Rabu, 12 Januari 2011

Daulah bani Umayyah: Marwan dan Keluarga

DAULAH UMAYYAH : MARWAN DAN KELUARGA

Oleh: Sariono sby

Pendahuluan

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Hasan bin 'Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan, perang jamal dan penghianatan dari orang-orang khawa>rij dan shi>'ah.

Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah Ibn Abu Sufyan mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Ibn Muawiyah. Muawiyah Ibn Abu Sufyan bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khali>fah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khali>fah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.

Dalam perjalanan sejarah Mu’awiyah di ganti oleh beberapa khalifah, dan masing-masing mempunyai karakteristik dan peristiwa-peristiwa yang melingkupi kepemimpinan masing-masing. Sebagai contoh peristiwa adalah Setelah kematian Mu’awiyah II terjadilah perpecahan dikalangan penduduk Syam, golongan suku Kalb (Yaman) menyokong keluarga Bani Umayah, manakala golongan suku Qais menyokong Abdullah bin Zubair. Suku Qais dipimpin oleh Dhahhak bin Qais. Pada mulanya ia penyokong kuat bani umayyah sewaktu Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah. Akan tetapi, selepas kematian muawiyah II beliau berpaling menghidupkan permusuhan antara suku kalb degnan suku Qais yang sudah lama. Dengan memihak ibn zubair diharapkan kekuasaan dan pengaruh suku Qais di Syam menjadi kukuh.

Bagi pihak suku Kalb, yang menyokong Bani Umayah telah terpecah menjadi dua pihak, satu pihak menyokong Khalid bin yazid bin Muawiyah dan pihak lain menyokong Marwa>n bin al-Hakam. Pihak pertama lebih cenderung mengekalkan jabatan khalifah dalam keluarga Muawiyah bin Abi Sufyan. Sementara pihak kedua lebih suka memindahkan jabatan khalifah kepada keluarga Marwa>n bin al-Hakam. Bagi siapa yang menentukan khalifah yang lebih layak mereka mengadakan persidangan di al-Jabiyah. Persidangan ini diadakan pada bulan Dhul Qa’dah 64 H dan mereka membuat keputusan melantik Marwa>n bin al-Hakam yang baru dan selepasnya akan diganti oleh Khalid bin Yazid dan diikuti oleh ‘Amr bin Sa’d bin al-‘A>s}.

Pemerintahan Keluarga Marwa>n

Keluarga Marwa>n memerintah selama kira-kira 68 tahun, yaitu antara tahun 64 sampai 132 H/684 sampai 750 M. Mereka ini memerintah dalam dua zaman ; zaman kemajuan dan zaman kelemahan kerajaan Bani Umayah. Golongan pertama terdiri dari :

Marwa>n bin al-Hakam (54-65 H/684-685 M)

Abdul Ma>lik bin Marwa>n (65-85 H/685-706 M)

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik (86-96 H/705-715 M)

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik (96-99 H/715-717 M)

Umar II bin Abd al-Azi>z (99-101 H/717-720 M)

Yazi>d II bin al-Wali>d (101-105 H/720-724 M)

Hisha>m bin Abd al-Ma>lik (105-125 H/724-743 M)

Al-Wali>d bin Yazi>d II (125-126 H/743-744 M)

Yazi>d III bin al-Wali>d (126 H/744 M)

Ibrahi>m bin al-Wali>d (126 H/744 M)

Marwa>n bin Muhammad bin Marwa>n bin al-Hakam (127-132 H/744-750 M)

Semasa keluarga Marwa>n mengambil alih pemerintahan Bani Umayah, keadaan negara islam tidak stabil terjadi perang saudara antara pedukung Marwa>n bin al-Hakam dan musuh-musuhnya yang didukung oleh Ibn Zubair. Ketidakstabilan ini bisa dipulihkan oleh keluarga Marwa>n. Sejak itulah pemerintahan Bani Umayah mengalami zaman kegemilangan, dan pada masa yang sama ajaran islam tersebar hingga ke negara Cina di timur dan Spanyol di barat sebelum ia menjadi lemah dan jatuh selepas kematian Hisyam.

Marwa>n bin al-Hakam (54-65 H/684-685 M)

Pelantikan beliau menjadi khalifah menggantikan Muawiyah II. Dalam tempo yang singkat ia bisa menyatukan tentara bani umayah yang sebelumnya terpecah. Ia bisa membunuh d}ahhak bin Qais yang mendukung ibn zubair dalam peperangan Maraj al-Ra>hit (kira-kira 3 km dari Damshiq) pada akhir tahun 64 H/ pertengahan 684 M. Langkah yang diambil Marwa>n untuk menentang kekuasaan ibn Zubair ialah dengan meneyerang wilayah-wilayah yang mendukung ibn Zubair. Yaitu menyerang ke mesir pada awal bulan Jumadil Akhir 65 H dan berhasil menundukkannya kemudian diteruskan penyerangan di Hijaz dan kaum Shi’ah di Irak. Akan tetapi, penyerangan tersebut belum sempat dilakukan karena ia meninggal dunia. Di samping itu, kedua daerah tersebut sulit untuk ditundukkan. Marwa>n meninggal dunia pada 27 Ramadhan 65 H/ 7 Mei 685 M ketika berusia 63 tahun setelah memerintah selama 8/11 bulan. Ada pendapat yang mengatakan, beliau mati dibunuh oleh ibu Khalid bin Yazid, bekas istri Yazid I. tindakan ibu Khalid ini dikarenakan Marwa>n selalu menghina Khalid, bahkan ia telah mengingkari perjanjian Ja>biyah yang telah disetujui sebelumnya, yaitu yang menggantinya adalah Khalid bin Yazid tetapi Marwa>n malah melantik anaknya Abd al-Ma>lik dan Abd al-Aziz sebagai putra mahkota.

Abd al-Ma>lik bin Marwa>n (65-85 H/685-706 M)

Abd al-Ma>lik bin Marwa>n dilantik menjadi khalifah mengantikan Marwa>n pada tahun 65 H/685 M ketika usianya 40 tahun. Dalam separuh pertama pemerintahanya, ia telah menghadapi berbagai tekanan dan ancaman khususnya dari wilayah di luar Syam. Hal ini akibat sistem politik yang digunakan oleh bani umayah itu sendiri. Yaitu: pertama, tentang isu yang berkaitan dengan jabatan khalifah atau ami>r al-mukminin. Isu ini telah diperbicangkan sejak kewafatan nabi. Isu kedua yaitu perubahan dari sistem syu>ra> kepada sistem warisan untuk menentukan jabatan khalifah. Isu ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dimana Abd al-Ma>lik menekankan perbedaan antara arab dengan bukan arab sehingga menibulkan keresahan di kalangan non arab, khususnya bangsa persi dan barbar. Isu keempat, tentang pemusatan kekuasaan. Isu kelima, berkaitan dengan hukum dan undang-undang islam yang tidak diamalkan sepenuhnya oleh pemerintahan Abd al-Ma>lik. Sebagian isu-isu tersebut dapat diselesaikan namun sebagian yang lain belum bisa diselesaikan sehingga Abd al-Ma>lik terpaksa menggunakan kekerasan dengan melantik seorang gubernur dan panglima yang terkenal dengan ketegasan dan kekerasan, yaitu Hajja>j bin Yu>suf al-Thaqa>fy.

Dalam tempo 20 tahun memerintah Abd al-Ma>lik telah menghadapi berbagai penentangan. Penentangan ini sudah muncul sebelumnya disebabkan perasaan tidak puas terhadap pemerintahan Bani Umayah. Penentangan ini semakin mantap pada zaman Abd al-Ma>lik. Di antara pihak yang menentang adalah ibn zubair dan pendukungnya di hijaz, shi>’ah, khawa>rij dan perorangan seperti Sa’id bn al-‘As} dan Abdur Rahman bin As}’ath.

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik (86-96 H/705-715 M)

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik dilantik menjadi putra mahkota menggantikan Abd al-Ma>lik. Ia memerintah selama 10 tahun yaitu antara 86-96 H/705-715 M. Dasar pemerintahannya seperti pemerintahan Abd al-Ma>lik. Dalam peerintahannya relatif aman dan stabil, sehingga dalam keadaan ini Al-Wali>d dan al-Hajja>j melaksanakan cita-cita Abd al-Ma>lik yaitu memperluas daerah taklukan. Al-Wali>d dapat menguasai banyak wilayah baik di timur maupun di barat. Tiga panglimanya yang terkenal adalah Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin Qasim dan Musa bin Nus}air. Adapun daerah penaklukannya mencakup Asia Tengah, India (Sind), Afrika Utara, dan Andalusia.

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik (96-99 H/715-717 M)

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik menggantikan Al-Wali>d pada bulan Jumadil Akhir 96/ Februari 715 M). Ia telah mengubah dasar pemerintahan Al-Wali>d yang diwarisi dari Abd al-Ma>lik dan al-Hajja>j, diantaranya perubahan pemihakan terhadap suku Qais dengan memihak ke suku Yaman. Gubenur dan pegawai yang mendukung Al-Wali>d dari keturunan suku Qais disingkirkan termasuk Qutaibah bin Muslim dan Muhammad bin Qasim, posisi mereka diganti dari suku Yaman. Ia hanya memimpin pemerintahan selama 3 tahun.

Umar II bin Abd al-Azi>z (99-101 H/717-720 M)

Beliau dikenal sebagai Umar II yaitu khalifah Bani Umayah kedelapan yang menggantikan Sulaiman. Umar dilahirkan di Madinah pada tahun 63 H/683 M. Pada tahun 87 H/705 M beliau dilantik menjadi gubernur Hijaz yang berpusat di Madinah. Sewaktu di madinah, Umar II membentuk suatu majlis penasehat yang beranggotakan 10 orang ulama terkenal. Majlis ini bertanggung jawab menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi di wilayah Hijaz. Pada tahun 93 H/712 M beliau dipecat dari jabatannya oleh khali>fah Al-Wali>d atas nasehat al-Hajja>j karena sikap lemah lembutnya terhadap musuh bani umayah di Hijaz.

Sesuai wasiat Abd al-Ma>lik, penggantinya adalah anak-anaknya yaitu Al-Wali>d, sulaiman, Yazi>d dan Hisha>m. Akan tetapi wasiat ini tidak dipatuhi oleh Al-Wali>d. Beliau mengesampingkan sulaiman dan melantik anaknya ‘Abd al-’Azi>z. Tetapi malalangnya ‘Abd al-’Azi>z meninggal dunia sebelum menjabat khalifah dan posisinya secara otomatis diisi oleh Sulaiman. Sulaiman pada mulanya melantik anaknya, ayub tetapi usianya juga tidak panjang dan meninggal dunia sewaktu Sulaiman masih hidup. Sesuai wasiat dan peraturan yang ditetapkan Abd al-Ma>lik di atas, bakal penganti sulaiman ialah Yazid bin Abd al-Ma>lik. Akan tetapi Sulaiman memilih ‘Umar bin ‘Abd al-’Azi>z yaitu sepupunya sebagai bakal penggantinya. Pemilihan Umar sebagai pengganti sulaiman adalah karena ketokohan beliau dalam bidang agama dan politik dan dianggap orang yang paling layak di kalangan keluarga Bani Umayah. Orang yang memainkan peranan penting dan bertanggung jawab atas pelantikan ‘Umar bin ‘Abd al-’Azi>z ialah Raja’ bin Haiwah, seorang tokoh agama dan menjadi penasehat khali>fah Sulaiman.

Sepeninggal ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Ma>lik (720- 724 M). Namun Sayang penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn ‘Abd al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisha>m ibn ‘Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisha>m ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani> Hashi>m yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani> ‘Abba>s. Sebenarnya Hisham ibn Abd al-Ma>lik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisha>m ibn Abd al-Ma>lik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Dawlah Umayyah digulingkan Bani ‘Abba>s yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasa>ni. Marwa>n II bin Muhammad al-Himar, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

Masuknya Islam ke Spanyol (Andalus)

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Wali>d (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani> Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana Ummat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu T}a>rif ibn Ma>lik, T}a>riq ibn Ziya>d, dan Musa ibn Nus}air.

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Wali>d(705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah, Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd al-Ma>lik Ibn Marwa>n (685-705 M). Khalifah Abd al-Ma>lik mengangkat Hasan ibn Nu'man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Wali>d, Hasan ibn Nu'man sudah digantikan oleh Musa ibn Nus}air. Di zaman al-Wali>d itu, Musa ibn Nus}air memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.

Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Wali>d). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

Dalam proses penaklukan spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah T}a>rif ibn Ma>lik, T}a>riq ibn Ziya>d, dan Musa ibn Nus}air. T}a>rif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu T}a>rif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilanT}ari>f dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nus}air pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan T}a>riq ibn Ziya>d.

T}a>riq ibn Ziya>d lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nus}air dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Wali>d. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan T}a>riq ibn Ziya>d. Sebuah gunung tempat pertama kali T}ari>q dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (JabalT}ari>q). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ T}ari>q dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum T}ari>q berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nus}air di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personil, sehingga jumlah pasukan T}ari>q seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.

Kemenangan pertama yang dicapai oleh T}a>riq ibn Ziya>d membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nus}air merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan T}ari>q. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan T}ari>q di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Azi>z tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Gha>fiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.

Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.

Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Persamaan dan Perbedaan antara Pemerintahan Mu’awiyah bin Abi sofyan serta Keturunannya Dengan Keluarga Marwan

Mu’awiyah dan keturunannya

Model pemerintahannya desentralisasi, para gubenur tidak harus dari keluarganya, kerena masih dalam masa transisi

Tidak menjadikan arab sebagai basis politik

kekuasaan diserahkan dengan sistem keturunan, karena ada kemungkinan umat islam tidak siap dengan sistem modern yang dibangun nabi Muhammad SAW.

Keluarga Marwan

Model pemerintahan dengan sentralisasi

Arab sebagai basis politik, itupun arab dari kalangan keluarga Marwan. sedang non arab tidak bisa masuk berperan aktif dalam pemerintahan

Pemerintahan dengan system keturunan

Faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran:

Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Shi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba>’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawa>li (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawa>li itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

Lemahnya pemerintahan dawlah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‘Abba>s ibn Abd al-Mut}alib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan dan kaum mawa>li yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

Kesimpulan

Dari pemaparan tentang dawlah ‘Umayyah;keluarga Marwa>n diatas, ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu: pasang surutnya atau maju mundurnya pemerintahan atau kekuasaan Bani Umayah; keluarga Marwa>n ada dua faktor yang mempengaruhi; pertama, faktor internal, yaitu berkaitan dengan profil khalifah yang memegang kekuasaan dengan segala kebijakannya, sistem suksesi kepimpinan yang tidak jelas sehingga memicu persaingan perebutan kekuasaan di tubuh keluarga sendiri dan adanya diskriminasi antara arab dan non arab. Kedua, Faktor eksternal, ancaman-ancaman dari gerakan oposisi akibat dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah maupun dari kalangan shi’ah dan khawarij dan non muslim.

DAWLAH UMAYYAH : MARWAN DAN KELUARGA

Oleh: Sariono sby

Pendahuluan

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Hasan bin 'Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah Ibn Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn Affan, perang jamal dan penghianatan dari orang-orang khawa>rij dan shi>'ah.

Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah Ibn Abu Sufyan mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Ibn Muawiyah. Muawiyah Ibn Abu Sufyan bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khali>fah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khali>fah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.

Dalam perjalanan sejarah Mu’awiyah di ganti oleh beberapa khalifah, dan masing-masing mempunyai karakteristik dan peristiwa-peristiwa yang melingkupi kepemimpinan masing-masing. Sebagai contoh peristiwa adalah Setelah kematian Mu’awiyah II terjadilah perpecahan dikalangan penduduk Syam, golongan suku Kalb (Yaman) menyokong keluarga Bani Umayah, manakala golongan suku Qais menyokong Abdullah bin Zubair. Suku Qais dipimpin oleh Dhahhak bin Qais. Pada mulanya ia penyokong kuat bani umayyah sewaktu Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah. Akan tetapi, selepas kematian muawiyah II beliau berpaling menghidupkan permusuhan antara suku kalb degnan suku Qais yang sudah lama. Dengan memihak ibn zubair diharapkan kekuasaan dan pengaruh suku Qais di Syam menjadi kukuh.

Bagi pihak suku Kalb, yang menyokong Bani Umayah telah terpecah menjadi dua pihak, satu pihak menyokong Khalid bin yazid bin Muawiyah dan pihak lain menyokong Marwa>n bin al-Hakam. Pihak pertama lebih cenderung mengekalkan jabatan khalifah dalam keluarga Muawiyah bin Abi Sufyan. Sementara pihak kedua lebih suka memindahkan jabatan khalifah kepada keluarga Marwa>n bin al-Hakam. Bagi siapa yang menentukan khalifah yang lebih layak mereka mengadakan persidangan di al-Jabiyah. Persidangan ini diadakan pada bulan Dhul Qa’dah 64 H dan mereka membuat keputusan melantik Marwa>n bin al-Hakam yang baru dan selepasnya akan diganti oleh Khalid bin Yazid dan diikuti oleh ‘Amr bin Sa’d bin al-‘A>s}.

Pemerintahan Keluarga Marwa>n

Keluarga Marwa>n memerintah selama kira-kira 68 tahun, yaitu antara tahun 64 sampai 132 H/684 sampai 750 M. Mereka ini memerintah dalam dua zaman ; zaman kemajuan dan zaman kelemahan kerajaan Bani Umayah. Golongan pertama terdiri dari :

Marwa>n bin al-Hakam (54-65 H/684-685 M)

Abdul Ma>lik bin Marwa>n (65-85 H/685-706 M)

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik (86-96 H/705-715 M)

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik (96-99 H/715-717 M)

Umar II bin Abd al-Azi>z (99-101 H/717-720 M)

Yazi>d II bin al-Wali>d (101-105 H/720-724 M)

Hisha>m bin Abd al-Ma>lik (105-125 H/724-743 M)

Al-Wali>d bin Yazi>d II (125-126 H/743-744 M)

Yazi>d III bin al-Wali>d (126 H/744 M)

Ibrahi>m bin al-Wali>d (126 H/744 M)

Marwa>n bin Muhammad bin Marwa>n bin al-Hakam (127-132 H/744-750 M)

Semasa keluarga Marwa>n mengambil alih pemerintahan Bani Umayah, keadaan negara islam tidak stabil terjadi perang saudara antara pedukung Marwa>n bin al-Hakam dan musuh-musuhnya yang didukung oleh Ibn Zubair. Ketidakstabilan ini bisa dipulihkan oleh keluarga Marwa>n. Sejak itulah pemerintahan Bani Umayah mengalami zaman kegemilangan, dan pada masa yang sama ajaran islam tersebar hingga ke negara Cina di timur dan Spanyol di barat sebelum ia menjadi lemah dan jatuh selepas kematian Hisyam.

Marwa>n bin al-Hakam (54-65 H/684-685 M)

Pelantikan beliau menjadi khalifah menggantikan Muawiyah II. Dalam tempo yang singkat ia bisa menyatukan tentara bani umayah yang sebelumnya terpecah. Ia bisa membunuh d}ahhak bin Qais yang mendukung ibn zubair dalam peperangan Maraj al-Ra>hit (kira-kira 3 km dari Damshiq) pada akhir tahun 64 H/ pertengahan 684 M. Langkah yang diambil Marwa>n untuk menentang kekuasaan ibn Zubair ialah dengan meneyerang wilayah-wilayah yang mendukung ibn Zubair. Yaitu menyerang ke mesir pada awal bulan Jumadil Akhir 65 H dan berhasil menundukkannya kemudian diteruskan penyerangan di Hijaz dan kaum Shi’ah di Irak. Akan tetapi, penyerangan tersebut belum sempat dilakukan karena ia meninggal dunia. Di samping itu, kedua daerah tersebut sulit untuk ditundukkan. Marwa>n meninggal dunia pada 27 Ramadhan 65 H/ 7 Mei 685 M ketika berusia 63 tahun setelah memerintah selama 8/11 bulan. Ada pendapat yang mengatakan, beliau mati dibunuh oleh ibu Khalid bin Yazid, bekas istri Yazid I. tindakan ibu Khalid ini dikarenakan Marwa>n selalu menghina Khalid, bahkan ia telah mengingkari perjanjian Ja>biyah yang telah disetujui sebelumnya, yaitu yang menggantinya adalah Khalid bin Yazid tetapi Marwa>n malah melantik anaknya Abd al-Ma>lik dan Abd al-Aziz sebagai putra mahkota.

Abd al-Ma>lik bin Marwa>n (65-85 H/685-706 M)

Abd al-Ma>lik bin Marwa>n dilantik menjadi khalifah mengantikan Marwa>n pada tahun 65 H/685 M ketika usianya 40 tahun. Dalam separuh pertama pemerintahanya, ia telah menghadapi berbagai tekanan dan ancaman khususnya dari wilayah di luar Syam. Hal ini akibat sistem politik yang digunakan oleh bani umayah itu sendiri. Yaitu: pertama, tentang isu yang berkaitan dengan jabatan khalifah atau ami>r al-mukminin. Isu ini telah diperbicangkan sejak kewafatan nabi. Isu kedua yaitu perubahan dari sistem syu>ra> kepada sistem warisan untuk menentukan jabatan khalifah. Isu ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dimana Abd al-Ma>lik menekankan perbedaan antara arab dengan bukan arab sehingga menibulkan keresahan di kalangan non arab, khususnya bangsa persi dan barbar. Isu keempat, tentang pemusatan kekuasaan. Isu kelima, berkaitan dengan hukum dan undang-undang islam yang tidak diamalkan sepenuhnya oleh pemerintahan Abd al-Ma>lik. Sebagian isu-isu tersebut dapat diselesaikan namun sebagian yang lain belum bisa diselesaikan sehingga Abd al-Ma>lik terpaksa menggunakan kekerasan dengan melantik seorang gubernur dan panglima yang terkenal dengan ketegasan dan kekerasan, yaitu Hajja>j bin Yu>suf al-Thaqa>fy.

Dalam tempo 20 tahun memerintah Abd al-Ma>lik telah menghadapi berbagai penentangan. Penentangan ini sudah muncul sebelumnya disebabkan perasaan tidak puas terhadap pemerintahan Bani Umayah. Penentangan ini semakin mantap pada zaman Abd al-Ma>lik. Di antara pihak yang menentang adalah ibn zubair dan pendukungnya di hijaz, shi>’ah, khawa>rij dan perorangan seperti Sa’id bn al-‘As} dan Abdur Rahman bin As}’ath.

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik (86-96 H/705-715 M)

Al-Wali>d I bin Abd al-Ma>lik dilantik menjadi putra mahkota menggantikan Abd al-Ma>lik. Ia memerintah selama 10 tahun yaitu antara 86-96 H/705-715 M. Dasar pemerintahannya seperti pemerintahan Abd al-Ma>lik. Dalam peerintahannya relatif aman dan stabil, sehingga dalam keadaan ini Al-Wali>d dan al-Hajja>j melaksanakan cita-cita Abd al-Ma>lik yaitu memperluas daerah taklukan. Al-Wali>d dapat menguasai banyak wilayah baik di timur maupun di barat. Tiga panglimanya yang terkenal adalah Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin Qasim dan Musa bin Nus}air. Adapun daerah penaklukannya mencakup Asia Tengah, India (Sind), Afrika Utara, dan Andalusia.

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik (96-99 H/715-717 M)

Sulaima>n bin Abd al-Ma>lik menggantikan Al-Wali>d pada bulan Jumadil Akhir 96/ Februari 715 M). Ia telah mengubah dasar pemerintahan Al-Wali>d yang diwarisi dari Abd al-Ma>lik dan al-Hajja>j, diantaranya perubahan pemihakan terhadap suku Qais dengan memihak ke suku Yaman. Gubenur dan pegawai yang mendukung Al-Wali>d dari keturunan suku Qais disingkirkan termasuk Qutaibah bin Muslim dan Muhammad bin Qasim, posisi mereka diganti dari suku Yaman. Ia hanya memimpin pemerintahan selama 3 tahun.

Umar II bin Abd al-Azi>z (99-101 H/717-720 M)

Beliau dikenal sebagai Umar II yaitu khalifah Bani Umayah kedelapan yang menggantikan Sulaiman. Umar dilahirkan di Madinah pada tahun 63 H/683 M. Pada tahun 87 H/705 M beliau dilantik menjadi gubernur Hijaz yang berpusat di Madinah. Sewaktu di madinah, Umar II membentuk suatu majlis penasehat yang beranggotakan 10 orang ulama terkenal. Majlis ini bertanggung jawab menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi di wilayah Hijaz. Pada tahun 93 H/712 M beliau dipecat dari jabatannya oleh khali>fah Al-Wali>d atas nasehat al-Hajja>j karena sikap lemah lembutnya terhadap musuh bani umayah di Hijaz.

Sesuai wasiat Abd al-Ma>lik, penggantinya adalah anak-anaknya yaitu Al-Wali>d, sulaiman, Yazi>d dan Hisha>m. Akan tetapi wasiat ini tidak dipatuhi oleh Al-Wali>d. Beliau mengesampingkan sulaiman dan melantik anaknya ‘Abd al-’Azi>z. Tetapi malalangnya ‘Abd al-’Azi>z meninggal dunia sebelum menjabat khalifah dan posisinya secara otomatis diisi oleh Sulaiman. Sulaiman pada mulanya melantik anaknya, ayub tetapi usianya juga tidak panjang dan meninggal dunia sewaktu Sulaiman masih hidup. Sesuai wasiat dan peraturan yang ditetapkan Abd al-Ma>lik di atas, bakal penganti sulaiman ialah Yazid bin Abd al-Ma>lik. Akan tetapi Sulaiman memilih ‘Umar bin ‘Abd al-’Azi>z yaitu sepupunya sebagai bakal penggantinya. Pemilihan Umar sebagai pengganti sulaiman adalah karena ketokohan beliau dalam bidang agama dan politik dan dianggap orang yang paling layak di kalangan keluarga Bani Umayah. Orang yang memainkan peranan penting dan bertanggung jawab atas pelantikan ‘Umar bin ‘Abd al-’Azi>z ialah Raja’ bin Haiwah, seorang tokoh agama dan menjadi penasehat khali>fah Sulaiman.

Sepeninggal ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Ma>lik (720- 724 M). Namun Sayang penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn ‘Abd al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisha>m ibn ‘Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisha>m ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani> Hashi>m yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani> ‘Abba>s. Sebenarnya Hisham ibn Abd al-Ma>lik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisha>m ibn Abd al-Ma>lik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Dawlah Umayyah digulingkan Bani ‘Abba>s yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasa>ni. Marwa>n II bin Muhammad al-Himar, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

Masuknya Islam ke Spanyol (Andalus)

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Wali>d (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani> Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana Ummat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu T}a>rif ibn Ma>lik, T}a>riq ibn Ziya>d, dan Musa ibn Nus}air.

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Wali>d(705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah, Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd al-Ma>lik Ibn Marwa>n (685-705 M). Khalifah Abd al-Ma>lik mengangkat Hasan ibn Nu'man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Wali>d, Hasan ibn Nu'man sudah digantikan oleh Musa ibn Nus}air. Di zaman al-Wali>d itu, Musa ibn Nus}air memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.

Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Wali>d). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

Dalam proses penaklukan spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah T}a>rif ibn Ma>lik, T}a>riq ibn Ziya>d, dan Musa ibn Nus}air. T}a>rif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu T}a>rif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilanT}ari>f dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nus}air pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan T}a>riq ibn Ziya>d.

T}a>riq ibn Ziya>d lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nus}air dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Wali>d. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan T}a>riq ibn Ziya>d. Sebuah gunung tempat pertama kali T}ari>q dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (JabalT}ari>q). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ T}ari>q dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum T}ari>q berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nus}air di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personil, sehingga jumlah pasukan T}ari>q seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.

Kemenangan pertama yang dicapai oleh T}a>riq ibn Ziya>d membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nus}air merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan T}ari>q. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan T}ari>q di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Azi>z tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Gha>fiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.

Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.

Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Persamaan dan Perbedaan antara Pemerintahan Mu’awiyah bin Abi sofyan serta Keturunannya Dengan Keluarga Marwan

Mu’awiyah dan keturunannya

Model pemerintahannya desentralisasi, para gubenur tidak harus dari keluarganya, kerena masih dalam masa transisi

Tidak menjadikan arab sebagai basis politik

kekuasaan diserahkan dengan sistem keturunan, karena ada kemungkinan umat islam tidak siap dengan sistem modern yang dibangun nabi Muhammad SAW.

Keluarga Marwan

Model pemerintahan dengan sentralisasi

Arab sebagai basis politik, itupun arab dari kalangan keluarga Marwan. sedang non arab tidak bisa masuk berperan aktif dalam pemerintahan

Pemerintahan dengan system keturunan

Faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran:

Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.

Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Shi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba>’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawa>li (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawa>li itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

Lemahnya pemerintahan dawlah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‘Abba>s ibn Abd al-Mut}alib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan dan kaum mawa>li yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

Kesimpulan

Dari pemaparan tentang dawlah ‘Umayyah;keluarga Marwa>n diatas, ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu: pasang surutnya atau maju mundurnya pemerintahan atau kekuasaan Bani Umayah; keluarga Marwa>n ada dua faktor yang mempengaruhi; pertama, faktor internal, yaitu berkaitan dengan profil khalifah yang memegang kekuasaan dengan segala kebijakannya, sistem suksesi kepimpinan yang tidak jelas sehingga memicu persaingan perebutan kekuasaan di tubuh keluarga sendiri dan adanya diskriminasi antara arab dan non arab. Kedua, Faktor eksternal, ancaman-ancaman dari gerakan oposisi akibat dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah maupun dari kalangan shi’ah dan khawarij dan non muslim.

Text Box: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar