Sabtu, 15 Januari 2011

Biografi al-Ghozali




BIOGRAFI AL GHOZALI
by Sariono Sby

PENDAHULUAN



Imam Al-Ghazali nama yang begitu masyhur dan tak asing lagi di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah keilmuan di bidang filsafat, teologi dan tasawuf yang termasyhur. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar luas ke seantero pelosok dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing bagi kebanyakan kaum muslimin sehingga belum mengerti dan tidak faham siapa Al-Ghazali.
Gelar Hujjat Al-Islam yang disandangnya merupakan simbol pengakuan terhadap kebesaran nama dan kemampuan intelektualnya dalam lintasan sejarah umat Islam. Penguasaannya terhadap segala disiplin ilmu yang berkembang pada masanya adalah bukti tersendiri atas kebesaranya.
Keistimewaan yang luar biasa yang dimiliki Al-Ghazali yaitu mampu menguasai segala ilmu pengetahuan, mendiskusikan dengan ulama-ulama dan kaum intelektual serta mampu menuliskan dalam bentuk karya ilmiah sehingga dia dikenal sebagai pengarang yang sangat produktif.
Oleh karena itu, maka selayaknyalah kalau kita harus mengetahui dan mempelajari siapa Al-Ghazali dan bagaimana perkembangan intelektualnya itu dapat mempengaruhi sejarah pemikiran umat Islam. Hal ini tentunya sebagai penambah khazanah keilmuan dan literatur pembelajaran kita dalam sejarah pemikiran Islam.
Tulisan ini berupaya menggambarkan sejarah hidup dan perkembangan intelektual Al-Ghazali, yang meliputi:
1. Bagaimana Latar Belakang Historis dan Biografinya?
2. Bagaimana Perkembangan Intelektual dan Spiritualnya?

PEMBAHASAN


A. Latar Belakang Historis dan Biografi
Lahirnya berbagai pemikiran dan gagasan dari sosok besar al-Ghazali tidak dapat terlepas dari seting sosio-historis yang melingkupinya. Kondisi sosial penting dimaksud, yang terjadi beberapa tahun sebelum kelahiran dan sampai pada masa ia dilahirkan.
Pada masa lahirnya al-Ghazali, pengaruh dinasti abasiyyah sudah tidak dominan dan bahkan sangat lemah. Kekuasaan Dinasti ‘Abasiyyah sudah tidak ada yang tersisa ditangan khalifahnya, kecuali kekuasaan nominal belaka. Secara faktual kekuasaan berada di tangan Dinasti Saljuk. Kekuasaan dinasti ini membentang dari Khurasan, Rayy, al-Jibal, Irak, Persia dan Ahwaz.
Tiga tahun sebelum lahirnya sang Hujjah al-Islam, tepatnya 1055 dominasi rezim Dinasti buwayhiyyah syi’ah atas kekhalifahan sunni di Bagdad berakhir dengan tampilnya Saljuk Turki yang dikomandani Tugrul Beg. Tugrul Beg telah menaklukkan Persia Timur dari Dinasti Gaznawiyyah Turki dan bagian Persia Barat dari Dinasti Buwayhiyyah. Oleh karenanya, Bagdad yang masih merupakan pusat dunia Islam menjadi kekuasaan komandan Beg. Sehingga Beg dianugerahi gelar “ Raja Timur Dan Barat”(King of the East and of the west) oleh Sultan al-Qa’im.
Setelah Beg meninggal maka digantikan keponakannya yaitu Alparslan yang menjadi Saljuk Agung I. Saljuk adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh orang-orang Turki Oghuz yang berasal dari stepa Kirgiz di Turkistan. Disekitar awal abad ke-11, salah seorang di antara pemuka-pemuka suku ini, yang bernama Saljuk, memeluk Islam. Begitu besarnya pengaruh Saljuk dikalangan suku dan masyarakatnya, maka namanya pun diabadikan menjadi nama dinasti yang dikuasainya. Saljuk dikemudian hari menjadi dinasti yang besar dan menguasai banyak wilayah.
Dalam perkembangan Dinasti Saljuk, yang merupakan tantangan terberat adalah Dinasti Fatimiyyah dari Mesir, walaupun pada masa itu Dinasti Abasiyyah masih diakui tetapi khalifah tidak lebih sebagai simbol spiritual kepemimpinan Islam sunni. Kekuasaan Saljuk mencapai puncaknya pada masa Malik Syah (Putra Alparslan) yang kekuasaannya membentang dari Asia Tengah dan perbatasan India hingga laut Tengah, dari Kaukus dan laut Aral hingga Teluk Persia dengan wazirnya Nizam al-Mulk (1063-1092). Masa hidup al-Ghazali yang meninggal pada 1111 M, karenanya, hampir bertepatan dengan pereode singkat, namun secara politis menampakkan perubahan dalam sejarah dunia Islam yang menunjukkan kemunculan dan perluasan Dinasti Saljuk.
Walaupun sepanjang pemerintahanya, Dinasti Saljuk banyak mencurahkan perhatianya pada politik dan militer akan tetapi penulis biografi dan sejarah muslim umumnya mengakui adanya sumbangan positif dalam sejarah dan peradaban Islam yaitu pendirian perguruan-perguruan (madrasah) untuk perguruan tinggi. Sebelumnya pendidikan Islam tidak dilakukan pada suatu tempat khusus yang terpadu, melainkan hanya di masjid-masjid, rumah-rumah dan sebagainya. Al-Ghazali sebagai sosok ilmuwan, mendapatkan kedudukan dan reputasi yang tinggi dalam dinasti ini.
Penguasa-penguasa Saljuk menganut mazhab Syafi’iyyah dalam hukum (Fiqih) dan Asy’ariyyah dalam Teologi. Akibatnya, di bawah kepemimpinan para penguasa penganut mazhab yang sama, “si cerdas” al-Ghazali kelak menikmati segala kehormatan. Al-Ghazali selain mampu menguasai banyak pengetahuan, ia mampu menyelaraskan kiehidupan intelektualnya dengan aspirasi penguasa. Sehingga, wajar kalau ia memperoleh popularitas di samping pula kemewahan. Pada saat-saat inilah, al-Ghazali mencapai puncak karirnya.
Kondisi politik dan stabilitas dalam Dinasti Saljuk sempat terganggu oleh aliran Batiniyyah. Gerakan yang merupakan sempalan dari syi’ah Isma’iliyyah dari Bani Fatimiyyah di Mesir. Salah seorang yang terbunuh pada masa ini adalah Nizam al-Mulk. Gerakan ini dapat dihancurkan oleh tentara Tartar dibawah kepemimpinan Hulagu.
Kematian Nizam al-Mulk dan disusul Malik Syah, menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan yang menyebabkan kematian Burkiyaruk (1104). Kondisi perebutan kekuasaan ini tidak disaksikan secara langsung oleh al-Ghazali karena pada saat yang sama, ia telah meninggalkan Bagdad.
Demikianlah sedikit paparan tentang kondisi sosial politik dan keilmuan teologis yang merupakan setting historis yang melatarbelakangi al-Ghazali.
Al-Ghazali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Thusi al-Ghazali al-Syafi’i. Ia dilahirkan disebuah desa kecil gazalah (in gazalah, a vilage on the outkirts of Tus). Di kota Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Iran. pada masa itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Nama al-Ghazali dan al-Thusi dinisbahkan kepada tempat kelahirannya. Sedangkan al-Syafi’i dinisbahkan pada fiqh yang dianut adalah fiqih al-Syafi’i.
Ia adalah keturunan persia asli yang dilahirkan pada tahun 450 H/ 1058 M. Dan di kota ini pula al-Ghazali wafat dan dikuburkan setelah mengadakan perjalanan untuk mencari ilmu dan ketenangan batin, pada 14 Jumadil-Akhir 505 H/19 Desember 1111 M.
Ayahnya, Muhammad adalah seorang yang taat beragama, sederhana dan gemar mempelajari ilmu tasawuf dan ia juga menggemari kehidupan sufi. Pekerjaan ayahnya adalah pengrajin yang memintal kain wol di kota Thus dan hasilnya dijual sendiri. Ia juga terkenal pecinta ilmu dan selalu berdoa agar anaknya kelak menjadi seorang ulama.

B. Perkembangan Intelektuan dan Spiritual

Pembelajaran yang pertamakali diterima oleh al-Ghazali yaitu belajar al-Qur’an dari ayahnya sendiri. Selanjutnya sebelum ayahnya wafat, ia berwasiat kepada temannya yang juga seorang sufi, agar mau mendidik al-Ghazali dan adiknya dengan harta yang ditinggalkannya. Pada teman ayahnya inilah al-Ghazali belajar menulis (khath). Setelah harta yang ditinggalkan habis maka, al-Ghazali dan adiknya, Ahmad, diserahkan ke suatu madrasah yang menyediakan biaya hidup gratis bagi para muridnya. Di madrasah inilah al-Ghazali mulai belajar fiqih Syafi’i dan teologi Asyr’ari dari seorang guru yang bernama Ahmad Ibn Muhammad al-Razakani al-Thusi . Di sinilah awal perkembangan intelektual dan spiritualnya yang kelak membawanya menjadi seorang ulama besar.
Di usianya yang belum genap 20 tahun, ia melanjutkan studinya ke Jurjan, ke madrasah yang lebih besar yang di pimpin seorang ulama yang bernama Abu Nashr al-Isma’ili. Di sini ia belajar ilmu agama, bahasa Arab dan Persia. Dari beberapa buku literatur tidak ada menyebutkan berapa lama al-Ghazali belajar di Jurjan itu. Setelah itu ia kembali ke Thus. Di kota Thus ini selama tiga tahun ia mengkaji kembali pelajaran yang telah diperoleh dari Jurjan sehingga dapat dikusai dengan baik. Selama itu, dia juga belajar tasawwuf dari Yussuf al-Nassaj.
Sesudah itu, al-Ghazali terus pergi ke Nisabur bersama beberapa temannya untuk berguru pada Abu Ma’ali al-Juwaini yang bergelar Imam al-Haramain, tokoh aliran Asy’ari pada masa itu, yang sedang memimpin perguruan tinggi al-Niz}amiyah. Di sini al-Ghazali banyak memperoleh beberapa ilmu diberbagai bidang yaitu: fiqih, ushul fiqih, teologi, filsafat dan metode berdiskusi. Dengan demikian, perkembangan intelektualnya mengalami masa cerah, dan kecerdasannya diakui oleh gurunya, sehingga memperoleh gelar “Bahr al-Mughriq (samudra yang menenggelamkan).” Oleh karena itu, dia diangkat oleh Imam al-Haramain sebagai dosen di berbagai fakultas pada Universitas Niz}amiyah. Bahkan dia sering menggantikan gurunya dikala gurunya berhalangan, baik untuk mewakilinya dalam memimpin atau mengajar.
Di sini pula al-Ghazali memulai kariernya sebagai pengarang dengan menulis beberapa karya tulis. Karya pertama kali yang ditulis adalah Al-Mankhul fi> ‘Ilmi al-Us}ul. Hal ini sangat menggembirakan gurunya , al-Juwaini, meskipun gurunya merasa iri hati kepada muridnya, sebagaimana perkataanya: “Anda sampai hati menguburku padahal aku masih hidup; apakah anda tidak sabar menunggu sampai aku meninggal?.
Dalam kesempatan itu al-Ghazali juga belajar tasawwuf tentang teori dan prakteknya kepada abu ‘Ali al-Fadhl ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Farmadi. Dengan demikian selama di Nisabur, al-Ghazali benar-benar menjadi seorang intelektual paripurna dengan menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan pada masa itu.
Setelah gurunya, al-Juwaini wafat (478 H/1085 M) al-Ghazali pergi ke Mu’askar dengan maksud untuk bergabung dengan para intelektual dalam majlis seminar yang didirikan oleh Niz}am al-Mulk, wazir Saljuk pecinta ilmu dan ulama, yang kemudian mengangkatnya sebagai “guru besar” teologi dan “rektor” di madrasah Nizamiyyah Bagdad pada tahun 484 H/1091 M). Pengangkatannya ini dasarkan pada kedalaman dan kehebatan ilmunya. Dan banyak reputasi ilmiahnya yang cemerlang yang semakin lama semakin populer.
Disela-sela kegiatan mengajarnya, al-Ghazali juga mempelajari filsafat secara mendalam. Dalam tempo kurang dari dua tahun secara otodidak dia sudah dapat menguasai segala aspek filsafat Yunani. Penguasaan filsafat ini dibuktikan dengan sebuah karyanya yang berjudul: Maqashid al-Falasifah (tujuan-tujuan para Filosof). Adapun tulisan yang kedua tentang filsafat adalah: Tahafut al-Falasifah (kerancuan para Filosof). Reputasinya semakin terkenal karena pada masanya belum ada seorangpun yang mampu menyerang pemikiran para filosof dengan senjata mereka sendiri, yaitu logika. Lantaran inilah ibn Khaldun melukiskan al-Ghazali sebagai sarjana religius yang memperkenalkan metode mutakallimun mutakhir (tariqah al-muta’akhikhirin)
Selain itu al-Ghazali juga tetap mendalami fiqih dan ilmu kalam, sesuai dengan mata kuliah yang diasuhnya. Beberapa karya tulisnya dibidang tersebut adala: al-Wajiz (Ringkasan), al-Wasith (pertengahan), dan al-Basith (Sederhana) dalam bidang fiqih. Al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Moderasi dalam Aqidah) dalam bidang ilmu kalam.
Dengan semangat dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, al-Ghazali mendalami empat golongan yang kelak menyebabkan krisis intelektualnya: Mutakallimun, Falasifah,Ta’limiyyun, dan Sufi. Bahkan perkembangan al-Ghazali dengan klaim-klaim metodologi keempat golongan ini, memberikan andil sebagai penyebab krisis pribadinya yang pertama. sifat dan krisis ini bersifat epistimologis, karena merupakan krisis mencari tempat yang tepat bagi daya-daya kognitif dalam skema total pengetahuan. Secara khusus krisis ini merupakan krisis dalam menetapkan hubungan yang tepat antara akal dan intuisi intelektual. Kebingungan ini dikarenakan pertentangan antara kehandalan akal disatu pihak, sebagaimana kasus mutakallimun dan filsuf, dan kehandalan pengalaman suprarasional dipihak lain, sebagaimana kasus Ta’limiyah dan Sufi. Sesungguhnya, ia pun tiba pada keraguan akan kemampuan data indrawi dan data rasional dari kategori kebenaran-kebenaran yang self-evident atau membuktikan sendiri. Apakah pengetahuan yang hakiki itu?, apakah ia diperoleh melalui indera atau akal?, ataukah dengan jalan lain?. pertanyaan-pertanyaan inilah yang akhirnya memaksanya untuk menyelidiki kebenaran pengetahuan manusia.
Al-Ghazali menyatakan bahwa ia terbebas dari krisis ini bukan melalui argumen rasional atau bukti rasional, melainkan sebagai akibat dari cahaya (Nur) yang disusupkan Tuhan kedalam dadanya. jadi al-Ghazali menerima kehandalan data rasional berkategori daruriyat. Tetapi, ia membenarkan bahwa intuisi intelektual bersifat superior terhadap akal. Al-Ghazali menyimpulkan bahwa keempat golongan tersebut merupakan golongan pencari kebenaran.
Pada saat ini, ia semakin mengintensifkan diri untuk melakukan studi komparasi terhadap semua kelompok tersebut, dengan memanfaatkan semua kemungkinan dan kesempatan untuk mengejar kepastian yang lebih tinggi, meskipun pada saat itu sudah ada kecenderungan khusus pada dirinya ke arah sufisme. Perkenalan al-Ghazali dengan metodologi sufi, membuatnya sadar akan kepastian kebenaran yang lebih tinggi. Pada masa krisis intelektualnya, ia yakin pada kepastian tertentu dalam pengertian ‘ilm al-yaqin.
Setelah krisis, sebagai akibat dari cahaya intuisi intelektual yang diterimanya dari “langit”, kepastian itu diangkat ke tingkat ‘ayn al-yaqin. Kepastian yang baru ditemukan ini, bukan merupakan akhir dari pencarian intelektual dan spritualnya. sebab ia merindukan pengalaman mistik kaum sufi. Ia lalu mengikuti praktek-praktek spiritual mereka, meskipun tanpa berhasil memperoleh pengalaman zawq.
Al-Ghazali menyadari ada perbedaan besar antara pengetahuan teoritis dan ” pengetahuan yang disadari”. Baginya satu-satunya harapan mencapai kepastian dan kenikmatan dalam kehidupan nanti, hanya di jalan sufi. Untuk itu, menurutnya, diperlukan peniadaan segala macam bentuk penyakit hati, seperti kesombongan, keterikatan pada dunia, dan dihiasi dengan mengingat Tuhan secara terus menerus. Hal ini menggiring al-Ghazali merefleksikan keadaan dirinya sendiri.
Selama enam bulan ia tidak putus-putusnya terombang-ambing antara memperhatikan masalah dunia dan memikirkan masalah akhirat. Dorongan untuk memenuhi kehendak duniawi dan dorongan untuk memenuhi urusan setelah mati. Inilah krisis al-Ghazali kedua yang bersifat spiritual. Krisis yang kedua ini ternyata lebih serius ketimbang yang pertama, karena menyangkut suatu keputusan untuk melepaskan satu jenis kehidupan ke kehidupan yang lain, yang secara esensial yang bertentangan dengan kehidupan sebelumnya. Krisis ini mempengaruhi kesehatan emosional dan fisiknya, yang mengakibatkan terganggunya berbicara hingga menghalangi aktivitas mengajar. Fisiknya begitu lemah hingga para dokter tidak sanggup menanganinya. Namun al-Ghazali sendiri, memahami dan meyakini bahwa Tuhanlah yang akan membebaskannya dari penyakit yang dideritanya.
Maka pada 488 H/1095 M, akhirnya ia bertekad untuk meninggalkan kota Bagdad, ibukota Irak. Harta benda yang ia miliki dibagi-bagikan, kecuali sedikit untuk keluarga dan biaya perjalanannya. Dia tinggalkan semua jabatan yang disandangnya, seperti rektor dan guru besar di Bagdad, ia mengembara ke Damaskus (488 H/1095 M). Di masjid Jami’ Damaskus, ia mengisolasi diri (‘uzlah), untuk beribadah, kontemplasi dan sufistik yang berlangsung selama dua tahun.
Lalu pada tahun tahun 490 H/1098 M, ia melanjutkan perjalanannya ke Palestina, mengunjungi Hebron dan Yerusalem. Dia berdoa di dalam masjid Bait al-Maqdis, memohon kepada Tuhan supaya diberi petunjuk sebagaimana yang dianugerahkan kepada Nabi. Kemudian ia mengembara di padang sahara tandus, dan akhirnya menuju Kairo, Mesir yang merupakan pusat kedua bagi kemajuan peradaban dan kebesaran Islam setelah kota Bagdad. Dari sini dia menuju kota pelabuhan Iskandariyah.
Dari Iskandariyah, ia berlayar ke Timur menuju ke tanah suci Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan menziarahi makam rasulullah SAW. Demikianlah al-Ghazali melakukan pengembaraan yang memakan waktu kurang lebih sepuluh tahun setelah ia meninggalkan kota Bagdad.
Pada tahun 499 H/1105 M. Al-Ghazali kembali ke Nisabur atas permintaan dari wazir Saljuk Fakhr al-Mulk, putra dari Nizam al-Mulk, untuk mengajar dan memimpin Universitas Nizamiyah kembali. Tetapi kembalinya al-Ghazali motivasinya sangat berbeda dengan 15 tahun yang telah lalu, yang menginginkan kedudukan dan kemasyhuran yang bersifat diniawi sebagaimana pengakuannya. Ia kembali karena ikut memikirkan adanya dekadensi moral dan religius masyarakat Muslim saat itu. Akan tetapi pada kesempatan ini al-Ghazali hanya memimpin selam tiga tahun, dan selanjutnya ia kembali kekampung halamannya di Thus. Di sini ia mendirikan madrasah bagi pengkaji ilmu agama dan khanaqah bagi para sufi.
Di kampung halamannya ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengajar dan guru sufi, dan pada saat yang sama ia juga mencurahkan diri pada pendalaman ilmu hadis. Setelah mengabdikan diri untuk ilmu dan mengajar, maka pada usia 55 tahun al-Ghazali wafat di kota kelahirannya, dalam pangkuan saudaranya, Ahmad al-Ghazali.
Al-Ghazali dalam perkembangan spiritualnya memiliki keunikan , yang menyertai karir intelektualnya yang sukses. Pengakuan al-Ghazali ini tertuang dalam bukunya al-munqidh min al-D{alal. Ini merupakan salah satu tahap perjalanan intelektualnya yang penuh liku, dan pada ujungnya mengantarkannya pada sikap tasawwuf (Sufisme). Terhadap sufisme ini, memang merupakan metode terbaik baginya diantara metode-metode lain dari para pencari kebenaran:

“sesungguhnya, saya mengetahui dengan yakin bahwa para Sufi adalah mereka yang meniti jalan pada Allah SWT semata, sebagai prioritas dan perjalanan hidupnya merupakan perjalanan hidup yang paling baik. Jalan mereka merupakan jalan yang paling lurus, dan akhlak mereka merupakan akhlak yang paling suci. Bahkan, andaikata akal orang-orang kreatif, kebijaksanaan para cendikiawan, dan pengetahuan orang-orang yang mendalami rahasia-rahasia shari’ah dari kalangan ‘ulama ingin mengubah sedikit saja dari perjalanan hidup para sufi dan akhlak mereka, kemudian berusaha menggantikannya dengan jalan yang lebih baik, maka pastilah mereka menemui jalan buntu. Sebab, seluruh gerakan dan ketenangan mereka didalam lahir dan batinnya memang dipetik dan dipancakan dari cahaya lentera kenabian, dan tidak ada lagi dibelakang cahaya kenabian ini yang dapat menerangi wajah dunia ini”.

Menurut al-Ghazali, kehidupan seorang muslim dalam pengabdiannya kepada Allah SWT tidak akan dapat dicapai dengan sempurna, kecuali dengan mengikuti jalan sufi. Menurutnya, cara mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui beberapa tahapan yaitu taubat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal, cinta, ma’rifah dan rida.
Dalam pemaparan di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali dalam hidupnya telah menempuh berbagai jalan dan meneliti berbagai madhhab; dimulai sebagai seorang ahli hukum Islam, berbalik menjadi seorang teolog Muslim, berpindah sebagai filosof Muslim dan berakhir sebagai seorang sufi. Akhirnya ia memilih jalan tasawwuf, menurutnya para sufilah pencari kebenaran yang paling hakiki. Jalan para sufi adalah perpaduan antara ilmu dan amal, sementara buahnya adalah keluhuran moral. Hal ini ia tuliskan dalam al-Munqidh min al-Dalal:

“setelah itu, perhatianku kupusatkan pada jalan kaum sufi. Ternyata jalan itu tidak akan dapat ditempuh, kecuali dengan ilmu dan amal. Pokoknya harus menempuh tanjakan-tanjakan batin dan penyucian diri. Hal ini perlu untuk mempersiapkan batin, dan kemudian mengisinya dengan dhikir kepada Allah. Bagiku ilmu lebih muda dari pada amal. Maka segeralah akumemulai dengan mempelajari ilmu mereka, membaca buku-buku mereka, antara lain Qut al-Qulub karya tulis Abu Thalib al-Makki, dan buku-buku karya tulis al-haris al-Muhasibi, dan ucapan-ucapan Junaid al-Bagdadi, al-syibi, Abu Yazid al-Bustami dan lain-lain. Dengan demikian aku dapat memahami tujuan mereka. Penjelasan lebih jauh kudengar dari lisan mereka. Lebih jelas bagiku bahwa hal-hal yang khusus bagi mereka hanya dapat dicapai dengan zauq (perasaan), penga;laman dan perkembangan batin. Sangat jauh perbedaan antara mengetahui makna sehat atau kenyang dengan mengalami sendiri rasa sehat atau kenyang itu. Mengalami mabuk lebih jelas daripada hanya mendengar keterangan tentang arti mabuk; padahal yang mengalaminya belum tentu mendengar suatu keterangan tentang itu”.



KESIMPULAN



1. Dalam perkembangan intelektual dan spiritual, al-Ghazali tidak dapat terlepas dari sosio-historis pada masanya, dimana pada masa itu pemerintahan Saljuk adalah penganut fiqih Syafi’i dan teologi Asy’ari tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap kejayaan keilmuan al-Ghazali yang sama-sama madzhahnya dengan pemerintah, apalagi didukung kemampuannya dalam mengkomunikasikan kecerdasannya.
2. Al-ghazali mengalami krisis dua kali dalam kehidupannya:
Krisis intelektual: disini ia meragunakan segala ilmu atau pengetahuan yang ia peroleh, dari pancaindera atau akal, hingga berlangsung selama 2 bulan, hal ini berakhir dengan keyakinan adanya Nur Allah SWT yang dipancarkan kedalam dadanya
Krisis spiritual: hal ini berlangsung lebih lama dan dilaluinya melalui pengembaraan 10 tahun yang akhirnya ia menemukan jalan sufi yang ia pilih sebagai jalan pencari kebenaran yang hakiki.
3. Dari perjalanan intelektual dan spiritualnya ia mampu menunjukkan sebagai penyelamat tasawwuf dari kehancuran yakni dengan mengintegrasikan tasawwuf dengan fiqih dan kalam sehingga menjadi ajaran Islam yang utuh , yang sebelumnya masing-masing berdiri sendiri dan sering berbenturan.
4. Pilihan al-Ghazali pada tasawwuf tidak dapat terlepas dari sejarah perjalanan kehidupan perkembangan intelektualnya.

1 komentar:

  1. ARE YOU IN NEED OF A PROFESSIONAL HACKER?(CATCHING A CHEATING SPOUSE, RECOVERY OF LOST FUNDS, WEBSITE HACK...)
    High prolific information and Priviledges comes rare as i would be sharing with you magnificent insight you wish you heard years before now. As it's been understood that what people don't see, they will never know.
    Welcome to the Global KOS hacking agency where every request on hacking related issues are met within a short period of time.
    If your shoe fits in any of the requested services below, you will be assigned to a designated professional hacker who is systematically known for operating on a dark web V-link protocol.
    The manual operation of this hackers is to potentially deploy a distinguished hacking techniques to penetrating computers and various type of database system to meet your request. Penetration of computing systems are achieved using software tools like Ransomeware, SQL/Keylogger injection. botnet, trojan and DDOS attacks.
    Providing value added services to clients as a hacker has been our sustaining goal.
    Are you faced with cyber challenges like
    ● Hacking into the mobile phone of a cheating spouse.✅ This type of hack helps you track every move of your cheater as we are bent on helping you gain full remote access into the cheater's mobile phone using a trojan clone cracking system to penetrate their social media platforms like Facebook, whatsapp, snapchat etc.
    ●Recovery of lost funds:✅.It saddens our mind when client expresses annoyance or dissatisfaction of unethical behaviours of scammers.
    with a diverse intercall XX breacher software enables you track the data location of a scammer. Extracting every informations on the con database, every requested information required by the Global KOS would be used to tracking every transaction, time and location of the scammer using this systematic courier tracking base method.
    ●Credit Score Upgrade:✅Due to our transformed changes on Equifax tracking , upgrading of credit score are backed by our cyber tech breaching licence, This hacking process drastically generates you an undestructive higher credit score which correlates to a higher level of creditworthiness. The time frame for upgrading a credit score requires eighteen(18) hours
    ● BITCOIN GENERATOR:✅ (Higher job profile). This involves using the ANTPOOL Sysytem drifting a specialized hardware and software implementing tool in slot even-algorithms to incentivize more coins into your wallet which in turn generates more coins exponentially like a dream at specified intervals.
    Other suberb services rendered by the globalkos are
    • Email hacks📲
    • Hacking of websites.📲
    • Uber free payment hacks.📲
    • website hack.📲
    Our strength is based on the ability to help you fix cyber problems by bringing together active cyber hacking professionals in the GlobalkOS to work with.
    For more inquiries and prolific Hacking services visit
    Clarksoncoleman(at)gmail • com.
    Theglobalkos(at)gmail •com.
    ©Global KOS™
    2030.

    BalasHapus