ini sering diartikan dengan”good sence” karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas. Pengetahuan yang demikian disebut dengan pengetahun biasa atau knowledge.
2). Pengetahuan ilmu, secara singkat disebut ilmu, sebagai terjemahan dari “science”. Pengetahuan ilmu adalah sesuatu yang mementingkan sebab-sebabnya, mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki obyeknya dan hendak memberikan sintesa atau suatu pandangan yang bergandengan dengan metode atau system dalam berfikir (berlogika).
3). Pengetahuan Filsafat atau disebut filsafat saja.
Ilmu pengetahuan yang mencakup dasar dari seluruh ilmu pengetahuan, yang pada perkembangannya akan melahirkan ilmu-ilmu tersendiri sebagai disiplin yang dikembangan oleh manusia.
4). Pengetahuan Religi (Pengetahuan agama) Ilmu pengetahuan yang berangkat dan bertitik tolak dari dogma-dogma agama. Pada konteks ini Pengetahuan agama merupakan diluar pembahasan filsafat ilmu, hal ini karena amasalah ilmu religi (agama) berada diluar jangkauan pola piker manusia sebagai subyek dari ilmu pengetahuan.
Sedangkan berfikir kegiatan yang ditunjukkan dengan sasaran atau logika, yaitu aktivitas pikiran atau akal budi manusia. Berfikir ada 4 macam yaitu:
1). Berfikir deduktif, adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, yang pertama merupakan pernyataan umum dan selanjutnya merupakan pernyataan khusus, dalam ilmi Logika disebut silogisme. Berfikir deduktif adalah berangkat dari konsep-konsep umum dan menarik kesimpulan secara khusus.
2). Berfikir induktif adalah kebalikan dari konsep pertama, yaitu memulai melakukan pemikiran yang berangkat dari hal-hal yang khusus dan ditarik kesimpulan secara umum.
3). Berfikir evaluatif adalah kegiatan berfikir yang kritis, menilai baik-buruknya, manfaat atau mudharatnya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berfikir evaluative kita dituntut kritis dan peka akan permasalahan yang dihadapinya.
4). Berfikir analogi adalah berkikir yang mengambang, mengira-ngira, yang didasarkan pada pengenalan kesamaan, umumnya orang menggunakan perbandingan akan obyek tertentu.
B. Saran-saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan adalah:
1. Hendaknya kita dalam menimba dan mencari ilmu pengetahun harus berpijak pada norma-norma kemanusia atau norma-norma yang digariskan agama, supaya kita tidak lepas kendali.
2. Hendaknya pengetahuan yang kita tanggap harus dicerna dan direksi secara mendalam, agar kita dapat mengambil hikmah dari segaja peristiwa yang ditangkap di indera kita.
3. Dalam berfikir kita hekdaknya mengetahui batas-batas kemampuan otak, sehingga ketika berfikir tidak lagi berlandaskan perasaan apalagi menganggap fikiran adalah segalanya.
http://referensiagama.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar