Kamis, 27 Januari 2011

MATURIDIAH DAN AJARANNYA


MATURIDIAH DAN AJARANNYA
by sariono sby




PENDAHULUAN
Di zaman Nabi Muhammad SAW ummat islam dapat kompak dalam menyelesaikan segala persoalan yang ada. Hal itu dikarenakan semua permasalahan masih bisa langsung ditanyakan kepada Nabi, termasuk masalah aqidah. Kalau ada hal – hal yang tdak jelas atau diperselisihkan diantara para sahabat, mereka mngembalikan persoalannya kepada Nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.
Di masa pemerintahan khalifah Abu Bakar As Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, keadaan umat islam masih tampak kompak seperti keadaannya pada masa Nabi. Pada waktu itu tidak ada kesempatan bagi ummat Islam untuk mencoba – coba membicarakan masalah – masalah yang berhubungan dengan aqidah dan juga hal – hal lain dibidang agama. Mereka lebih memusatkan perhatian dan fikirannya untuk pertahanan dan perluasan daerah Islam serta penyiaran Islam dibawah pimpinan khalifah. Mereka juga berjuang sepanjang usianya untuk melawan musuh – musuh Islam, sambil memadu tekad bulat dengan para sahabat, sehingga jika timbul perbedaan pendapat, maka khalifah cepat – cepat mengatasinya.
Namun, ketika pada masa Utsman bin Affan mulai timbul adanya perpecahan antara umat Islam yang disebabkan oleh banyaknya fitnah yang timbul pada masa itu. Usman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk
menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Usman ini mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi setelah melihat tindakan Usman ini mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini. Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti adanya lima ratus pemberontak berkumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di Madinah ini membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Usman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang ditimbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai pada masalah teologis, yang sampai pada akhirnya menimbulkan berbagai aliran perbedaan pandangan. Diantaranya ada Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Qodariyah, Jabariyah, Murji’ah, Ash’ariyah juga Maturidiyah.
Aliran maturidiyah ini dinisbatkan kepada Imam Al – Maturidy. Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Mansur Al Maturidy. Dia lahir di kota Maturid, Samarkand. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas, diperkirakan lahir pada pertengahan abad III H, sedangkan meninggalnya pada tahun 333 H.
Sistem berfikir Al Maturidy tidak berbeda banyak dengan Al Asy’ari. Keduanya sama – sama gencar mmenentang Mu’tazilah dan membela kepercayaan – kepercayaan yang ada dalam Al-Qur’an.
Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al Maturidy banyak pula memakai akal dalam sistem teologinya. Oleh karena itu antara teologinya dan teologi yang ditimbulkan oleh Asy’ari terdapat perbedaan, sungguhpun demikian keduanya muncul sebagai reaksi dari kaum Mu’tazilah
Salah satu pengikut penting dari aliran al Maturidy ialah Abu al – Yusr Muhammad al – Bazdawi (421 -493 H ). Nenek al – Bazdawi adalah murid dari al – Maturidy, dan al – Bazdawi mengetahui ajaran – ajaran al – Maturidy dari orang tuanya. Al – Bazdawi sendiri mempunyai murid – murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm al – Din Muhammad al – Nasafi ( 460 – 537 H ).
Seperti al – Baqilallani dan al – Juwaini, al Bazdawi tidak pula sefaham dengan al – Maturidy. Antara kedua pemuka aliran Maturidiah ini, terdapat perbedaan faham sehingga pada akhirnya aliran ini terbagi menjadi dua golongan: golongan Samarkand an golongan Bukhara.


PEMBAHASAN

SEJARAH LAHIRNYA ALIRAN MATURIDIYAH
Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran Al-Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mu’tazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.
Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.
TOKOH-TOKOH DAN AJARAN-AJARANNYA
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.

Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.
Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.
Aliran Maturidiyah merupakan salah satu aliran yang termasuk didalam Ahlus sunnah dan Jama’ah. Menurut Maulana Abu Said Al Kadimy bahwa Ahlus Sunnah adalah orang – orang yang mengikuti sunnah rasulullah, artinya berpegang teguh dengannya. Sedangkan yang dimaksud dengan Al jama’ah adalah jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan tabi’in. Namun dalam perkembanngannya aliran ini terbagi menjadi dua golongan:
A. Maturudiyah Samarkand (al Maturidi) Dipimpin oleh Imam Maturidi
1. Riwayat hidup al Maturidi
Nama lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad al Maturidi adalah teolog terkemuka yang menggolongkan dirinya ke dalam barisan kaum Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Paham teologis yang dikemukakannya dan dianut oleh para pengikutnya kemudian dikenal dengan Maturidiah.
Beliau lahir di Maturid dekat dengan Samarkand (di Asia Tengah pada tahun 852 M / 238 H) yang tanggal kelahirannya tidak dapat diketahui secara pasti dan hanya merupakan suatu perkiraan, yaitu berdasarkan bahwa, ketika gurunya (Muhammad bin Muqatil al Razi)

wafat pada tahun 862 M atau 248 H, beliau sudah berusia sepuluh tahun. Jika perkiraan ini benar, maka berarti ia mempunyai usia yang sangat panjang karena di ketahui beliau wafat di Samarkand pada 944 M / 333 H. Adapun nama al Maturidi dihubungkan dengan tempat kelahirannya yaitu Maturid.
Al Maturid memperdalam ilmu dari beberapa orang guru di daerahnya. Guru-guru al Maturidi adalah murid Abu Hanifah. Dari guru-gurunya itulah membuat al Maturidi dikenal dalam bidang fiqih, ilmu Kalam, tafsir sekalipun akhirnya ia lebih populer sebagai mutakallimin. Oleh karena ia lebih banyak memfokuskan perhatiannya kepada ilmu kalam, karena ketika itu ia banyak berhadapan dengan paham teologi lain seperti Mu’tazilah.
Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al Maturidi banyak pula memakai akal dalam sistem teolaoginya.
Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.

2. Pemikiran-pemikiran al Maturidi
Seperti yang telah diuraikan bahwa pemikiran al Maturidi pada dasarnya sedikit berbeda dengan pemikiran al Bazdawi yang kemudian berkembang menjadi dua cabang

aliran Maturidiah yaitu Maturidiah Samarkand oleh Abu Mansur al Maturidi sendiri dan Maturidiah Bukhara oleh al Bazdawi.
Di antara pemikiran-pemikiran teologis al Maturidi yang akan dibahas di sini adalah sebagai berikut :

1) Akal dan Wahyu
Berbicara mengenai akal dan wahyu dalam paham teologi, maka ada empat masalah pokok yang diperdebatkan. Apakah keempat masalah tersebut dapat diketahui akal atau tidak, apakah hanya dapat diketahui oleh wahyu dan lain sebagainya. Keempat masalah pokok
tersebut adalah : Mengetahui Tuhan, Kewajiban mengetahui Tuhan, Mengetahui baik dan buruk dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk sebelum datangnya wahyu.
Al Maturidi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan. Oleh karena Allah sendiri memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Ini menunjukkan bahwa dengan akal, manusia dapat mencapai ma’rifat kepada Allah.
Mengenai kewajiban manusia akan kemampuan mengetahui Tuhan dengan akalnya menurut al Maturidi Samarkand sebelum datangnya wahyu itu juga adalah wajib diketahui oleh akal, maka setiap orang yang sudah mencapai dewasa (baligh dan berakal) berkewajiban mengetahui Tuhan. Sehingga akan berdosa bila tidak percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu.
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk. Dengan demikian,

akal yang juga tahu bahwa berbuat buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah baik. Akal selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan dan melarang manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan yang membawa kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian menjadi wajib dengan kemestian akal. Yang diwajibkan akal adalah adanya perintah larangan yang dapat diketahui akal hanyalah sebab wajibnya perintah dan larangan itu.
Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk, menurut paham Maturidiah Samarkand akal tidak berdaya mewajibkan manusia terhadap hal tersebut. Karena kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk hanya dapat diketahui oleh wahyu.

2) Sifat Tuhan
Bagi al Maturidi bahwa Tuhan itu mempunyai sifat-sifat, tetapi sifat-sifat itu bukan zat. Dengan kata lain sifat-sifat itu bukanlah suatu yang berdiri pada zat. Sifat itu qadim dengan qadimnya zat. Kekalnya sifat-sifat itu sendiri, akan tetapi kekalnya sifat itu melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan.

3) Perbuatan Manusia
Maturidi berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Ada dua jenis perbuatan yakni : perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan dimanifestasikan dalam bentuk penciptaan daya dalam diri manusia, dan pemakaian daya itulah merupakan perbuatan manusia.
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa Maturidi mengambil jalan tengah antara Mu’tazilah dengan Asy’ariyah, dimana Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya dengan adanya kemampuan yang diberikan oleh Allah kepadanya, sedangkan pendapat Asy’ariyah yang menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai efektifitas dalam perbuatannya karena ia hanya memiliki kasab yang terjadi bersamaan dangan penciptaan daya dan bukan pengaruh dirinya. Sedangkan Maturidi memandang kasab itu ada karena kemampuan dan pengaruh manusia.

B. Maturudiyah Bukhara (al Bazdawi) Dipimpin oleh Imam al Bazdawi
1. Riwayat hidupnya

Nama lengkapnya ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al Husain bin Abd. Karim al Bazdawi, dilahirkan pad tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya.
Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat. Ada beberapa nama ulama sebagai guru al Bazdawi antara lain : Ya’kub bin Yusuf bin Muhammad al Naisaburi dan Syekh al Imam Abu Khatib. Di samping itu, ia juga menelaah buku-buku filosof seperti al Kindi dan buku-buku Mu’tazilah seperti Abd. Jabbar al Razi, al Jubba’i, al Ka’bi, dan al Nadham. Selain itu ia juga mendalami pemikiran al Asy’ari dalam kitab al Mu’jiz. Adapun dari karangan-karangan al Maturidi yang dipelajari ialah kitab al Tauhid dan kitab Ta’wilah al Qur’an.
9
Al Bazdawi berada di Bukhara pada tahun 478 H / 1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai qadhi Samarkand pada tahun 481 H / 1088 M, lalu kembali di Bukhara dan meninggal di kota tersebut tahun 493 H / 1099 M.

2. Pemikiran-pemikiran al Bazdawi
Beberapa pemikiran al Bazdawi di antaranya sebagai berikut:

1) Akal dan Wahyu
Al Bazdawi berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun akal dapat mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban mengetahui Tuhan haruslah melalui wahyu.
Begitu pula akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban mengerjakan yang baik dan buruk. Akal dalam hal ini hanya dapat mengetahui baik dan buruk saja. Sedangkan menentukan kewajiban mengenai baik dan buruk adalah wahyu.
Dalam paham golongan Bukhara dikatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-sebab yang membuat kewajiban-kewajiban menjadi suatu kewajiban. Di sini dapat dipahami bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia.
Di sinilah wahyu mempunyai fungsi yang sangat penting bagi akal untuk memastikan kewajiban melaksanakan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang buruk. Sebagaimana dikatakan al Bazdawi, akal tidak dapat memperoleh petunjuk bagaimana cara beribadah dan mengabdi kepada Tuhan. Akal juga tidak dapat memperoleh petunjuk untuk melaksanakan hukum-hukum dalam perbuatan-perbuatan jahat.

10
2) Sifat-sifat Tuhan
Al Bazdawi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan pun qadim. Akan tetapi untuk menghindari banyaknya yang menyertai qadimnya zat Tuhan, maka al Bazdawi mengatakan bahwa ke qadiman sifat-sifat Tuhan itu melalui ke qadiman yang melekat pada diri zat Tuhan, bukan melalui ke qadiman sifat-sifat itu sendiri

3) Perbuatan manusia
Al Bazdawi berpendapat bahwa perbuatan manusia itu di ciptakan Tuhan, sekalipun perbuatan tersebut di sebabkan oleh qudrah hadisah yang berasal dari manusia itu sendiri.
Karena timbulnya perbuatan itu terdapat dua daya yaitu daya untuk mewujudkan dan daya untuk melakukan.
walaupun sebagai aliran maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagin umat Islam yang bermazab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran maturidiya sampai sekarang masih hidup dan berkembang dikalangan umat Islam.
Dari uraian – uraian diatas tersebut jelaslah Imam Almaturidy menaruh banyak porsi akal fikiran dalam hal makrifat kepada Allah dan penemuan apakah sesuatu itu baik atau buruk.Tetapi juga disadari bahwa akal fikiran semata – mata belumlah cukup untuk mengetahui hukum – hukum taklifiyah. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah.


KESIMPULAN
1. Aliran maturidiah dinisbatkan kepada Imam Almaturidy. Nama lengkapnya Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Abu Mansur Al Maturidy.
2. Aliran ini timbul akibat reaksi dari aliran Mu’tazilah.
3. Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.
4. Al Maturidi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan. Oleh karena Allah sendiri memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Ini menunjukkan bahwa dengan akal, manusia dapat mencapai ma’rifat kepada Allah.
5. Al Bazdawi berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun akal dapat mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban mengetahui Tuhan haruslah melalui wahyu.




http://referensiagama.blogspot.com

1 komentar: