Sabtu, 29 Januari 2011

OBYEKTIFITAS ILMU PENGETAHUAN


OBYEKTIFITAS ILMU PENGETAHUAN
by sariono sby


A. Pengertian Obyektifitas
Secara bahasa obyektifitas dapat dipahami sebagai sebuah sikap yang menggambarkan adanya kejujuran, bebas dari pengaruh pendapat atau pertimbangan pribadi atau golongan dan lain-lain khususnya dalam upaya untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan. Dalam konteks keilmuan obyektifitas hanya dapat diakui jika ilmu tersebut diperoleh melalui prosedur yang abasah berdasarkan konsep metode ilmiah. Dalam perkataan sehari-hari “obyektifitas” ilmu pengetahuan sering dikaitkan dengan sifat ilmu pengetahuan yang secara setia dan akurat merepresentasikan obyek atau hal yang diselidiliki. Tolak ukur derajat objektifitas sebuah ilmu pengetahuan dalam pengertian ini adalah derajat kesuaian atau korespondensi antara teori yang dikemukakan dengan obyek dalam dunia yang dirujuk oleh teori tersebut. Salah satu indikasi pokok ada tidaknya antara keduanya adalah apakah kalau prediksi yang dibuat oleh teori tersebut dioperasionalisasikan dalam pengujian empiris memang terjadi demikian atau tidak. Bila terus menerus dalam berbagai kondisi yang berbeda prediksi tersebut tetap terpenuhi, maka adanya kesesuaian itu memang terjamin. Dalam pandangan ini derajat kesesuaian dengan obyek yang diselidiki dan dengan demikian derajat obyektifitas pengetahuan akan obyek tersebut semakin tinggi kalau subyek penahu semakin mampu membebaskan diri dari berbagai sikap subyektif dan a priori atau bias kepentingan dan nilai-nilai yang dimiliki subyek penahu.

B. Obyektifitas Ilmu pengetahuan
Bertolak dari arti obyektifitas sebagaimana yang diuraikan, maka pada kondisi tertentu obyektifitas ilmu pengetahuan kadang kala masih perlu dipersoalkan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan berbagai definisi ilmu pengetuhuan itu sendiri, ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari beberapa hal antara lain :
1. Obyek ilmu pengetahuan
Data dan informasi yang diperoleh dalam pengamatan sebagai cikal bakal lahirnya ilmu pengetahuan bukanlah melulu terberi secara obyektif, tetapi tergantung dari cara pelaku sains sebagai subyek penahu mendekati obyek yang diselidiki peneliti terlebih bagi ilmu sosial masih sulit untuk mengambil jarak terhadap obyek yang diteliti. Kemudian data dan informasi tersebut, untuk dapat dipahami, perlu ditata sedemikian rupa dan ditafsirkan seturut kerangka tafsir yang diambil oleh pelaku sains dalam komunitas tempat ia melakukan kegiatan praktik kegiatan profesionalnya sebagai pelaku sains.

2. Subyek penahu (ilmuwan)
Misalnya dalam kajian sejarah dan sosiologis atas ilmu pengetahuan mengungkapkan kenyataan bahwa sains atau ilmu pengetahuan, sebagai kegiatan manusia, secara hakiki ditandai oleh sifat dasar manusia sebagai makhluk yang terkondisi secara osial, historis, dan cultural. Kegiatan ilmu pengetahuan tidak dapat dipahami lepas dari konteks historis, sosiologis, dan cultural komunitas para perilaku sains. Pelaksanaan kegiatan sains dalam kenyataan sangat tergantung pada apa yang oleh Thomas Khun disebut “paradigma”yang berlaku atau dianut oleh komunitas pelaku sains bidang yang bersangkutan. Kegiatan pengamatan sendiri, yang dalam pandangan klasik dianggap sebagai fondasi yang kokoh bagi obyektifitas kebenaran bangunan teori yang didirikan di atasnya tidak pernah sama sekali netral, karena dalam kenyataan pengamatan itu bermuatan teori. Dalam ilmu-ilmu sosial, subyek yang melakukan penelitian saintifik sekaligus menjadi obyek untuk diteliti.
3. Perkembangan ilmu pengetahuan
Perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan itu sendiri, yakni terjadinya evolusi pemikiran yang diakibatkan oleh temua-temuan baru dalam fisika modern pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Dalam fisika klasik model fisika Newton yang mengkaji dunia makro dan bersifat materialistic, mekanistik, serta deterministik, obyektifitas kebenaran ilmu pengetahuan, sebagaimana diyakini oleh banyak orang dan dicoba diberi pembenaran (justification) filosofis oleh Imanuel Kant nampaknya dapat diterima. Ilmu pengetahuan memberikan pengetahuan obyektif tentang dunia. Sebaliknya dalam fisika modern seperti misalnya dalam fisika kuantun yang menggeluti wilyah mikro atau subatomic, sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh Heisenberg, realitas obyektif sudah menguap, dan mekanika kuantum tidak mempresentasikan zarah, melainkan pengetahuan kita tentang pengamatan, atau kesadaran kita menganai zarah.

4. Pemanfaatan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam kenyataan bahwa dalam praktik, klaim obyektifitas kebenaran ilmu pengetahuan telah digunakan atau lebih tepat disalah gunakan untuk mendukung berbagai bentuk kebijakan publik yang bersifat totaliter dan diskriminatif. Dari kajian sejarah ilmu pengetahuan dan sejarah umat manusia pada umumnya terungkap bahwa ada proyek-proyek yang diyakini dan diklaim oleh para pelakunya sebagai proyek ilmiah yang bersifat obyektif, universal dan bebas nilai, ternyata bersifat subyektif, lokal/parokial dan sarat nilai.Bahkan mungkin dalam konteks dunia modern sarat dengan kepentingan.


KESIMPULAN

Bertolak dari arti obyektifitas sebagaimana di atas, maka pada tingkatan tertentu obyektifitas ilmu pengetahuan kadang kala masih dipersoalkan. Hal ini dikarenakan sesuai dengan berbagai definisi ilmu pengetuhuan itu sendiri, ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari beberapa hal antara lain : Obyek ilmu pengetahuan, Subyek penahu (ilmuawan), Perkembangan ilmu pengetahuan, Pemanfaatan ilmu pengetahuan itu sendiri.

http:referensiagama.blogspot.com

3 komentar: