Sabtu, 15 Januari 2011
HADIS PRAKODIFIKASI
HADIS PRAKODIFIKASI
by Sariono Sby
PENDAHULUAN
Hadis merupakan dasar bagi ajaran Islam dan merupakan salah satu pokok syari’at, yakni sebagai sumber syari’at yang kedua setelah al-Qur’an. Pada ummat diharuskan mengikuti dan menta’ati Allah swt. Dan Rasulullah saw.
Firman Allah :
وأطيعوا الله والرسول لعلكم ترحمون
“Dan ta’atilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati”.
Dalam ayat yang lain Allah menegaskan :
من يطع الرسول فقد أطاع الله.
“Barang siapa yang mena’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mena’ati Allah”.
Keberadaan hadis merupakan realitas nyata dari ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran. Hal ini karena tugas Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-Quran. Sedangkan hadis, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Quran itu sendiri. Oleh karena itu, sama halnya dengan keharusan mengikuti al-Qur’an, maka kita juga wajib mengikuti dan mengamalkan hadis.
Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber ajaran dalam Islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra-kodifikasi, zaman nabi, sahabat dan tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
Perkembangan hadis pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadis. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur’an dengan hadis. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in besar. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab sangat menentang penulisan hadis, begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodesasi penulisan dan pembukuan hadis secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik-turunnya perkembangan hadis, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadis memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah peradaban Islam.
Ada satu hal yang perlu dicatat, bahwa keberadaan hadis jelas berbeda dengan al-Qur’an, hampir bisa dikatakan tidak ada tenggang waktu antara masa turun, penulisan dan kodifikasinya, bahkan Rasul sendiri telah menunjuk beberapa sahabatnya menjadi penulis wahyu. Sementara untuk hadis, kodifikasi hadis secara resmi, massal dan serentak-khususnya kutub al-sittah-memiliki rentang yang panjang dengan masa Nabi. Realitas tersebutlah yang mencuatkan pandangan beberapa pihak mempersoalkan orisinalitas dan otentitas hadis Nabi.
Beberapa penulis dari kalangan orientalis menjadikan hal ini sebagai sasaran tembak untuk membangun teorinya yang mengarah pada peraguan terhadap otentisitas hadits. Goldziher misalnya, dalam karyanya Muhammedanische Studien telah memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan hadis pada masa sahabat sampai awal abad kedua hijriyah. Beberapa penulis muslim seperti halnya Ahmad Amin, juga Isma'il Ad'ham sebagaimana dikutip Mustafa al-Siba'i telah membuat kesimpulan serupa berkaitan dengan otentisitas hadis ini.
Sebuah pertanyaan diajukan benarkah bahwa otentitas hadis patut diragukan mengingat kodifikasi hadits baru dilakukan pada akhir abad pertama hijriyah ? Untuk menjawab pertanyaan ini, dalam makalah ini penulis akan memaparkan keberadaan hadis sebelum masa kodifikasi khususnya berkaitan dengan adanya penulisan hadis sebelum kodifikasi secara resmi.
Di dalam tulisan ini akan dibahas tentang :
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada masa Rasulullah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada masa Khulafa’ al-Rashidin ?
3. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada masa Tabi’in ?
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS PRA-KODIFIKASI
A. Hadis pada Periode Pertama (Masa Rasulullah)
1. Masa Penyebaran Hadis
Nabi saw. sebagai Rasul, sangat disegani dan dita’ati oleh para sahabat, sebab mereka sadar bahwa mengikuti Rasul dan sunnahnya adalah keharusan dalam berbakti kepada Allah swt. Oleh karena itu para sahabat sangat bersungguh-sungguh dalam menerima segala yang diajarkan Nabi saw. baik yang berupa wahyu al-Qur’an maupun hadis Nabi sendiri, sehingga ayat-ayat al-Qur;an dan hadis Nabi tersebut benar-benar mempengaruhi jiwanya dan membentuk pribadi para sahabat sebagai orang yang benar-benar muslim. Mereka dapat menghafal dengan baik ajaran-ajaran Rasul karena di samping dorongan keagamaan, mereka juga mempunyai hafalan yang kuat, ingatan yang teguh serta mempunyai kecerdasan dan kecepatan dalam memahami sesuatu.
Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya mereka bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan yang mempersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala perbuatan, ucapan dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan Nabi sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik dalam hal ibadah maupun dalam kehidupan duaniawi, maka mereka bisa langsung bertanya pada Nabi.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi dalam segala permasalahan mereka. Adakalnya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi mendatangi Nabi dan mempelajari hukum-hukum syari’at agama. Sepulang mereka ke kampungnya mereka mengajarkannya kepada kawan-kawan mereka. Sebagian sahabat sengaja pergi dari tempat-tempat yang jauh mendatangi Nabi hanya untuk menanyakan sesuatu hukum syar’i.
Apabila Nabi tidak dapat berkata terus terang dalam memberikan suatu jawaban, Nabi meminta istrinya menerangkan persoalan itu dengan sejelas-jelasnya.
Kerapkali sahabat bertanya kepada para istri Nabi saw. tentang suatu hukum yang berkaitan erat antara seseorang dengan istrinya karena para istri Rasul itu mengetahui, bagaimana Nabi memperlakukan mereka.
Para sahabat menerima hadis (syari’ah) dari Rasul saw. adakalanya secara langsung, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik karena ada sesuatu persoalan yang diajukan seseorang lalu Nabi saw. menjawabnya, ataupun karena Nabi sendiri yang memulai pembicaraan, misalnya pada waktu memberi ceramah, pengajian, dan khutbah, atau secara tidak langsung yaitu mereka menerima dari sesama sahabat yang telah menerima dari Nabi, atau mereka menyuruh seseorang bertanya kepada Nabi jika mereka sendiri malu untuk bertanya. Ada juga yang melalui utusan-utusan, baik dari utusan Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi saw.
Para sahabat tidak sederajat atau lebih berkurang dalam menerima dan mengetahui hadis Nabi saw. karena adanya faktor tempat tinggal, pekerjaan, usia dan hal-hal lainnya. Adanya sahabat yang banyak mengetahui hadis karena lama berjumpa dan berdialog dengan Nabi saw. dan ada yang sedikit saja menerima hadis.
Para sahabat yang banyak menerima hadis dari Nabi saw. antara lain :
a. Yang mula-mula masuk Islam, seperti : Abu Bakr, Umar, Uthman, Ali, dan Abdullah Ibn Mas’ud.
b. Yang selalu menyertai Nabi saw. dan berusaha keras menghafalnya, seperti Abu Hurairah, yang mencatatnya, seperti Abdullah Ibn Amr Ibn Ash.
c. Yang lama hidupnya sesudah Nabi saw, dapat menerima hadits dari sesama sahabat, seperti Anas Ibn Malik dan Abdullah Ibn Abbas.
d. Yang erat hubungannya dengan Nabi saw, yaitu ummu al-Mu’minin, seperti: Aisyah dan Ummu Salamah.
Masa Nabi adalah masa diturunkannya al-Qur’an dari Allah swt. Dan di-wurud-kannya Hadis oleh Nabi saw. Hadis tersebar bersama Al-Qur’an al-Karim sejak masa awal dakwah Islam. Dalam semua tahap dakwah, Rasul saw menyampaikan Islam kepada masyarakat, memberikan putusan, memberikan ceramah, memberikan bisikan baik di saat damai maupun di saat perang, di saat sulit dan mudah, dan mengajari mereka sehingga mereka bisa menghafal berbagai hukum dan menerapkannya.
Selain peran sahabat, para kabilah dalam menyampaikan hadis yang mereka peroleh dari Nabi kepada sesama sahabat dan kawan-kawan mereka,serta andil ummu al-mu’minin dalam menyampaikan hadis kepada masyarakat umum, para pedagang dari Kota Madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadis. Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi saw. kepada orang-orang yang mereka temui.
Pada saat itu penyebaran hadis sangat cepat. Hal tersebut berdasar perintah Rasulullah pada para sahabat untuk menyebarkan apapun yang mereka ketahui dari beliau. Nabi bersabda :
أخبرنا علي بن بشرى أخبرنا ابن مندة حدثنا علي بن يعقوب بن إبراهيم حدثنا أبو عبد الملك أحمد بن إبراهيم البسري حدثنا محمد بن عائذ حدثنا الوليد بن مسلم حدثنا خليد بن دعلج وسعيد بن بشير عن قتادة عن الحسن عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله بلغوا عني ولو آية ومن بلغته آية من كتاب الله فقد بلغه أمر الله كله أخذه أو تركه.
“Mengkhabarkan kepada kami Ali ibn Basyary, mengkhabarkan kepada kami Ali ibn Ya’kub ibn Ibrahim, menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Ahmad ibn Ibrahim al-Bisri, menceritakan kepada kami Muhammad ibn ‘Aidz, menceritakan kepada kami al-Walid ibn Muslim, menceritakan kepada kami Khalid ibn Da’laj dan Sa’id ibn Basyir, dari Qatadah dari Hasan dari Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah saw. bersabda : Sampaikanlah olehmu apa yang berasal dariku, kendati hanya satu ayat. Dan barang siapa yang menyampaikan satu ayat dari kitab al-Qur’an maka ia sungguh telah menyampaikan perintah Allah, dia mengambilnya atau meninggalkannya.“
Nabi saw. juga bersabda dalam riwayat berikut ini :
حدثنا عبد الله بن عبد الوهاب قال حدثنا حماد عن أيوب عن محمد عن ابن أبي بكرة عن أبي بكرة : ذكر النبي صلى الله عليه و سلم قال ( فإن دماءكم وأموالكم - قال محمد وأحسبه قال - وأعراضكم عليكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا ألا ليبلغ الشاهد منكم الغائب ) . وكان محمد يقول صدق رسول اللهص كان ذلك ( ألا هل بلغت ) . مرتين (رواه البخارى).
Hadis ini berkenaan dengan ceramah Nabi saw pada waktu Nabi saw melaksanakan haji wada’. ceramah yang lengkap dan padat ini merupakan faktor penting bagi penyebaran hadis di kalangan kabilah-kabilah Arabia. Salah satu pesan beliau dalam ceramah itu : “Hendaklah orang hadir diantara kamu menyampaikan kepada pada yang tidak hadir (dalam majlis ini)”.
Perintah tersebut membawa pengaruh yang sangat baik untuk menyebarkan hadis. Karena secara bertahap, seluruh masyarakat muslim baik yang berada di Madinah maupun yang berada di luar Madinah akan segera mengetahui hukum-hukum agama yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Meskipun mereka tidak memperoleh langsung dari beliau. Mereka akan memperoleh dari saudara-saudara mereka yang mendengar langsung dari Rasulullah. Metode penyebaran hadis tersebut berlanjut sampai Haji Wada’ dan wafatnya Rasulullah.
Faktor-faktor yang mendukung percepatan penyebaran hadis pada masa Rasulullah :
a. Kegigihan Rasul saw. dan kesungguhan beliau dalam menyampaikan dakwah dan menyebarkan Islam.
b. Karakter Islam dan norma-norma barunya, yang membangkitkan semangat orang di lingkungannya untuk selalu mempertanyakan kandungan ajaran agama ini, selanjutnya secara otomatis tersebar ke orang lain secara berkesinambungan.
c. Kegigihan dan kemauan keras para sahabat dalam menuntut, menghafal dan menyampaikan ilmu.
d. Para Umm al-mu’minin. Mereka memiliki peranan yang besar dalam menyampaikan agama dan menyebarkan hadis kepada para wanita muslimah lainnya.
e. Wanita-wanita Sahabat. Mereka memiliki peran yang besar dalam pemeliharaan dan penyampaian hadis yang tidak kurang dari peran para laki-laki sahabat.
f. Para utusan Rasul saw. mereka bergerak menuju daerah-daerah sekitar dan yang jauh untuk mendakwahkan Islam dan mengajarkan kepada masyarakat hukum-hukum dan norma-norma. Mereka mengajari masyarakat prinsip-prinsip dakwah serta memerintahkan mereka agar berdakwah dengan bijak dan dengan mau’iz{ah h{asanah.
2. Penulisan Hadis dan Pelarangannya
Pada masa Nabi saw. kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Kepandaian baca tulis tersebut misalnya yang dibawa ke Mekkah dari daerah Hirah, dibawa antara lain oleh Harb Ibn Umayyah, seorang yang banyak melawat yang kemudian orang-orang Quraisy belajar padanya. Oleh karena kecakapan tulis baca di kalangan sahabat masih kurang, maka Nabi menekankan untuk menghafal Hadis, memahami, memelihara, mematerikan/memantapkan dalam amalan sehari-hari, serta men-tabligh-kannya kepada orang lain
Dengan demikian, periwayatan hadis pada masa Nabi saw. pada umumnya secara musyafahah-musyahadah, menerima secara lisan, menginventarisir dan memelihara dalam hafalan dan amalannya, serta menyampaikannya secara lisan pula.
Berbeda dengan al-Qur’an, yang pada masa Nabi sudah ada perintah jelas untuk dihafal dan ditulis oleh para sahabat., bahkan Nabi sendiri yang mengangkat panitia penulis wahyu (al-Qur’an) yang bertugas mencatat setiap ayat al-Qur’an yang turun atas petunjuk langsung dari Nabi saw. sehingga sepeninggal Nabi saw. seluruh ayat al-Qur’an sudah tercatat meskipun belum terkumpul dalam suatu mus{h{af. Terhadap hadis tidak demikian. Nabi Memerintahkan untuk dihafal saja tanpa ada penyelenggaraan penulisan secara resmi seperti al-Qur’an.
Hadis pada masa awal belum ditulis secara umum. Hal ini dikarenakan dua hal :
1. Berpegang teguh pada kuatnya hafalan para sahabat, kecerdasan otak mereka, disamping tidak adanya sarana tulis-menulis.
2. Adanya larangan dari Nabi.
أخبرنا يزيد بن هارون انا هشام عن زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار عن أبي سعيد الخدري ان النبي صلى الله عليه و سلم قال : لا تكتبوا عني شيئا الا القرآن فمن كتب عني شيئا غير القرآن فليمحه.(رواه الدرامى)
“Mengkhabarkan kepada kami Yazid bin Harun sesungguhnya Hisyam dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Abu Sa’id al-Khudri berkata sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda : Janganlah kalian menulis sesuatu dariku, dan barangsiapa yang telah menulis dariku selain al-Qur’an, maka hendaklah dihapuskannya.”(HR. ad-Dara>my).
Sesungguhnya alasan Nabi melarang penulisan hadis adalah kekhawatiran bercampurnya antara ayat-ayat al-Qur’an, kesibukan sahabat menulis hadis melalaikan mereka terhadap al-Qur’an, dan larangan ini dikhususkan bagi mereka yang kuat hafalannya.
Soetari menambahkan bahwa faktor-faktor utama dan terpenting yang menyebabkan Rasulullah melarang penulisan dan pembukuan hadis adalah :
a. Agar tidak adanya kesamaran terhadap al-Qur’an dan menjaga agar tidak bercampur antara catatan al-Qur’an dengan hadis. Karenanya al-Qur’an dihafal dan ditulis sedangkan hadis dihafal saja.
b. Pencatatan al-Qur’an yang turunnya berangsur-angsur memerlukan perhatian dan pengerahan tenaga penulis yang kontinyu, sedang sahabat yang pandai menulis sangat terbatas, maka tenaga yang ada dikhususkan untuk menulis al-Qur’an.
c. Menyelenggarakan pemeliharaan hadis dengan hafalan tanpa tulisan secara keseluruhan berarti memelihara kekuatan hafalan di kalangan ummat Islam atau bangsa Arab yang sudah terkenal kuat daya hafalnya.
d. Penulisan hadis dengan segala ucapan, amalan, mu’amalah dan sebagainya merupakan hal yang sulit sekali secara teknis, dibutuhkan adanya penulis yang harus terus menerus menyertai Nabi saw. dalam segala hal.
Adanya anjuran Nabi untuk menghafal hadis tidak menutup kemungkinan adanya penulisan secara perorangan yang dilakukan oleh para sahabat, bahkan diantaranya ada yang berusaha membuat koleksi, antara lain :
1. Abdullah Ibn Amr Ibn Ash, s{ahifah-nya disebut al-S{adiqah. Ibn Katsir menyebutkan, bahwa shahifah ini berisikan seribu hadis.
2. Ali Ibn Abi Thalib penulis hadits tentang hukum diyat, hukum kekeluargaan dan lain-lain.
3. Jabir Ibn Abdullah al-Anshari.
4. Anas Ibn Malik.
Nabi telah mengeluarkan izin menulis hadis secara khusus setelah peristiwa fath{u makkah, itupun hanya kepada sebagian sahabat yang sudah terpercaya. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan bahwa ketika Rasulullah membuka kota Makkah, beliau berpidato di depan orang banyak dan ketika itu ada seorang lelaki dari Yaman bernama Abu Syah meminta agar dituliskan isi pidato tersebut untuknya. Kemudian Nabi memerintahkan sahabat agar menuliskan untuk Abu Syah.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الأَوْزَاعِىُّ حَدَّثَنِى يَحْيَى - يَعْنِى ابْنَ أَبِى كَثِيرٍ - عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا فَتَحَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَكَّةَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِيهِمْ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِى سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ ثُمَّ هِىَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لاَ يُعْضَدُ شَجَرُهَا وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهَا وَلاَ تَحِلُّ لُقَطَتُهَا إِلاَّ لِمُنْشِدٍ ». فَقَامَ عَبَّاسٌ أَوْ قَالَ قَالَ الْعَبَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلاَّ الإِذْخِرَ فَإِنَّهُ لِقُبُورِنَا وَبُيُوتِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِلاَّ الإِذْخِرَ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَزَادَنَا فِيهِ ابْنُ الْمُصَفَّى عَنِ الْوَلِيدِ فَقَامَ أَبُو شَاهٍ - رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُبُوا لِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اكْتُبُوا لأَبِى شَاهٍ ». قُلْتُ لِلأَوْزَاعِىِّ مَا قَوْلُهُ « اكْتُبُوا لأَبِى شَاهٍ ». قَالَ هَذِهِ الْخُطْبَةَ الَّتِى سَمِعَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Adanya perintah dan larangan penulisan hadis ini menimbulkan kontradiksi di kalangan ulama’. Dalam menyikapi kontradiksi tersebut para ulama berbeda pendapat. Dalam hal ini setidaknya terdapat tiga pendapat antara lain; (a) Hadis pelarangan telah di-nasakh dengan hadis perintah, hal ini didasarkan atas fakta bahwa hadis perintah khususnya hadis Abu Syah disampaikan setelah Fath{u al-Makkah, (b) larangan bersifat umum, sedangkan perintah bersifat khusus, yaitu berlaku bagi para sahabat yang kompeten menulis, hal ini karena kebanyakan sahabat adalah ummi atau kurang mampu menulis sehingga dikhawatirkan terjadi kesalahan penulisan, (c) pendapat ketiga menyatakan bahwa larangan bersifat khusus yaitu menulis Hadis bersama dengan al-Quran, karena hal ini dapat menimbulkan kerancuan.
B. Hadis pada Periode Kedua (Masa Khulafa>’ al-Rashidin)
1. Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibn al-Khattab
Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran Hadis. Namun dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadis dirasa cukup membahayakan bagi otentitas hadis tersebut. Maka Khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadis. Begitu juga dengan Khalifah Umar Ibn al-Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits ( عصر تقليل رواية الحديث) .
Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadis. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh Imam Malik.
Sumber mengenai Abu Bakr menyebutkan bahwa setelah Nabi wafat ia mengumpulkan orang dan mengatakan kepada mereka : “Kalian akan membawa-bawa hadits dari Rasulullah saw. dengan hadis-hadis yang saling berlainan. Orang yang datang sesudah kita lebih-lebih lagi akan saling berselisih. Janganlah kalian membawa-bawa hadis Rasulullah. Jika ada yang bertanya kepada kalian katakanlah pada kita sudah ada kitabullah, maka halalkanlah mana yang dihalalkan dan haramkanlah mana yang diharamkan”. Sesudah Umar terpilih sebagai khalifah, ia meneruskan kebiasaan Abu Bakr ini, dan melarang orang menggunakan hadis Rasulullah, supaya tidak terjadi perpedaan pendapat. Karena pengaruh perintah Umar ini pengutipan hadis sangat sedikit sekali.
Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadis, pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak meriwayatkan hadis di masa Umar, lalu menjawab, “Sekiranya aku meriwayatkan hadis di masa Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya.
Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadis pada masa pemerintahannya. Namun di sisi lain, Umar ibn al-Khattab bukanlah orang yang anti periwayatan hadis. Umar mengutus para ulama’ untuk menyebarkan al-Qur’an dan hadis. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata, “Saya tidak mengangkat penguasa daerah untuk memaki orang, memukul apalagi merampas harta kalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk mengajarkan al-Qur’an dan hadis kepada kamu semua.”
Umar juga mengutip hadis-hadis jika menyangkut beberapa analogi, yang sebelum itu Umar melarang orang meriwayatkan hadis. Yang terpenting dengan soal analogi ini adalah yang menyangkut beberapa masalah hukum pengadilan. Apa yang sudah diputuskan oleh Rasulullah dijadikan dalil dan analogi (kias). Dalam masalah hukum Umar tak dapat melarang orang mengacu kepada hadis atau sunnah seperti larangannya mengenai riwayat hadis.
2. Masa Pemerintahan Uthman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib
Secara umum, kebijakan pemerintahan Uthman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak jauh berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah sesudahnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar Ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan Uthman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadis yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar.
Namun pada dasarnya, periwayatan Hadis pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan عصر إكثار رواية الحديث .
Keleluasaan periwayatan Hadis tersebut tersebut juga disebabkan oleh karakteristik pribadi Uthman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Sedangkan pada masa Ali Ibn Abi Thalib, situasi pemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak negatif dalam periwayatan hadis. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadis. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat dipercaya riwayatnya.
3. Situasi Periwayatan Hadis
Dalam perkembangannya, periwayatan hadis yang dilakukan para sahabat berciri pada dua tipologi periwayatan :
a. Dengan menggunakan lafal hadis asli, yaitu menurut lafal yang diterima dari Rasulullah yang mereka hafal dengan benar lafalnya.
b. Hanya maknanya saja. Karena sulit menghafal lafal redaksi hadis persis dengan yang disabdakan Nabi.
Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat meriwayatkan hadis jika ada permasalahan hukum yang mendesak. Mereka tidak meriwayatkan hadis setiap saat, seperti dalam khutbah. Sedangkan pada masa pembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yang dengan sengaja menyebarkan hadis. Namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika diperlukan, mereka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebenaran hadis yang diriwayatkannya.
Suasana masyarakat pada masa khulafa al-rashidin mendorong para sahabat untuk berhati-hati dalam soal periwayatan hadis, baik dalam menerima maupun menyampaikannya. Tindakan berhati-hati (ih{tiyat{) para sahabat dalam periwayatan hadis berupa :
a. Menyedikitkan riwayat, yakni hanya mengeluarkan hadis dalam batas kadar kebutuhan primer dalam pengajaran dan tuntunan pengamalan agama. Hal ini karena khawatir akan dipergunakan oleh orang-orang munafik menjadi jalan membuat hadis palsu.
b. Menapis dalam penerimaan hadis, yakni meneliti keadaan rawi dan marwi setiap hadis, apakah cukup ‘adil dan d{abit{ atau masih meragukan dan apakah marwi-nya cukup hafiz{ dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, hadis mutawatir atau mashhur. Terkadang kalau menerima hadis yang diragukan, para sahabat meminta saksi atau keterangan-keterangan yang bisa menimbulkan keyakinan.
c. Melarang meriwayatkan secar luas hadis yang belum difahami umum.
Sikap kehati-hatian para sahabat ditujukan untuk menjaga kemurnian hadis agar terhindar dari sisipan-sisipan yang ditambah-tambahkan oleh orang-orang munafik.
Adapun menulis hadis masih tetap terbatas dan belum dilakukan secara resmi, walaupun pernah Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun niatan tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.
C. Hadis pada Periode Ketiga (Masa Sahabat-Tabi’in Besar)
1. Masa Penyebarluasan Hadis
Sesudah masa khulafa’ al-rashidin, timbullah usaha yang lebih sungguh-sungguh dan lebih serius untuk mencari, menghafal dan menyebarkan hadis kepada masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadis. Menurut riwayat al-Bukhary, Ahmad, at-Thabrany, dan al-Baihaqy, Jabir pernah pergi ke Syam melakukan perlawatan sebulan lamanya untuk menanyakan sebuah hadis yang belum pernah didengarnya kepada seorang shahaby yang tinggal di Syam yaitu Abdullah Ibn Unais al-Anshary. Ibnu Ayyub al-Anshary juga melakukan perlawatan, ia pernah pergi ke Mesir untuk menemui Uqbah Ibn Amr untuk menanyakan sebuah hadis kepadanya.
Pada fase ini hadis mulai disebarkan dan mulailah perhatian diberikan terhadapnya dengan sempurna, bahkan tatacara periwayatan hadis pun sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadis ini berkaitan erat dengan upaya ulama’ untuk menyelamatkan hadis dari usaha-usaha pemalsuan hadis.
Kegiatan periwayatan hadis pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode khulafa’ al-rashidin. Kalangan tabi’in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadis. Meskipun masih banyak periwayat hadis yang berhati-hati dalam meriwayatkan hadis, kehati-hatian pada masa itu bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol. Karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan hadis telah ditetapkan, luasnya wilayah Islam dan golongan memicu munculnya hadis-hadis palsu.
Sejak timbul fitnah pada akhir masa Uthman ra. Umat Islam pecah menjadi beberapa golonga. Pertama, golongan Ali ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi’ah, Kedua, golongan Khawarij, yang menentang Ali dan Mu’awiyah, Ketiga golongan Jumhur (golongan yang pro pemerintah pada masa itu).
Adanya golongan-golongan ini mengakibatkan timbulnya perbedaan pendapat dan pertentangan, bukab saja dalam bidang politik dan pemerintahan namun juga dalam ketentuan-ketentuan agama. Masing-masing lebih mengunggulkan golongannya dan didorong kepentingan golongannya itu, mereka berupaya mendatangkan keterangan (hujjah) untuk mendukung keberadaan mereka. Dari suasana inilah maka muncul hadis-hadis palsu dan tersebar di masyarakat. Pemalsuan hadis ini mencapai puncaknya pada periode ketiga yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah.
2. Tokoh-tokoh dalam perkembangan Hadis.
Karena meningkatnya periwayatan hadis pada masa ini, maka muncullah; bendaharawan-bendaharawan hadis dan lembaga-lembaga (centrum perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.
Di antara bendaharawan hadis, yakni yang disebut dengan al-Mukthirun fi al-Hadi>th, mereka adalah :
a. Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadis
b. Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadis
c. Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236 hadis
d. Aisyah (isteri Nabi) meriwayatkan 2210 hadis
e. Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadis
f. Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadis
g. Abu Sa’id al-Khudry meriwayatkan 1170 hadis.
Adapun lembaga-lembaga hadis, yakni yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan dan pengembangan hadis terdapat di :
a. Madinah, dengan tokohnya antara lain; Abu Bakr, Umar, Ali, Abu Hurairah, Aisyah, Ibn Umar, Urwah, Said, al-Zuhri. Abdullah ibn Umar.
b. Makkah, dengan tokohnya antara lain; Mu’adz, Ibn Abbas, Ikrimah, Atha ibn Abi Rabbah, Abu al Zubair Muhammad ibn Muslim.
c. Kuffah, dengan tokonya antara lain; Abdullah ibn Mas’ud, Sa’ad ibn Abi Waqas, Said ubn Zaid, Abu Juhaifah, Khabbah ibn al-Arrat.
d. Bashrah, dengan tokohnya antara lain; Anas ibn Malik, Utbah, Abu Barzah, Ma’qil ibn Yasar, Abu Bakrah, Jariah ibn Qudamah, Abu al-Aliyah.
e. Syam, dengan tokohnya antara lain; Mu’adz ibn Jabbal, Ubadah ibn Tsamit, Abu Darda
f. Mesir dengan tokohnya antara lain; Abdullah ibn Amer, Abu Basyrah, Abu Sa’ad al-Khair, Yazid ibn Abi Habib, Uqbah ibn Amir.
PENUTUP
Dari pembahasan yang telah diurakan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan hadis pada masa Rasulullah bercorak lisan. Rasulullah menganjurkan untuk menghafal hadis dan memerintahkan untuk menyampaikannya tanpa ada perintah penulisan secara resmi. Hal ini didasarkan pada alasan diantaranya adalah kekhawatiran tercampur dengan ayat al-Qur’an serta memalingkan perhatian sahabat dari al’Qur’an.
2. Pada masa Khulafa’ al-Rashidin, hadis mengalami pasang surut dengan adanya pembatasan periwayatan, terutama pada masa Khalifah Abu Bakr dan Umar. dan juga mengalami perluasan periwayatan pada masa Uthman-Ali. Pada masa ini hadis juga belum ditulis secara resmi.
3. Pada masa Tabi’in, hadis lebih banyak diriwayatkan perawi. Hadis memperoleh perhatian yang lebih sempurna dari sahabat dan tabi’in. Namun, pada masa itu, banyak bermunculan hadis-hadis palsu yang bernuansa kepentingan politik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ARE YOU IN NEED OF A PROFESSIONAL HACKER?(CATCHING A CHEATING SPOUSE, RECOVERY OF LOST FUNDS, WEBSITE HACK...)
BalasHapusHigh prolific information and Priviledges comes rare as i would be sharing with you magnificent insight you wish you heard years before now. As it's been understood that what people don't see, they will never know.
Welcome to the Global KOS hacking agency where every request on hacking related issues are met within a short period of time.
If your shoe fits in any of the requested services below, you will be assigned to a designated professional hacker who is systematically known for operating on a dark web V-link protocol.
The manual operation of this hackers is to potentially deploy a distinguished hacking techniques to penetrating computers and various type of database system to meet your request. Penetration of computing systems are achieved using software tools like Ransomeware, SQL/Keylogger injection. botnet, trojan and DDOS attacks.
Providing value added services to clients as a hacker has been our sustaining goal.
Are you faced with cyber challenges like
● Hacking into the mobile phone of a cheating spouse.✅ This type of hack helps you track every move of your cheater as we are bent on helping you gain full remote access into the cheater's mobile phone using a trojan clone cracking system to penetrate their social media platforms like Facebook, whatsapp, snapchat etc.
●Recovery of lost funds:✅.It saddens our mind when client expresses annoyance or dissatisfaction of unethical behaviours of scammers.
with a diverse intercall XX breacher software enables you track the data location of a scammer. Extracting every informations on the con database, every requested information required by the Global KOS would be used to tracking every transaction, time and location of the scammer using this systematic courier tracking base method.
●Credit Score Upgrade:✅Due to our transformed changes on Equifax tracking , upgrading of credit score are backed by our cyber tech breaching licence, This hacking process drastically generates you an undestructive higher credit score which correlates to a higher level of creditworthiness. The time frame for upgrading a credit score requires eighteen(18) hours
● BITCOIN GENERATOR:✅ (Higher job profile). This involves using the ANTPOOL Sysytem drifting a specialized hardware and software implementing tool in slot even-algorithms to incentivize more coins into your wallet which in turn generates more coins exponentially like a dream at specified intervals.
Other suberb services rendered by the globalkos are
• Email hacks📲
• Hacking of websites.📲
• Uber free payment hacks.📲
• website hack.📲
Our strength is based on the ability to help you fix cyber problems by bringing together active cyber hacking professionals in the GlobalkOS to work with.
For more inquiries and prolific Hacking services visit
Clarksoncoleman(at)gmail • com.
Theglobalkos(at)gmail •com.
©Global KOS™
2030.