Kamis, 13 Januari 2011

Syi'ah dan pemikirannya

SHI’AH

Oleh Sariono Sby

Muqaddimah

Shi’ah , merupakan firqah khazanah pemikiran Islam, pada dasarnya lahir dari kekacauan yang terjadi ditubuh ummat Islam pada periode awal. Jadi, Shi>’ah bukan firqah yang baru lahir, sejak lama firqah ini telah lama ikut bermain dalam percaturan politik, keilmuan, tradisi dan kebudayaan Islam dalam sejarahnya yang panjang dan berliku.

Muslim kebanyakan mungkin memahami Shi>’ah secara general, bahwa Shi>’ah adalah salah satu firqah yang berkembang di dunia Islam, layaknya firqah-firqah yang lain. Mereka tidak banyak tahu apa dan bagaimana sebetulnya Shi>’ah itu, apa saja landasan dasar dan pilar-pilar ajaran, keyakinan-keyakinan berikut implementasinya di dunia nyata. Ketika terjadi revolusi Iran ( Thaura>t Ira>niyah ), benar-benar membelalakkan mata dunia, menjadi magnet paling besar yang mampu mnenyedot perhatian para peneliti dan ‘ulama Islam. Saat itulah masyarakat Islam di berbagai belahan dunia tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai seluk- beluk yang berkaitan dengan firqah tersebut.

Terdapat perbedaan prinsip antara Ahlu al-Sunnah dengan Shi>’ah terletak pada tokoh pengganti Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin ummat sepeninggal beliau, baik di bidang pemerintahan maupun dalam hal-hal spiritual keagamaan .Kaum Shi>’ah berpendapat pemegang jabatan itu telah ditetapkan dan diwasiatkan oleh Nabi SAW; dalam hal ini, yang ditunjuk oleh beliau ialah Imam ‘Ali bin Abi T}alib. Sedang Ahlu al-Sunnah berpendapat bahwa Nabi SAW wafat tanpa mewasiatkan jabatan tersebut kepada siapapun.

Akibatnya kaum Shi>’ah tidak seperti kaum Muslimin lainnya, hanya mau berpegang pada apa yang mereka terima dari Ahl al-Bait, keluarga Nabi SAW dan keturunannya, dalam segala hal yang berkaitan dengan pemahaman keagamaan .Dan mereka memegang teguh pada pendirian bahwa Imam ‘Ali> dan keturunannya dari Fa>t}imah al-Zahro’, adalah satu-satunya kelompok yang berhak menduduki jabatan Khila>fah dan kepemimpinan tertinggi ummat Islam}

Adapun dalam bidang Furu’ , yaitu hukum-hukum yang biasa dibahas dalam ranah fiqih , maka perbedaan antara madhhab Shi’ah dengan Sunnah, tidak lebih dari perbedaan –perbedaan yang ada antara antara madhhab-madhhab Sunnah yang satu dengan lainnya, seperti madhhab Ma>liki>, H}anafi, >Sha>fi’i> dan Hambali>. Dalam makalah ini penulis membahas seputar pengertian Shi>’ah, Sejarah Shi>’ah, pergerakannya dibidang politik dan akidah, aliran-aliran akidah Shi>’ah, doktrin Shi>’ah dan polarisasi antara Shi>’ah dan Sunni>.

Pengertian Shi>’ah

Secara etimologi kata al-Shi>’ah dalam bahasa ‘Arab berarti pengikut atau pendukung. Sementara dalam kajian sekte-sekte Islam, menurut terminologi Shi>’ah berarti orang-orang yang mendukung Imam ‘Ali> secara khusus, dan berpendapat bahwa hanya Imam ‘Ali> saja yang berhak menjadi khalifah dengan ketetapan nash dan wasiat dari Rasu>lulla>h SAW, baik secara tersurat maupun tersirat. Mereka berkeyakinan bahwa hak Ima beliau. Pengikut Shi>’ah disebut Shi>’i> atau Shi>’isme. Kelompok Shi>’ah menegaskan bahwa ‘Ali> memiliki hak kekhilafahan berdasarkan ketetapanTuhan dan penerima mandat istimewa dari Nabi Muhammad SAW. Shi>’ah berasumsi bahwa pada diri ‘Ali> melekat beberapa spesifikasi otoritas spiritual, lalu kemudian keistimewaan itu beralih kepada anak keturunannya.

Kelanjutan faham ini, menganggap tiga khalifah pendahulu ‘Ali> dianggap illegal, sedangkan kekhalifahan Mu’awiyah dan Abba>siyah adalah muqtasibun jabatan yang z}alim. Bukan itu saja lebih radikal lagi ‘Ali> dianggap ma’s}u>m dari dosa. Kalangan Shi>’ah meyakini ‘Ali> selain memiliki otoritas spiritual, juga memiliki hak absolute atas kepemimpinan spiritual yang disebut dengan karo>mah. Fungsi ini selanjutnya berlangsung melalui penunjukan kepada keturunnannya.

Shi’ah dalam Sejarah

Secara historis , asas dan idiologi Shi>’ah tidak muncul dengan tiba-tiba atau tanpa perhitungan yang matang. Sekte yang lebih menonjolkan sikap keberpihakan kepada ‘Ali> ini muncul melalui tahapan yang panjang dan berliku , dimana pada ujungnya, sekte ini memiliki banyak cabang. Sejarah awal munculnya sikap keberpihakan yang berlebihan “ tashayyu’ ” terhadap Imam ’Ali> masih menjadi perdebatan panjang dikalangan sejarawan dan para pengamat sejarah sekte-sekte Islam. Bahkan dikalangan Shi>’ah sendiri juga masih ditemukan kata tidak sepakat antara penulis yang satu dengan yang lain.

Di dalam kitab-kitab tarikh Islam yang beredar dikalangan Sunni>, ada seorang tokoh Yahudi dari Yaman, beliau seorang pendeta yang mu’allaf tidak puas dengan kebijakan khalifah ‘Uthma>n, yakni ‘Abdulla>h bin Saba’. Sebagian ahli sejarah berpendapat, masuknya ‘Abdulla>h bin Saba’ bertujuan untuk mengacaukan Islam dari dalam, karena orang –orang Yahudi tdak mampu menghancurkan Islam dari luar. ’Abdulla>h bin Saba’ sangat ekstrem dalam mengagungkan ‘Ali>, bahkan berani membuat hadis-hadis palsu demi pengagungannya terhadap ‘Ali>, Oleh sebab itu ‘Abdulla>h bin Saba’ dianggap sebagai -avant-garde- Shi>’ah.

Sa’ad al-Qummi>, seorang tokoh dan pakar fiqih Shi>’ah abad ketiga, tidak menginkari keberadaan ‘Abdulla>h bin Saba’. Tokoh yang terkenal ‘thiqah’ dan memiliki wawasan luas dikalangan Shi>’ah ini, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut ‘Abdulla>h bin Saba’ yang popular dengan sekte Saba’iyah. ‘Abdulla>h adalah orang yang pertama kali yang memunculkan cacian dan kebencian terhadap Abu> Bakar, ’Umar, ‘Uthma>n dan para sahabat atas dasar perintah ‘Ali. Akan tetapi, ketika prilaku itu diketahui Sayyidina ‘Ali>, beliau lantas memerintahkan agar ‘Abdulla>h dibunuh. Akhirnya, ‘Abdulla>h bin Saba’ diasingkan ke Madain

Secara histografi kemunculann Shi>’ah telah ada setelah Rasulullah SAW wafat. Yaitu ketika Abu> Bakar terpilih secara aklamasi sebagai khalifah pertama pada pertemuan Saqifah bani Saidah di Madinah. Dalam pertemuan itu ‘Ali> tidak hadir karena sibuk mengurus jenazah Nabi SAW. ‘Ali> dan kelompok dari pemuka – pemuka sahabat pada mulanya tidak bersedia membai’at Abu> Bakar, akan tetapi setelah beliau melihat bahwa keengganan membai’at merupakan mudarat besar bagi kelansungan agama Islam. Bahkan mungkin meruntuhkan sendi-sendi yang baru ditegakkan ditambah lagi beliau mengetahui bahwa Khalifah memperjuangkan Islam dan mencurahkan segala tenaga dan kekuatan demi kemulian Islam dan menyebarkan keseluruh pelosok dunia dan yang dilakukan khalifah itu adalah puncak apa yang diharapkan ‘Ami>r al- Mu’mini>n ( ‘Ali> bin Abi> T}alib) dalam kekhalifahan dan kekuasaan, maka karena itulah sehingga beliau ikut membai’at khalifah lantaran disanalah kemaslahatan Islam.

Setelah “kekalahan” pertama para pendukung ‘Ali> dan ‘Ali> sendiri terhadap jabatan Abu> Bakar, enam bulan kemudian, keadaan menjadi sekian rupa sehingga kecendrungan Shi>’ah kehilangan eksistensinya yang terbuka dan aktif. Periode kekhilafahan Abu> Bakar dan penerusnya ‘Umar, menjadi salah satu “masa tidur” dalam sejarah Shi>’ah . Setelah ‘Umar meninggal, sentimen Shi>’ah kembali menemukan ekspresi baru, berupa protes-protes yang dilancarkan pendukung ‘Ali> ketika ‘Uthma>n dinyatakan sebagai khalifah ketiga. Perlu dicatat bahwa jabatan itu pernah ditawarkan kepada ‘Ali> dengan syarat ia tunduk terhadap segala sesuatu yang telah diteladankan oleh pendahulunya yakni khalifah Abu> Bakar dan ‘Umar, namum ‘Ali> menolaknya dan menyatakan dirinya tidak mungkin untuk jabatan itu, sebagai wujud kesederhanaan pribadinya dan kerendahan hatinya, dan karena sikap inilah dewan lalu menetapkan kebijakan memberikan kesempatan ini kepada ‘Uthma>n sebagai khalifah ketiga.

Pada tahun 35/656, khalifah ‘Uthma>n terbunuh, selama berlangsung pemberontakan anti despotisme keluarga Umaiyah, ’Ali> kemudian diangkat menjadi khalifah keempat. Setelah dilantik menjadi khalifah, ‘Ali> berhadapan dengan gerakan pemberontakan yang diprakarsai dua sahabat Nabi, yakni Abu> T}}alhah dan Zubair bin Awwa>m, kepada kelompok inilah Ummul Mu’mini>n ‘A dalam perang Jamal. Pada sisi lain ‘Ali> berhadapan dengan kekuatan politik oposisi Mu’awiyah, seorang pejabat dari famili ‘Uthma>n dan sekaligus Gubernur Shiria, yang berakibat terjadinya perang s}iffi>n pada tahun 36/357. ‘Ali> juga berhadapan dengan kekuatan Khawa>rij, kelompok separatis yang memisahkan diri dari ‘Ali> yang lebih ekstrem Khawa>rij mengkafirkan pro ‘Ali>. Tahun 40/601 ‘Ali> dibunuh oleh ‘Abdurrahma>n bin Mulja>m dari kelompok Khawa>rij bertindak sebagai eksekutor. Lalu Hasan bin ‘Ali diangkat sebagai khalifah kelima, namun melalui ancaman pihak Mu’awiyah, Hasan lalu menyerahkan jabatan khalifah ke pihak Mu’awiyah.

Shi>’ah gerakan politik menjadi gerakan Aqidah

Pada awalnya Shi>’ah merupakan sebuah gerakan politik yang besar. Dinasti Umayyah menerapkan system politik yang didominasi kalangan ‘Arab atas orang-orang taklukkan yang telah menganut Islam yang telah dimasukkan dalam kelompok inferior. Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azi>z berusaha menghilangkan dominasi Arab ini. Ia juga berusaha mengakhiri tuduhan-tuduhan negatif terhadap khalifah ‘Ali> yang menjadi kebiasaan semenjak masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah. Bahkan kesewenangan Khalifah Mu’awiyah ini telah menimbulkan sejumlah pemberontakan pemberontakan, bahkan banyak pemberontakan itu dilakukan oleh orang-orang Irak dan Persia yang baru masuk Islam. Kalangan oposisi melawan tekanan pihak Mu’awiyah dengan menjadikan keturunan ‘Ali> sebagai kubu mereka.

Perlu dicatat bahwa setelah Hasan meletakkan jabatan pada pihak Mu’awiyah, orang- orang pro ‘Ali> merasa kecewa dengan sikap tersebut. Gerakan perlawanan politik Shi>’ah mengalami perkembangan pesat sebagaimana yang ditunjukkan oleh kelompok Shi’ah Buwaihiyah(954-1055), periode ini memberi kaum Shi>’ah kondisi paling mendukung bagi elaborasi dan standarisasi ajaran-ajaran mereka. Pada periode inilah, kompilasi koleksi-koleksi hadis Shi>’ah berlansung. Shi>’ah mengklaim bahwa penulisan hadis mereka sudah dimulai sejak zaman Nabi SAW, seperti halnya dalam keilmuan Ahl al-Sunnah. Akan tetapi yang membuat beda adalah, bahwa menurut Shi>’ah, orang yang pertama yang melakukannya adalah Nabi sendiri, yaitu melalui tangan Imam pertama, ‘Ali> bin Abi> T}alib.

Walaupun seluruh gerakan politik mengharapkan perubahan dan kembali kepada kemegahan masa silam. Pada saat itu muncul kelompok Shi>’ah Sab’iyah, sebuah model kontemporer dari dualism kuno yang telah merembes ke dalam Islam pada pertengahan abad kedua Hijriah dalam rangka untuk melepaskan persengketaan dengan pihak Shi>’ah untuk mendapat pengaruh yang memperkenalkan ide “Pimpinan Ketuhanan” ke dalam Islam. Kejadian tersebut, bersama kondisi politik Shi>’ah pada waktu itu, melahirkan benih-benih Shi>’ah Dua Belas Imam.

Doktrin Shi>’isme tidak sama untuk semua kelompok Shi>’ah, bahkan intern kelompok- kelompok sejenis. Shi>’ah Dua Belas Imam , yang telah menjadi agama resmi negara di Persia selama kurang lebih lima ratus tahun, telah mengembangkan homogenitas yang besar dan ide untuk menegakkan dogma. Dengan demikian persoalan politik (khalifah), berubah menjadi masalah Ima>m dan akhirnnya menjadi permasalahan akidah.

Ini tidaklah suatu yang asing, karena antara agama dan politik dalam Islam sulit dipisahkan. Problema khalifah bukanlah soal politik semata juga masalah agama yang cukup prinsipil. Penganut Shi>’ah menentang pemilihan institusi khalifah melalui konsensus umat Ijma>’ mereka bersekukuh bahwa khalifah harus dipilih melalui wasiat dari pemimpin sebelumnya yang mempunyai legitimasi tentu saja menurut Sh>i’ah adalah Ima>m.

Puncak akidah Shi’ah adalah Ima>mat. Ima>m dikalangan Shi>’ah berbeda dengan persepsi imam dikalangan Sunni>, Ima>m adalah pemimpin dalam s}alat. Ima>m dikalangan Shi>’ah ditunjuk melalui wasiat kepada keturunan ‘Ali>, Ima>m adalah model keteladanan. Perbedaan diantara sejumlah cabang Shi>’ah, sebagian bergantung pada identitas imam masing-masing, yakni sebagian keturunan ‘Ali> berhak mewarisi otoritasnya. Satu diantara keberagaman adalah sebagaimana yang terjadi pada sekte Shi>’ah Ghu>lat (berasal dari kata ghulu>w), yang berarti berlebih-lebihan, yang terkenal ekstrem dan dianggap keluar keluar dari Islam, yang membuat statement ‘Ali> tidak lain melainkan Tuhan itu sendiri . Mereka dijuluki sebagai Ultra-Shi’ah, faham ini dipelopori oleh Ibnu Saba’. Di bagian lain keberagaman tersebut juga ditandai dengan Shi’ah Zaidiyah yang berpendapat bahwa didalam Ima>mah terdapat sebuah fungsi yang mungkin dan tidak mungkin digunakan oleh keturunan Nabi dalam waktu yang spesifik dan tidak mesti mengandung ‘Is}mah (kesucian).

Di antara pandangan diatas Shi’ah Dua Belas Imam (DBI) menyatakan bahwa Imam menjalankan fungsi spiritual dan politik yang tinggi juga mempunyai barokah tersendiri, kemampuan yang luar biasa “Kha>riq al-‘Adah, menguasai ilmu rahasia yang tidak dimiliki manusia kebanyakan. Imam-imam tersebut menyalurkan Nur Tuhan dan Nur Muhammad dan mereka semua Ma’s}u>m dari dari dosa. Dengan demikian Imam-imam tersebut sangatlah diperlukan bagi orang beriman untuk memperoleh keselamatan hidup. Sebuah ekspresi dari Imam keenam Shi>’ah yaitu Ja’far al-S}a>diq menegaskan: “ Barang siapa meninggal dunia tanpa mengenali Imam pada zamannya,maka ia termasuk mati kafir “. Dengan kata lain Shi’ah DBI menjadikan imam sebagai wasi>lah antara manusia dengan Tuhan.

Sekte-sekti Aqidah dalam Shi>’ah

Menurut al-Shihrista>ni> dalam al-Milal wa al-Nih}al 147-198 menyatakan bahwa Shi>’ah memiliki lima sekte pokok kemudian pecah menjadi 22 golongan antara lain:

al-Kaisa>niyah, pendiri sekte ini adalah Kaisa>n, seorang pengabdi pada ’Ali> bin Abi T}alib. Ada pndapat dikalangan sejarah Kaisa>n ini nama sebenarnya adalah Mukhta>r, sebagian berpendapat dia adalah murid dari al-Sayyid Muhammad bin al-H}anafi>. Sekte ini pecah menjadi empat golongan yaitu :

al-Mukhta>ri>yah yang dipelopori oleh Mukhta>r bin ‘Ubaid al-Thaqafi> yang lebih popular dengan sebutan Mukhta>r Al-Tsaqafi>.

al-Ha>shimi>yah pengikut Abi> Ha>shim Bin Muhammad bin al-Hanafiah.

al-Baya>ni>yah Shi>’ah pengikut Bayan bin Sam’an al-Tamimi> dan,

al-Riza>miyah, Shi>’ah pengikut Rizam bin Ruzam. Shi>’ah Kaisa>ni>yah adalah sekte yang mempercayai adanya Ruh Tuhan dalam jasmani ‘Ali> dan juga menyakini bahwa imam Shi>’ah adalah ma’s}u>m.

al-Zaidi>yah, Shi>’ah pengikut Zaid bin ‘Ali> bin Husein bin ‘Ali> bin Abi T}alib. Shi>’ah Zaidi>yah adalah sekte sederhana, mereka tidak mengkafirkan Abu bakar, ‘Umar dan ‘Uthma>n, tetapi mereka meyakini bahwa ‘Ali lebih mulia dari tiga pendahulunya itu. Sekte ini pecah menjadi tiga kelompok yaitu:

al-Ja>r>udi>yah, Shi>’ah pengikut Abu> Al-Ja>rud Zayya>d bin Abi> Zayya>d.

al-S}alihi>yah wa al-Batri>yah, Shi>’ah pengikut Hasan bin S}aleh bin Hayy.

al-Sulaima>ni>yah, Shi>’ah pengikut Sulaima>n bin Jari>r. Diantara pendapat Shi>’ah ini adalah orang Islam yang mengerjakan dosa besar namun belum bertaubat maka ia termasuk kafir.

Ima>mi>yah, Shi>’ah yang meyakini imam-imam yang ditunjuk langsung oleh Nabi Muhammad SAW yaitu ‘Ali> dan keturunannya ( sampai imam ke dua belas). Sekte ini terpisah menjadi 7(tujuh) kelompok yaitu :

al-Ba>qiri>yah, kelompok ini juga memiliki sebutan lain seperti Ja’fari>yah dan Wa>qifah. Shi>’ah ini adalah pengikut Muh}ammad bin al-Ba>qir bin ‘Ali> bin Zain al- ‘An dan putra beliau Ja’far al-S}a>diq.

al-Nawu>si>yah, Shi>’ah pengikut seorang tokoh yang bernama Nawus, ada juga yang berpendapat bahwa Nawus adalah nama sebuah Desa.

al-Aftahi>yah, Shi>’ah pengikut ‘Abdulla>h al-Aftah.

al-S}umait}iyah, Shi>’ah pengikut Yahya bin Abi S}umait}.

al-Isma’ili>yah al-Wa>qifah.

al-Mausawiyyah dan,

Ithna> ‘ashri>yah.

al-Gha>liyah atau lebih lebih popular dengan Shi>’ah Ghullat , Shi>’ah yang keterlaluan yang mempercayai bahwa Nabi Muhammad SAW akan kembali kedunia seperti Nabi Isa, dan ‘Ali> belum wafat tetapi bersembunyi dan akan lahir ke dunia kembali.Sekte ini pecah menjadi 12 golongan;

Saba’i>yah, Shi>’ah pengikut ‘Abdulla>h bin Saba, orang inilah pelopor konsep ima>mah terhadap ‘Ali> bin Abi> T}alib.

Ka>mili>yah, Shi<’ah pengikut Abi> Ka>mil, diantara pendapat popular dari Shi>’ah ini adalah Ima>mah adalah cahaya yang bisa pindah dari person ke person imam lainnya

al-Alba>’iyah, Shi>’ah pengikut Alba>’ bin Ziro>’ al-Dausi>, Kelompok ini mencela diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dan menganggap ‘Ali> lebih mulia daripada Nabi Muhammad SAW, lebih radikal lagi mereka mengganggap ‘Ali> adalah Tuhan.

al-Mughi>ri>yah, Shi>’ah pengikut Mughi>rah bin Sa’id al-‘Ajli>. Aliraan ini menuduh bahwa ‘Ali> tidak wafat.

al-Mans{uri>yah, Shi>’ah pengikut Abu> Mans}u>r al-‘Ajli>, fahamnya hampir mirip dengan Mughi>rah.

al-Khat}t}a>bi>yah, Shi>’ah pengikut Abu> al-Khat}t}a>b Muhammad bin Abi> Zainab al-Asadi>.

al-Kayya>liyah, Shi>’ah pengikut Ahmad bin al-Kayyal.

al-Hisha>mi>yah, Shi>’ah pengikut dua Hisha>m yakni Hisha>m bin al-Hikam dan Hisha>m bin Sa>lim .

al-Nu’ma>niyah, Shi>’ah pengikut Muhammad bin al-Nu’ma>n Abu> Ja’far al-Ahwal, yang digelari dengan Shait}an al-T}a>q.

al-Yunusi>yah, Shi>’ah pengikut Yunus bin ‘Abd al-Rahma>n al-Qummi>, dan

al-Nus}airi>yah.

Walaupun demikian, para ahli umumnya membagi sekte Shi>’ah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisa>ni>yah, Zaidi>yah, Ima>miyah, dan Kaum Ghulla>t, sebab firqah- firqah Shi>’ah yang mencapai 22 golongan menurut al-Shihrista>ni> itu sejatinya bermuara dari empat golongan besar tersebut.

Doktrin Shi>’ah Tentang Ima>m

Ada enam pokok akidah Shi>’ah, yaitu Ima>mah, ‘Is}mat al-Ima>m, Mahdi>yah, Raj’ah (Inkarnasi), Bada’ dan Taqi>yah. Dalam makalah penulis fokus pada doktrin Shi>’ah tentang Ima>mah, dengan alasan golongan Ima>miyah dianut mayoritas Shi’ah di dunia Islam, lebih-lebih setelah muncul revolusi Iran pada era delapan puluhan yang dipelopori Aya>tulla>h Ru>hulla>h Khomeini.

Doktrin Ima>m dalam Shi>’ah memiliki makna pengantara yang istimewa, unik dan penentu zaman, dimana sang Ima>m harus diakui dan diikuti sebagai syarat untuk mencapai keselamatan hidup. Dalam hal ini Ima>m merupakan gelar dan fungsi istimewa bagi ‘Ali> dan keturunannya. Mayoritas Shi’ah meyakini pada suatu masa hanya dimungkinkan ada seorang imam, namun dikalangan mereka tidak ada konsensus mengenai identitas Ima>m dan batas kewenangannya. Shi>’ah berketatapan bahwa para ima>m memiliki otoritas spiritual yang khas, maka mereka memiliki hak mutlak dalam hal otoritas kemasyarakatan dan bebas dari dosa ma’s}u>m.

Pemahaman Shi>’ah yang menyatakan Nabi membagi stasiun dan fungsi spiritual nya dengan Ali dan sebelas keturunannya, menekan sifat dan peranannya yang luar biasa dan kaitannya dengan Ima>m yang terakhir, menggambarkan rasa dendam mereka dan upaya mempertahankan nama baik mereka sendiri. Menurut Shi>’ah Dua Belas Ima>m, para imam tersebut sebagai berikut;

‘Ali> bin Abi T}a>lib (w.41/661), dimakamkan di Najaf, Iraq,yang merupakan satu diantara sejumlah makam yang di sucikan.

H}asan bin ‘Ali> (w.49/669), dimakamkan di Madi>nah . Kalangan Shi>’ah Isma’ili>yah memandang H}asan sebagai pejabat pembantu H}usein dan tidak memiliki hak sebagai imam.

H}}usein bin ‘Ali> (w.61/680), dimakamkan di Karbala. Makam ini agaknya merupakan makam yang paling dikeramatkan.

‘Ali> Zain al-‘An (w.94/712), dimakamkan di Madinah. Kalangan Shi>’ah menyakini bahwa ibunya adalah putrid dari seorang raja Persia. Sehingga keturunannya meneruskan darah raja-raja dinasti pra-Islam.

Muh}ammad al-Ba>qir(w.113/731), dimakamkan di Madinah. Kelompok Shi>’ah Ba>qiri>yah atau Ja’fari>yah Wa>qifah mengakui dirinya sebagai saudara Zaid yang lebih aktif sebagai imam, sehingga menimbulkan sebuah cabang Shi>’ah yang dikenal dengan Shi>’ah Zaidi>yah.

Ja’far al-S}a>diq (w.148/765), dimakmkan di Madi>nah. Ja’far lebih popular sebagai seorang ulama’ dan sebagai referens pengetahuan hermeutik.

Mu>sa> al – Ka>z}im (w.202/818), dimakamkan di Ka>zimayn, Baghdad.

‘Ali> Rid}a bin Mu>sa al-Ka>zim (w.202/818).

Muhammad Taqi> al-Jawwa>d bin ‘Ali> Rid}a (w.230/835), dimakamkan di Kazimayn, Baghdad.

‘Ali> bin Muh}ammad bin ‘Ali> Rid}a ( w.254/868), lebih popular dengan sebutan ‘Ali al-‘Askari.

H}asan bin ‘Ali> al-‘Askari> (w.260/873), dimakamkan di Samarra sama dengan ayahnya.

Muh}ammad bin H}asan al-Mahdi atau al-Muntazhar (lenyap 260 H). Imam kedua belas adalah Imam yang ditunggu-tunggu akan lahir membawa keadilan dan kebenaran di akhir zaman. Menurut keyakinan Shi’ah Imam ke 12 ini tidak mati melainkaan hilang bersembunyi di suatu tempat di kota Samarra dan tidak seorangpun yang mengetahuinya.

Menurut Shi>’ah Dua Belas Imam, selama kegaiban Ima>m Mahdi, jabatan kepemimpinan umat, baik dalam urusan keagamaan maupun urusan kemasyarakatan, dilimpahkan kepada para fuqaha’ atau mujtahid. Fuqaha’ atau Mujtahid ini harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, faqa>hah, yaitu ahli dalam bidang agama Islam. Kedua, ‘ada>lah, yaitu adil, istiqa>mah ( konsisten) dalam menjalan aturan-aturan agama. Ketiga, kafa>’ah, yaitu memiliki kemampuan memimpin dengan baik. Mujtahid atau faqih yang menggantikan Imam itu disebut Na>’ib al-Ima>m atau pengganti Ima>m. Ayatulla>h Ru>hulla>h Khameini, misalnya, adalah seorang Na>’ib al-Ima>m.

Polarisasi Teologi dan Prinsip Ibadah Shi>’ah dan Sunni>

Teologi Shi>’ah mengandung prinsip ajaran yang dikenal dengan lima rukun;Tauhid,Nubu>wah( kenabian),Ma’ad( kebangkitan jiwa dan jasad pada hari kiamat),Imamah, serta prinsip al-Adl (keadilan). Tiga prinsip yang pertama terdapat juga dalam Sunni, sekalipun terdapat ada perbedaan dan penekanan didalamnya, Ima>mah merupakan esensi ajaran Shi>’ah,dan prinsip terakhir yaitu al-‘Adl merupakan sebuah prinsip yang diwarisi dari konsep Mu’tazilah yang sejumlah prinsip dimasukkan kedalam teologi Shi’ah.

Sedangkan dalam rukun Islam Shi>’ah tanpa memasukkan Shaha>datain sebagai pokok akidah, namun menggantinya dengan Wila>yah . Dikalangan Sunni>, dikenal dua kalimah syahadah (shaha>datain), berbeda dengan Shi>’ah, mereka menggunakan tiga kalimah syahadah (thala>thatu shaha>da>t), yaitu dengan menambah menyebut dua belas imam.

Berkenaan dengan ritual, perbedaan praktik peribadatan antara Shi>’ah Zaidi>yah, DBI, dan Sunni adalah sedikit. Seluruh sekte Shi>’ah mempunyai madhhab hukum tersendiri. Madhhab hukum Shi>’ah DBI yaitu berafiliasi kepada Madhhab Ja’fary. Perlu dicatat disini bahwa Ima>m Ma>lik bin Anas, mu’assis madhhab Maliki dan Abu H}anifah, pendiri madhhab H}anafi, keduanya tokoh madhhab Fiqih Sunni, pernah belajar kepada Ima>m Ja’far, namun keduanya tidak mewarisi ajaran Shi>’ah.

Praktik peribadatan Shi>’ah DBI dalam hal-hal yang bersifat kecil berbeda dengan Sunni>, seperti penambahan satu kalimat pada waktu adhan, yaitu;’Aliyu Waliyullah , yang ditetapkan pada masa Shafawi>yah. Secara sistematis Shi>’ah menggabungkan pelaksanaan dua sholat siang hari, yaitu s}alat Zhuhur dan ‘As}ar dan dua salat malam yakni salat Maghrib dan salat Isha>’, yang mana salat-salat tersebut dikalangan sunni dilakukan pada waktu-waktu tertentu ( mauquta).

Shi’ah menghalalkan daging sembelihan non muslim,sementara sunni hanya membolehkan dalam keadaan darurat. Sejumlah perbedaan lain yang lebih utama adalah Shi>’ah menghalalkan nikah mut’ah (kawin kontrak), sedangkan Sunni> mengharamkannya. Shi>’ah menolak keabsahan s}alat yang dipimpin oleh seorang imam yang secara moral tidak baik, sementara Sunni> membuat perbedaan dalam konteks fungsi dan sebagai individu, dan mengakui keabsahan setiap s}alat tanpa memandang tipe dan karakter imam salat. Dengan catatan bahwa salat tersebut memenuhi syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan.

Ada satu hal yang merupakan perbedaan terbesar diantara keduanya,yaitu yang berada pada level yang bersifat emosional, yakni suasana mesianik syi’isme. Sunni menolak Shi>’ah yang under- estimate ketiga khalifah ; Abu> Bakar,’Umar dan ‘Uthma>n. Bahkan teori-teori politik yang dihasilkan dari konsep ima>mah sebagai sumber segala otoritas baik yang bersifat spiritual maupun temporal, dan teori tentang ima>mah tidak mendapat respon dari mayoritas muslim di seluruh dunia.

Ada akidah Shi>’ah yang cukup popular yang disebut dengan Taqiyyah’. Untuk menjaga diri dari permusuhan dan ancaman politik yang bersifat permanen. Selama beberapa abad pemerintah Sunni> yakni kekhilafahan Bani> Umayyah dan ‘Abba>siyyah menjadi musuh politik minoritas Shi>’ah. Kalangan Shi>’ah beranggapan seorang Shi>’i> yang tidak mampu ber -taqiyah maka belum disebut dengan Shi>’ah sejati. Kadang –kadang kaum Shi’ah lebih Sunni> dari pada pengikut Ahlu al-Sunnah, Mereka lebih fanatik kepada Sunni> daripada Sunni> itu sendiri, Sehingga lawan-lawannya bisa tertipu.

Dari sudut pandang Sunni>, kalangan Shi>’ah tetap dipandang sebagai muslim sebab ajarannya sebagian besar merupakan bagian dari ajaran Islam ortodoks. Shi>’ah meyakini peranan mistik para ima>m yang diyakini ma’s}u>m. Menjelang mellinium II perbedaan – perbedaan antara sunni dan Shi>’ah cendrung tidak dibahas bahkan terlupakan, namun kecendrungan ini berubah dengan tumbuhnya gerakan militansi Islam.

Satu hal yang harus diingat bahwa hidup ini indah karena perbedaan, namun perbedaan itu jangan dijadikan pertentangan. Madhhab-madhhab Islam yang ada sepenuhnya bermuara pada satu kalimah “ La Ila>ha Illa Allah “ sedang dalam rinciannya terdapat perbedaan. Namun persamaannya lebih banyak . Melaksanakan apa yang sama itu sudah dapat menyelamatkan seseorang, bukan saja dari bencana perpecahan , tetapi bencana ukhrawi>. Mengakhiri makalah ini penulis tutup dengan mengutif ungkapan bijak seorang kyai khos langitan , S}ahib al Fadilah wa al-Barokat al-Mukarram KH.Abdullah Faqih dalam kata pengantar buku fiqih Tradisionalis hal : ix

“Mereka punya pendapat, kita juga punya pendapat dan memiliki sandaran yang jelas.”

Ikhtita>m wa Ikhtis}ar

Sebagai penutup dari makalah ini, dengan mengacu kepada data-data yang ditampilkan sebagai referensi, maka dapat disimpulkan bahwa Shi>’ah adalah salah satu sekte yang berdiri dipihak yang berlawanan dari mayoritas pengikut Islam, dimana Shi’ah itu sendiri sangat menjunjung tinggi Ahl-al-Bait dan keturunannya. Shi’ah memiliki pemahaman, maksud dan tujuan secara diametral dengan Sunni>. Shi’ah telah membuktikan eksistensinya dibidang politik, social dan budaya dengan berdirinya Daulah Fat}imiah dan Buwaihi>yah. Disinilah Shi’ah berkembang dan terus melestrikan ajaran-ajaranya. Pokok-pokok ajaran Shi>’ah berupa Rukun Iman dan Islam yang berseberangan dengan akidah Sunni>, menjadi cirri khas Shi’ah yang menjadikan dirinya berbeda dengan aliran teologi lainnya.

Walaupun demikian perbedaan tersebut muncul akibat interpretasi hadis-hadis Nabi Saw dan nash yang menyebutkan keutamaan Ahl- al-Bait. Akan tetapi bila dikaji lebih jauh ada persamaan pandangan antara Shi’ah dan Sunni terutama bidang Tauhid, mengaku Tuhan Tuhan Yang Maha Esa dan Mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

al- Ajfu>ri, ‘Abd al-Ha>fiz}, al-Taqlid al- Shar’i> Fi Umu>r al- Fiqhi>yah, Fais}al Abad Pakistan : Janiut Bazar,2001

‘Ali al-Nadwi Abu al-Hasan, Riwayat Hidup Rasulullah, terj.Bey Arifin, Yunus Ali Muhdhar, Surabaya: Bina Ilmu, 2008

Amin, Ahmad, Z}uhr al-Isla>m , Kairo: Dar al – Fikri al-‘Arabi , tt

Al-‘A>mili>, Sharaf al-Din al- Musa>wi, al Mura>ja’a>t, Beirut: Jam’iyah Islamiyah, 1982

Cyrill Glasse , The concise Encyclopaedia Of Islam, New York : Columbia Publisher ,1988

Hamid, Abu Hamid, Riwayat Hidup ‘Ali Bin Abi Thalib, Semarang : Toha Putra,1988

http://www.al-bayyinat.com

http://swaramuslim.net

Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, Kairo: Dar al-Ba>bi al-Halabi wa Aula>duhu,t.t

Ilyas Hasan,dkk, Shi’ah : Tinjauan Sejarah , Bandung: Mizan, 2003

al- Mashsha>t}, Muh}ammad Hasan, Bughyat al- Mustarshidi>n, Pancor : Toko Kita, 1997

Merdin,Sherif , Shi>’ah Dalam Lintasan Sejarah, terj.Syamsuddin Asyraf,dkk. Yogyakarta: Titian Ilahi,1999

Nabilah Hasan,et.all, Fi> T>a>rikh al-Had}a>rat al-Isla>miyah, Kairo Dar al-Ma’rifat al-Jami’ah, 2001

Nasr,Seyyed Hossein, The Heart of Islam , New York: HC Publisher, 2002

Rahmat, Jalaluddin, Kata-kata Mutiara Ali Ra, Bandung : Yayasan Muthahhari, 2001

Rasyid al-Naduzi>, al-Tibbu wa al- Funu>n, Beirut, Dar al-Fikr, 1987

S}adaqah,’Abdullah, The Way of Muhammad, Bandung: al-Hasyimi, 2008

Shihab,M.Quraish, Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan Mungkinkah,Ciputat:Lentera hati, 2007

Sirajuddin Abbas,I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2001

Tim Penulis Sidogiri, Mungkinkah Sunnah-Syi’ah Dalam Ukhuwwah ? , Sidogiri : Pustaka Sidogiri,2008

Text Box: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar